Pemprov DKI larang rapat di hotel, kecuali terlanjur booking
"Dimulai 1 Desember, kecuali atau apabila SKPD sudah booking hotel tanggal 10 November untuk 2 Desember seterusnya."
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menerima surat edaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penghematan anggaran pejabat DKI Jakarta. Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Heru Budi Hartono mengatakan, surat edaran tersebut sudah diterima sejak Senin (1/12) lalu.
Setelah itu, kata Heru, pihaknya segera memberitahukannya kepada seluruh SKPD DKI Jakarta. Namun tetap ada toleransi untuk beberapa hal.
"Sudah ada edarannya 1 Desember lalu. Dimulai 1 Desember, kecuali atau apabila SKPD sudah booking hotel tanggal 10 November untuk 2 Desember atau seterusnya, nanti mereka kena denda dong," ungkapnya di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (3/12).
Sebagai penerapannya, SKPD DKI Jakarta dilarang untuk melakukan rapat atau pertemuan di hotel. Bahkan acara keluar kota juga akan dipangkas. Namun, Heru tidak memungkiri pentingnya gathering atau outbound untuk dinas-dinas. Tetapi sebaiknya acara semacam ini dilakukan hanya satu kali dalam setahun.
"Seperti sebulan lagi, outbound lagi Kabid atau Kasudin. Gak usah. Outbound aja orang-orang yang tidak sama visi, tidak sama misi suruh outbound. Yang sering masuk siang, suruh aja outbound, suruh terjun dari sungai," terangnya.
Tetapi mantan Wali Kota Jakarta Utara ini mengutarakan, penggunaan hotel masih mungkin dilakukan. Terutama untuk menjamu tamu dari luar negeri. Walaupun begitu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih cenderung untuk menggunakan fasilitas milik Pemprov DKI Jakarta.
"Kata Pak Gubernur menjamu boleh sesekali di hotel, tapi biasa dijamu di sini (Balai Kota DKI Jakarta) juga seneng. Di rumah dinas juga bagus. Katanya rumah dinas mau didesain antik dalemnya," kata Heru.
Sedangkan, mengenai aturan yang dikeluarkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, hanya boleh mengundang 400 orang dalam acara pernikahan atau selamatan lainnya, belum diketahui Heru. Namun secara pribadi sebagai pejabat DKI, dia menolak adanya aturan instruksi tersebut.
Heru beralasan, terlalu memperumit diri ketika Pemprov DKI Jakarta harus mengawasi hal tersebut. Sebab, sudah ada mekanisme yang jelas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu mengawasi pejabat setiap mengadakan pernikahan atau selamatan.
"May 1.000 mau 2.000 terserah aja. Kira-kira dia (pejabat DKI) sanggup gak membiayai itu. Tapi kalau saya, pendapat pribadi saya gak setuju," tegasnya.
Dia menambahkan, penghematan dari pemotongan anggaran rapat akan signifikan. Tetapi berapa anggaran yang dapat dihemat, Heru belum mengetahuinya. "Besar tapi saya gak bisa itung. Nanti saya hitung," tutupnya.