Pembangunan 3 Juta Rumah Ternyata Butuh 26.000 Hektare Lahan, di Mana Lokasinya?
Angka ini muncul dengan asumsi satu rumah membutuhkan luas tanah 60 meter persegi.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menghitung total luasan lahan yang dibutuhkan untuk membangun 3 juta rumah yaitu sekitar 26.000 hektare.
Angka ini muncul dengan asumsi satu rumah membutuhkan luas tanah 60 meter persegi. Dikali 3 juta, maka total lahan yang dibutuhkan sekitar 180 juta meter persegi, atau setara 18.000 ha tanah.
Tak hanya bangunan rumah, program 3 juta rumah juga bakal menyediakan 40 persen luas tanah tambahan untuk fasilitas umum, atau sekitar 8.000 ha. Sehingga, total bidang tanah yang harus tersedia untuk membangun 3 juta rumah per tahun sekitar 26.000 ha.
Nusron mengatakan, Bank Tanah saat ini menyimpan potensi tanah terlantar sekitar 1,3 juta ha. Menurut dia, itu bisa dimanfaatkan untuk membangun jutaan rumah bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
"Jadi sebetulnya proyek rumah MBR itu membutuhkan lahan Sebesar 26.000 ha. Kita mempunyai potensi cadangan tanah terlantar itu 1,3 juta ha yang bisa digunakan untuk perumahan," ujar Nusron dalam sesi media gathering di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, dikutip Jumat (29/11).
Hanya saja, ia menambahkan, tidak semua lahan dari total 1,3 juta ha tersebut bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah. Dari data yang sudah teridentifikasi, hanya 79.925 ha di antaranya bisa dipakai untuk permukiman. Sementara 209.780 ha lainnya untuk kepentingan pangan, dan 564.957 ha untuk transmigrasi.
"Baru 854.000 ha yang teridentifikasi penggunaannya. Selebihnya masih dikorek untuk identifikasi penggunaannya. Tapi dari total itu, potensinya 1,3 juta (ha). Jadi menurut hemat saya, rasa-rasanya tanahnya cukup untuk menopang 3 juta rumah" jelas Nusron.
Kebutuhan Lahan Paling Banyak di Pulau Jawa
Di luar ketersediaan tanah, Nusron menyinggung program pembangunan 3 juta rumah dihadapi kendala tata ruang. Pasalnya, Pulau Jawa memakan kebutuhan lahan paling banyak untuk pembangunan kawasan perumahan.
Namun, itu berpotensi berbenturan dengan area persawahan, dalam bentuk Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) maupun Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B).
"Soal permukiman itu adalah soal isu tata ruang. Kenapa? Karena kalau kita mengejar masalah isu pemukiman, biasanya kan di Pulau Jawa, sama kota-kota besar di luar pulau Jawa, itu pasti akan memakan LSD, bahkan memakan KP2B," terangnya.
Ditekankan Nusron, pemerintah tidak akan mengorbankan sawah untuk pembangunan rumah. Lantaran sawah jadi salah satu kunci utama untuk mengejar program prioritas Presiden Prabowo Subianto, yakni swasembada pangan.
"Nah solusinya apa? Mengacu pada aturan, kalau ada sawah yang dipakai untuk kepentingan pemukiman atau kawasan industri, solusinya kabupaten setempat harus menggantikan sawah dengan jumlah produktivitas yang sama," pintanya.
"Di Pulau Jawa rasa-rasanya sudah tidak mungkin. Mau buka sawah dimana lagi di Pulau Jawa? Mau gunung dirobohkan jadi sawah? Mau tidak mau mau cari provinsi yang lain, di dalam kabupaten yang sama, tapi masih dalam satu provinsi kalau memungkinkan," urai Nusron.