Pembangunan MRT, warga sesalkan murahnya harga tanah
"Belum ada kesepakatan tentang ganti rugi sejauh ini," ujarnya.
Tidak hanya dianggap kurang sosialisasi, pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) juga belum menyepakati pergantian ganti rugi lahan. Masyarakat Peduli MRT Fatwamati, Jakarta Selatan, menganggap jumlah pergantian belum sesuai apalagi wilayahnya berada di pinggir jalan.
Perwakilan Masyarakat Peduli MRT, Wien Waluyo menilai, nilai jual objek pajak (NJOP) dari pemerintah masih terlalu kecil dibandingkan tempat lainnya. Walaupun tahun ini sudah mengalami kenaikan.
"Untuk ganti rugi, pemerintah sebesar NJOP-nya Rp 12 juta per satu meter. Tahun ini sih sudah naik Rp 5 juta jadi sekarang total Rp 17 juta. Tetapi, tempat lain saja sudah mencapai Rp 50 juta (per satu meter)," kata Wien kepada para wartawan di Jakarta, Senin (10/3).
Maka dari itu, lanjut Wien, pihaknya belum mencapai kesepakatan dengan pemerintah dalam persoalan ganti rugi lahan tersebut.
"Belum ada kesepakatan tentang ganti rugi sejauh ini," ujarnya.
Sementara itu, pengamat tata kota dan transportasi, Darmaningtyas menyatakan, proses perencanaan pembangunan MRT kurang matang. Ditambah, dirinya melihat proyek ini tidak ada koordinasi dengan warga.
"Saya kira yang kita lihat di lapangan ini, ini proses perencanaan yang kurang matang. Apapun secara de facto, sebagian tanah milik perorangan. Mau melakukan pembangunan harus minta izin pemiliknya. Ini bukan cerminan yang baik," tegas Darmaningtyas di lokasi yang sama.
Selain itu, dia menambahkan, bagi warga yang tokonya terkena dampak akibat proyek ini juga menjadi tidak laku. Namun, harga pajak kian meningkat.
"Di sisi lain, warga yang tokonya terkena pembangunan menjadi tidak laku. Tapi harga pajak makin naik," ungkapnya.
Seperti diketahui, Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta sepanjang Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, disesalkan berbagai masyarakat, khususnya mereka yang mempunyai usaha pertokoan. Warga yang mengatasnamakan Masyarakat Peduli MRT ini menganggap pemerintah provinsi DKI Jakarta kurang melakukan sosialisasi.