Ray Rangkuti: Interpelasi Terhadap Anies Agar Warga Jakarta Tahu Apa Masalah Banjir
Dia menilai, sebatas mengandalkan sedotan pompa dan mengeruk aliran sungai hanya bersifat sementara dalam penanganan banjir. Banjir selalu akan datang, sekalipun waktu tergenang banjirnya lebih dapat dikurangi.
Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima Indonesia), Ray Rangkuti mendukung upaya agar DPRD DKI Jakarta menggunakan hak interpelasinya terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan. Sehingga warga ibu kota mengetahui kendala penanganan dan permasalahan banjir Jakarta.
Sebelumnya,Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta mengajukan hak interpelasi terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan atas penanganan banjir. Wakil Ketua Fraksi PSI Justin Untayana menganggap Anies lalai menangani banjir.
-
Siapa yang dijemput Anies Baswedan? Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan mendatangi kediaman Calon Wakil Presiden (Cawapres) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di Jalan Widya Chandra IV Nomor 23, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
-
Kapan Anies Baswedan dilahirkan? Ia lahir pada tanggal 7 Mei tahun 1969, di Desa Cipicung, Kuningan, Jawa Barat.
-
Siapa kakek dari Anies Baswedan? Sebagai pria berusia 54 tahun, Anies Baswedan adalah cucu dari Abdurrahman Baswedan, seorang diplomat yang pernah menjabat sebagai wakil Menteri Muda Penerangan RI dan juga sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia.
-
Apa yang dikatakan Anies Baswedan dalam video yang beredar? "Dengan kekalahan saya pada pemilu presiden yang lalu, saya memutuskan untuk menjadi gamer," Anies terlihat mengatakan hal itu dalam sebuah video yang beredar."Untuk itu saya akan memperkenalkan gim yang saya mainkan, Honor of Kings."
-
Apa berita bohong yang disebarkan tentang Anies Baswedan? Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi sasaran berita bohong atau hoaks yang tersebar luas di media sosial. Terlebih menjelang Pilkada serentak 2024.
-
Siapa kakek buyut dari Anies Baswedan? Umar merupakan kakek buyutnya.
"Saya kira bagus juga langkah ini ditempuh oleh PSI. Agar penyelesaian penanganan banjir tidak seperti tambal sulam. Warga Jakarta tentu perlu tahu, apa masalah yang dihadapi sehingga seolah penanganan banjir seperti jalan di tempat," katanya saat dihubungi merdeka.com, Jumat (26/2).
Dia menilai, sebatas mengandalkan sedotan pompa dan mengeruk aliran sungai hanya bersifat sementara dalam penanganan banjir. Banjir selalu akan datang, sekalipun waktu tergenang banjirnya lebih dapat dikurangi.
"Tentu dibutuhkan solusi lebih dari sekedar memendekan waktu banjirnya, tapi juga memastikan banjir Jakarta tidak terulang dalam kondisi apapun. Sebab, masalah banjir Jakarta sudah diprediksi sejak lama. Bahkan sejak zaman VOC berkuasa," ujarnya.
Jika terlaksana, Ray mengungkapkan, DPRD DKI Jakarta perlu mempertanyakan mengenai komunikasi Pemprov DKI dan pemerintah pusat mengenai penanganan banjir. Pasalnya telah banyak program ditawarkan untuk mencegah banjir, namun hasilnya masih belum berbuah manis.
"Perlu juga menanyakan mengapa hubungan dengan pemerintah pusat seperti tidak berjalan, kurang koordinasi dan malah saling menyalahkan. Pun begitu dengan pemda sekitaran DKI. Berbagai proyek penanggulangan banjir yang sudah dicanangkan jauh hari, mengapa harus mandeg," terangnya.
"Termasuk di dalamnya adalah soal apa yang disebut normalisasi. Seperti apa, sudah dilaksanakan atau belum, mengapa kalau pilihannya normalisasi kok airnya tetap di pompa. Di pompa ke mana, di buang di mana? Kalau tokoh akhirnya dibuang ke laut, mengapa tidak dibuat saja saluran yang mengalirkan limpahan air langsung ke laut. Pertanyaan-pertanyaan tadi layak diungkap dalam forum interpelasi itu," tutup Ray.
Sementara itu, PSI mengkritisi ketidakjelasan masterplan penanggulangan banjir, ketidakseriusan pembebasan lahan normalisasi, dan kebingungan kosa kata serta mandeknya normalisasi maupun naturalisasi sungai yang tidak ada kemajuan sama sekali. Padahal, kata Justin, Anies telah menjabat selama 3,5 tahun, namun justru mendorong revisi RPJMD untuk menghapus normalisasi dari RPJMD.
"Sampai dengan saat ini Bapak Gubernur sudah menjabat kurang lebih sekitar 3,5 tahun tapi program-program pencegahan banjir seperti tidak ada kemajuan," tukasnya.
Pemprov DKI yang dikomandoi Anies juga dianggap lamban melakukan pembebasan lahan yang bertujuan normalisasi sungai. Ini pula menurut Justin penyebab utama terhambatnya upaya Kementerian PUPR melakukan pekerjaan konstruksi di lapangan.
"Saat itu, Pemprov DKI tidak bersedia mencairkan anggaran normalisasi dengan alasan defisit. Tapi di Desember 2019 dan Februari 2020, Gubernur malah mencairkan anggaran commitment fee Formula E sebesar Rp 560 miliar. Bertahun-tahun anggaran banjir tidak menjadi prioritas sama sekali," tutur Justin.
Justin menyoroti tidak adanya solusi dari Anies. Justru, Anies dianggap hanya membicarakan tentang penyebab banjir dan evakuasi korban banjir. Seperti saat menjelaskan penyebab banjir di Kemang, Jakarta Selatan karena Kali Krukut yang meluap.
"Saat terjadi banjir di Kemang pada tahun 2016, Dinas Sumber Daya Air dan Dinas Cipta Karya telah mendata ratusan bangunan di Kemang yang akan ditertibkan untuk melebarkan Kali Krukut menjadi 20 meter. Tapi rencana ini berhenti di pemerintahan Anies Baswedan," ucapnya.
(mdk/fik)