Duduk Perkara Rekening Pramono Diblokir Kantor Pajak Boyolali, Berujung Usaha Susu Miliknya juga Terpaksa Tutup
Pramono mulanya ingin mencairkan uangnya Rp670 juta. Sebagian dari uang itu milik 1.300 peternak sapi perah yang menjadi mitranya.
Nasib kurang menyenangkan dialami Pramono, pengusaha susu asal Kecamatan Mojosongo, Boyolali, Jawa Tengah.
Pemilik UD Pramono yang berada Desa Singosari itu terpaksa menutup usahanya, lantaran tak bisa beroperasi setelah rekening tempat usahanya diblokir oleh kantor pajak setempat.
"Aku sudah tidak sanggup," ujar pengepul susu sapi itu, seperti dikutip dari akun Instagram @undercover.id," Jumat (1/11).
Akibatnya uangnya senilai Rp670 juta di rekening salah satu bank BUMN tak bisa dicairkan. Padahal, sebagian dari uang itu milik 1.300 peternak sapi perah yang menjadi mitranya.
Berdasarkan keterangan unggahan tersebut, ribuan peternak tersebut tersebar di 5 kecamatan di Boyolali dan 1 Kecamatan Klaten. Nasib peternak pun terancam terpuruk. Pramono berpamitan pada para mitranya.
Ditemui awak media Pramono mengaku pasrah. Ia mengaku terkejut karena rekening miliknya diblokir oleh KPP Pratama. Padahal pada 2022 Pramono memperoleh penghargaan dari KPP Pratama Boyolali atas kontribusi PPH pasal 25 orang pribadi. Dia menerima penghargaan itu pada Agustus 2023.
Pemblokiran itu terkait dengan persoalan pajak terutang. Dia baru mengetahuinya saat datang ke bank menarik tabungan untuk pembiayaan usaha. Rencananya uang itu akan digunakan untuk membayar 1.300 petani dan peternak.
"Aku wes ra mampu (Saya sudah tidak sanggup). Dadi kulo ora nyalahke bank, ora nyalahke kantor pajek (Saya tidak menyalahkan bank dan KPP Pratama). Sing penting kulo ora mampu. (Kedua) tanganku ora mampu, keju kabeh, ra isoh nyambut gawe (Saya hanya sudah tidak mampu karena capek, tidak bisa kerja lagi)," ungkapnya.
Pramono juga mengaku sudah berpamitan dengan para petani dan peternak. UD Pramono tidak lagi menerima susu. Selain itu, dia juga sudah berpamitan dengan dua industri pengolahan susu (IPS).
Dia menjelaskan persoalan itu berawal pada 2020 silam. Petugas kantor pajak menagih pajak 2018. Nilai pajak yang harus dia tanggung mencapai Rp 2 miliar. Pramono mengajukan keberatan dan beban pajak diturunkan jadi Rp 671 juta
"Nominal itu masih memberatkan, karena itu di atas omzet saya. Saya juga tidak mengambil untung dari penjualan susu. Susu dari peternak dia beli sesuai harga dari IPS. Kemudian, setelah nego-nego. Jadi (Nilai pajak,Red) Rp200 juta. Jika Rp200 juta dibayar masalah pajak 2018 selesai semua," jelas dia.
Usai membayarkan uang tersebut, beberapa bulan kemudian dia kembali ditagih untuk kasus yang sama pada 2021. Dia mengaku tidak terlalu memahami soal pajak. Lantaran kembali ditagih padahal sudah membayarkannya, Pramono mengabaikannya. Usahanya tetap berjalan dan dia tetap patuh membayar pajak tahunan ke negara.
Kemudian pada awal Oktober ini, dia kembali menerima undangan ke Kantor Pajak untuk melunasi tanggungan pajak tersebut. Pramono diminta membayarkan pajak sebesar Rp110 juta. Hanya saja, dia lelah dengan masalah utang perpajakan yang tak kunjung rampung.
"Itungan pajak saya itu kan Rp670, tapi kemarin supaya memberikan Rp110 juta. Umpomo saya mbayar (Seumpama saya bayar pajak) Rp 110 juta itu selesai (Tidak diblokir). Saya tidak tahu, kenapa pajaknya berubah-ubah. Daripada saya bingung dan tidak bisa tentram lebih baik saya kembali bertani," tandasnya.
Atas kasus tersebut pemerintah Kabupaten Boyolali turun tangan. Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Boyolali, Insan Adi Asmono mengaku telah menerima aduan masyarakat terkait keresahan petani dan peternak sapi perah yang terkena imbas penutupan usaha Pramono.
"Iya benar, ada aduan yang kita teruskan ke Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) untuk ditindaklanjuti. Kita konfirmasi ke Pak Pramono dan ke kantor pajak," ungkap Insan Adi, Kamis (31/10).
Lanjut Insan Adi, Pemkab Boyolali mencoba memfasilitasi pertemuan untuk memediasi kedua belah pihak. Baik UD Pramono maupun KPP Pratama menjelaskan permasalahan dari perspektif masing-masing.
"Dari mediasi yang kita lakukan sementara belum ada titik temu. Tetapi mereka akan saling melakukan introspeksi. Yang diajak rapat itu tidak semua punya hak untuk mengambil keputusan," katanya.
Insan berharap permasalahan tersebut bisa secepatnya diselesaikan. Ia meminta kedua belah pihak bisa bersikap bijaksana dan yang berkewajiban pajak juga memiliki etikat baik," ungkapnya.
Kepada KPP Pratama ia juga meminta lebih bijaksana. Sebab, satu rekening yang diblokir ini justru berkaitan dengan hajat hidup 1.300 petani-peternak. Pemblokiran yang dilakukan otoritas pajak berpotensi mematikan UD. Secara otomatis turut merugikan petani dan petenak susu.
"Masih ada opsi-opsi yang dipertimbangkan masing-masing pihak. Pemerintah daerah tidak punya kewenangan apapun, hanya bisa memfasilitasikan pertemuannya. Kami masih berharap ini selesai dengan baik sehingga tidak merugikan petani," harapnya.