Motor dilarang melintas Thamrin, bikers & tukang ojek demo Ahok
Mereka menuding ada motif bisnis di balik penerapan aturan pelarangan motor tersebut.
Sekitar 30 orang dari Front Transportasi Jakarta (FrontJak), yang merupakan gabungan para tukang ojek dan pengendara sepeda motor menggelar demo depan gedung Balai Kota DKI Jakarta. Mereka menuntut dicabutnya perda mengenai pelarangan melintas bagi kendaraan bermotor di sepanjang Jalan MH Thamrin dimulai dari Bundaran HI, sampai Jalan Medan Merdeka Barat.
Puluhan tukang ojek yang biasa beroperasi di sekitar Stasiun Gambir dan Jalan Djuanda itu mendesak Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk mencabut aturan pelarangan tersebut.
Koordinator aksi Babak menilai, alasan Pemprov mengeluarkan aturan tersebut sangat tidak rasional. Menurutnya, aturan yang digagas guna menekan angka kecelakaan itu merupakan hal yang mengada-ada, karena di wilayah Jakarta Pusat merupakan wilayah dengan tingkat kecelakaan terendah dibanding wilayah lainnya di DKI Jakarta.
"Dan ini sebenarnya bukan solusi mengatasi kemacetan. Semua yang diucapkan Ahok bohong semua. Jakarta Pusat justru kecelakaannya paling rendah. Kebijakan Pemprov DKI itu hanya memindahkan kemacetan dari jalan protokol ke jalan-jalan alternatif, jalan tikus justru makin macet," kata Babak dalam orasi di depan Balai Kota DKI, Senin (22/12).
Babak yang merupakan tukang ojek itupun bersama rekan-rekannya seprofesinya menduga, ada motif bisnis di balik penerapan aturan pelarangan motor tersebut.
Pihaknya menduga ada motif bisnis berupa kesepakatan yang dilakukan Pemprov DKI, dengan para pengelola parkir di 12 titik yang dikelola oleh pihak swasta.
"Ingat teman-teman, kerjasama ini terjadi di bawah tangan dengan pihak swasta. Omsetnya miliaran per hari dan akan dilakukan dengan sistem revenue sharing," katanya berorasi.
Babak menduga, ada 12 lahan parkir yang dimaksudkan sebagai bagian dari aspek bisnis antara Pemprov DKI dan pihak swasta tersebut. Kedua belas lahan itu antara lain lahan parkir Carefour Duta Merlin, Menara BDN, gedung Jaya, Skyline Building, Gedung Sarinah, Gedung BII, Gedung Kosgoro, Plaza Permata, Gedung Oil, Wisma Nusantara, Grand Indonesia dan Lapangan IRTI Monas.
"Hitungan per jam Rp 2 ribu, kita kalikan 8 jam kerja ditambah 1 jam pulang sama dengan 10 jam kali Rp 2 ribu kali dengan asumsi 5 ribu pengendara motor per hari sama dengan Rp 100 juta. Jelas sekali ini menjadi pundi-pundi baru keuntungan dari hasil kebijakan publik," kata Babak.
"Yang beli mobil makin banyak, berani gak Ahok larang mobil melintas, kenapa justru motor yang dilarang lewat, yang ada justru bensin makin naik, tukang ojek makin tersiksa," katanya menambahkan.
Selain menyampaikan berbagai orasi penolakan mengenai aturan pelarangan tersebut, para tukang ojek itu juga membentangkan berbagai macam spanduk berisi penolakan yang berisi tuntutan mereka.
Setelah sejam melakukan aksi, para tukang ojek dengan diwakilkan oleh 5 orang perwakilannya, akhirnya dipersilakan untuk masuk menemui pejabat Pemprov DKI, yang terkait dengan kebijakan tersebut, dan menyampaikan berbagai aspirasi serta penolakan terhadap aturan pelarangan tersebut.