Sumarsono berkukuh tunda lelang mendahului senilai Rp 4,4 triliun
Sumarsono berkukuh tunda lelang mendahului senilai Rp 4,4 triliun. Soni ini mengatakan, telah meminta penjelasan dari Kepala Badan Pengadaan Barang dan Jasa. Walaupun mereka berpegang kepada Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang Pemerintah, dia memastikan akan menunda lelang tersebut.
Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono tetap bersikeras untuk menunda sementara lelang mendahului 14 kegiatan yang masuk dalam jadwal lelang. Sebab sampai saat ini belum ada Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUAPPAS) yang disepakati antara eksekutif dan legislatif.
Sumarsono atau akrab disapa Soni ini mengatakan, telah meminta penjelasan dari Kepala Badan Pengadaan Barang dan Jasa. Walaupun mereka berpegang kepada Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang Pemerintah, dia memastikan akan menunda lelang tersebut.
Untuk diketahui dalam Pasal 73 ayat 2 PP tersebut menyebutkan lelang mendahului dapat dilakukan untuk kondisi tertentu.
"Saya tetap semua ditunda dulu sampai semua pembahasan KUA-PPS selesai, itu intinya. Dan memang ada argumentasi untuk hal yang sifatnya mendesak pelayanan yang sifatnya kontinyus yang kompleks membutuhkan perencanaan jangka panjang," katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (2/11).
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri ini menegaskan, penghentian ini bukan dikarenakan adanya tender fiktif. Penundaan lelang senilai Rp 4,42 triliun tersebut murni disebabkan kekeliruan prosedur yang dilakukan dalam proses lelang.
"Secara umum prosedur itu memang harus ada kebijakan umum anggaran dan pas penetapan plafon anggaran sementara yang disepakati antar eksekutif dan legislatif karena sebuah sistem politik pemerintahah daerah itu ya output titik awal ini adalah KUAPPAS. Jadi kalau KUAPPAS itu dokumen, jadi eksekutif menyiapkan kemudian DPRD menyetujui," tutup Sumarsono.
Sebelumnya, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Agus Prabowo mengatakan, penundaan ataupun penghentian lelang pengadaan barang dan jasa justru berpotensi menghambat penyerapan anggaran. Padahal, selama ini, proyek pembangunan sering tak selesai atau penyerapan anggaran tak optimal karena lelang terlambat.
"Pengadaan dan penetapan anggaran sering tak sinkron. Anggaran dimulai Januari dan harus selesai akhir Desember. Padahal, proses persiapan pengadaan hingga selesai membutuhkan waktu lebih panjang," katanya.
Selain proses yang membutuhkan waktu lebih dari 12 bulan, pengadaan kerap terganggu oleh keterlambatan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD DKI Jakarta tahun 2015, misalnya, baru ditetapkan pada Maret sehingga anggaran baru efektif digunakan pada April-Mei.
Penetapan perubahan APBD juga sering molor hingga September atau Oktober. Dengan sisa waktu yang hanya 2-3 bulan, pengadaan barang dan jasa tak bisa dilaksanakan dan pembangunan fisik tak bisa selesai.
Akibat keterlambatan penetapan APBD, sisa waktu kadang tak cukup untuk menyelesaikan perencanaan, pelelangan, hingga pengadaan. Kontraktor atau perusahaan penyedia pun berhitung waktu dan memilih untuk tidak ikut lelang.
Menurut Agus, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah lahir untuk mengatasi ketimpangan itu. Percepatan lelang bisa ditempuh untuk mengefektifkan penyerapan anggaran. Jika perencanaan dan lelang selesai sebelum akhir tahun, proyek bisa dimulai awal tahun dan selesai sebelum tahun anggaran berakhir.
Lelang dini, kata Agus, tidak berpotensi menimbulkan kerugian daerah ataupun negara. Sebab, kontrak ditandatangani setelah penetapan anggaran. Jika anggaran tidak disetujui DPRD atau anggaran tak tersedia, proyek bisa dibatalkan.