PSI: Anies Tak Tegas, Jakarta Kebanjiran
Dia mengatakan, masalah besar di Jakarta salah satunya adalah daerah aliran sungai (DAS) yang semakin menyempit akibat dari menjamurnya hunian liar. Hal itu, menurutnya, yang menjadi salah satu penyebab makin parahnya banjir tersebut.
Salah satu penyebab banjir di Jakarta dinilai adalah karena tak ada sikap tegas dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Terutama untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sejak awal.
"Kalau tidak ada pekerjaan yang detail dan sikap yang tegas, tidak akan ada perkembangan baik, termasuk enggak mau koordinasi sama PUPR, termasuk enggak melakukan pembebasan lahan," kata Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Solidaritas Indonesia, Rian Ernest, Kamis (2/1).
-
Di mana banjir terjadi di Jakarta? Data itu dihimpun hingga Jumat 15 Maret 2024 pada pukul 04:00 WIB. "Kenaikan status Bendung Katulampa dan Pos Pantau Depok menjadi Siaga 3 (Waspada) dari sore hingga malam hari serta menyebabkan genangan di wilayah DKI Jakarta," kata Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3).
-
Siapa yang menangani banjir di Jakarta? Dia menjelaskan, BPBD DKI Jakarta mengerahkan personel untuk memonitor kondisi genangan di setiap wilayah dan mengkoordinasikan unsur Dinas SDA, Dinas Bina Marga, Dinas Gulkarmat untuk melakukan penyedotan genangan dan memastikan tali-tali air berfungsi dengan baik bersama dengan para lurah dan camat setempat. "Genangan ditargetkan untuk surut dalam waktu cepat," ujar dia.
-
Siapa yang dijemput Anies Baswedan? Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan mendatangi kediaman Calon Wakil Presiden (Cawapres) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di Jalan Widya Chandra IV Nomor 23, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
-
Apa yang dikatakan Anies Baswedan dalam video yang beredar? "Dengan kekalahan saya pada pemilu presiden yang lalu, saya memutuskan untuk menjadi gamer," Anies terlihat mengatakan hal itu dalam sebuah video yang beredar."Untuk itu saya akan memperkenalkan gim yang saya mainkan, Honor of Kings."
-
Apa berita bohong yang disebarkan tentang Anies Baswedan? Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi sasaran berita bohong atau hoaks yang tersebar luas di media sosial. Terlebih menjelang Pilkada serentak 2024.
-
Kapan Anies Baswedan dilahirkan? Ia lahir pada tanggal 7 Mei tahun 1969, di Desa Cipicung, Kuningan, Jawa Barat.
Dia mengatakan, masalah besar di Jakarta salah satunya adalah daerah aliran sungai (DAS) yang semakin menyempit akibat dari menjamurnya hunian liar. Hal itu, menurutnya, yang menjadi salah satu penyebab makin parahnya banjir tersebut.
Rian juga menyayangkan sikap Anies yang enggan meneruskan program normalisasi dari pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR. Padahal, menurutnya, program itu menjadi solusi untuk mengurangi banjir.
"Paling tidak mengurangi dampak banjir. Kalau normalisasi dijalankan secara konsekuen harusnya dampak kerusakannya tidak semasif seperti sekarang. Karena faktanya 2016 lalu berkurang titik rawan banjir dari 480 titik jadi 80 titik," ujar Rian.
"Kita lihat kemarin di Plaza Senayan banjir. Terus daerah-daerah yang enggak pernah banjir tiba-tiba banjir. Nah ini ada apa. Oke lah curah hujan ekstrem, tapi kan kita juga dulu pernah ekstrem hujannya," sambungnya.
Rian menilai, program naturalisasi yang digagas Anies sama sekali tidak menjadi solusi dalam mengatasi banjir Jakarta. Pasalnya, program itu tidak cocok untuk diterapkan di DKI.
"Jadi sebenarnya yang Pak Anies sampaikan soal naturalisasi yang mencontoh Singapura itu tidak bisa diterapkan di Jakarta. Karena kalau di Singapura tak ada penghuni bantaran sungai secara liar. Apa yang disampaikan Pak Anies itu enggak aple to aple dengan di Jakarta," tandasnya.
Sementara itu, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menilai, banjir yang melanda Jakarta itu bisa menjadi puncak kemarahan publik terhadap kepemimpinan Anies. Kemudian, menurutnya, kemarahan publik akan berbuah melahirkan krisis kepercayaan yang meluas.
"Bahkan akan berakhir dengan gerakan pemakzulan Anies Baswedan dari kursi Gubernur DKI Jakarta melalui pernyataan pendapat atau Hak Angket DPRD DKI Jakarta," katanya.
Meski sudah memimpin selama dua tahun, kata Petrus, namun Anies terkesan gagal mengatasi masalah banjir. Publik, lanjut dia, sudah mulai gerah dan kehilangan kesabaran untuk menunggu sampai 2022.
"Karena persoalan ketidakbecusan Anies Baswedan dalam mengelola Pemerintahan DKI Jakarta tidak bisa ditutupi lagi. Kasus munculnya anggaran siluman yang ditemukan oleh DPRD DKI Jakarta meski kemudian dikoreksi, hal itu pertanda publik mampu melihat ada kongkalikong antara eksekutif dan beberapa anggota DPRD DKI dalam mempermainkan uang rakyat," ujarnya.
Dia melanjutkan, Anies melakukan pemangkasan anggaran Pemda DKI Jakarta tahun 2018 untuk penanggulangan banjir sebesar Rp242 miliar dan anggaran pengendalian banjir sebesar Rp500 miliar tahun 2019.
Kemudian anggaran untuk pembebasan lahan waduk dan kali dari yang disediakan sebesar Rp850 miliar hanya dialokasikan sebesar Rp350 miliar. Padahal, menurutnya, kebijakan pemangkasan anggaran ini merupakan perbuatan melanggar hukum yang merugikan negara dan warga DKI Jakarta.
"Karena seluruh aktivitas ekonomi, sosial dan politik negara dan warga masyarakat di ibu kota terganggu, kerusakan jalan dan fasilitas umum lainnya secara masif jelas melahirkan stagnasi sehingga melahirkan beban biaya baru yang harus ditanggung negara akibat Anies Baswedan salah urus Jakarta," ungkap dia.
Kebijakan memangkas anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBD melalui Perda merupakan penyimpangan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Hal itu, menurutnya, melahirkan kebijakan yang bertentangan dengan hukum terutama ketentuan pasal 34 UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara dan asas-asas umum pemerintahan yang baik yang harus ditaati oleh semua pejabat pemerintah.
Ketentuan pasal 37 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara sendiri menyatakan bahwa Menteri atau Pimpinan Lembaga atau Gubernur atau Bupati atau Wali Kota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam UU Tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai ketentuan undang-undang.
Selain dipidana sebagaimana diancam dengan UU Keuangan Negara, maka Gubernur juga dapat diberhentikan berdasarkan ketentuan UU No 23 Tahun 2014 Pasal 76 dan 78, bila melakukan sejumlah pelanggaran.
(mdk/fik)