Prestasi Bang Ali membangun Jakarta
Salah satu prestasi yang menonjol, Bang Ali berhasil membangun Jakarta sebagai 'kampung besar'.
Ketika resmi menjabat orang nomor satu di DKI Jakarta pada 28 April 1966, Ali Sadikin dihadapkan pada kondisi ibu kota yang kurang baik. Mulai dari birokrasi pemerintahan daerah sampai soal pembangunan kota. Kondisi dan tata kerja organisasi pemerintah tidak memungkinkan dimaksimalkan untuk menyelesaikan segudang masalah yang jadi beban ibu kota.
Untuk membangun Jakarta yang disebut kampung besar, Bang Ali sapaan akrabnya, dibuat pusing karena anggaran belanja Jakarta pada tahun itu cuma Rp 66 juta, itu pun sudah termasuk suntikan dana dari pemerintah pusat. Anggaran itu dinaikkan menjadi Rp 266 juta, tapi masih saja jauh dari kebutuhan pembangunan infrastruktur dan fasilitas perkotaan.
-
Kapan Alimin bin Prawirodirjo lahir? Lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tahun 1889, pria yang kerap disapa Alimin ini terlahir dari kalangan keluarga miskin.
-
Apa yang dilakukan Syahrini di Jakarta? Tidak ada perubahan, Syahrini selalu terlihat anggun dan menenangkan sekali.
-
Siapa Pak Sadimin? Di Desa Gempol hiduplah seorang saksi sejarah yang diperkirakan sudah berusia 105 tahun bernama Pak Sadimin.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Siapa saja yang diarak di Jakarta? Pawai Emas Timnas Indonesia Diarak Keliling Jakarta Lautan suporter mulai dari Kemenpora hingga Bundaran Hotel Indonesia. Mereka antusias mengikuti arak-arakan pemain Timnas
Bang Ali mulai mencari solusi mengatasi kendala yang dihadapi dalam pembangunan Jakarta baik pembangunan ekonomi maupun sosial budaya. Salah satu solusi yang paling kontroversial mengatasi keterbatasan pemasukan daerah adalah melegalkan perjudian. Bang Ali melegalkan judi demi menambah pundi-pundi pendapatan daerah dari pajak.
Tak hanya itu, warga Jakarta saat itu pasti masih ingat kebijakan Bang Ali melokalisasi pelacuran Kramat Tunggak dan membuka tempat hiburan malam. Meski menimbulkan beragam kecaman, tapi Bang Ali berhasil menarik pajak untuk pembangunan ibu kota.
Bang Ali cukup berhasil menyulap Jakarta menjadi kota metropolitan meski anggarannya terbatas. Sejarawan Ridwan Saidi menceritakan, saat memimpin Jakarta, Bang Ali cukup gencar membangun kota dengan proyek-proyek buah pikirannya. Pada 1968 Bang Ali membangun Taman Ismail Marzuki sebagai pusat pengembangan kesenian dan kebudayaan. Tempat ini dibangun untuk menampung segala kegiatan kesenian masyarakat.
"Salah satu prestasi yang menonjol oleh beliau, berhasil membangun kampung Jakarta," ujar Ridwan Saidi saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (18/3).
Di bawah komando Bang Ali, kata dia, Jakarta mengalami banyak perubahan. Bang Ali dikenal sebagai gubernur yang keras namun membangun kota dengan manusiawi. Ridwan melanjutkan, Bang Ali menyediakan tempat hiburan bagi warga Jakarta. Mulai dari Kebun Binatang Ragunan, Taman Impian Jaya Ancol, Monas, hingga pelestarian budaya Betawi di Condet.
"Menyelenggarakan pekan raya Jakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Jakarta Fair, membangun persepakbolaan Persija dan lain-lain," katanya.
Namun bukan berarti Bang Ali tidak berhadapan dengan persoalan politik dalam pembangunan kota. Contohnya saat Bang Ali mengeluarkan kebijakan melarang beroperasinya becak karena terlalu banyak berkeliaran di Jakarta.
Kebijakan itu menimbulkan gejolak di ibu kota. Apalagi dengan predikat sebagai ibu kota negara, Jakarta menjadi barometer dan pusat kegiatan politik serta organisasi masyarakat. Tapi Bang Ali cukup terbantu karena kebijakan itu lahir di era orde baru di mana masyarakat takut mengkritik kebijakan pemerintah. Mau tidak mau menuruti kebijakan pemerintah.
"Dia juga pernah berantas becak dan taksi jam-jaman. Memang saat itu mengalami guncangan. Tapi pada zaman orde baru tidak bisa dilawan, Bagaimana mau melawan, nanti di door," kata Ridwan Saidi.
(mdk/noe)