Resmi Dinyatakan Gulung Tikar, Ini Fakta Sejarah Pabrik Sritex di Sukoharjo
Pabrik Sritex resmi dinyatakan pailit pada Rabu (23/10). Dulunya, pabrik ini sempat menjadi yang unggul di Indonesia dan menerima berbagai penghargaan
Pada Rabu (23/10), pabrik tekstil legendaris di Jawa Tengah, PT Sri Rejeki Isman atau yang lebih dikenal dengan nama Sritex resmi dinyatakan pailit atau gulung tikar.
Ini terjadi setelah Pengadilan Niaga Kota Semarang mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan tekstil tersebut yang meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang yang sudah disepakati sebelumnya.
-
Bagaimana Kustini Sri Purnomo memperkenalkan batik khas Sleman? Guna memperkenalkan motif batik tersebut, Kustini mencetuskan gerakan Beli Batik Sleman pada tahun 2020.
-
Apa ciri khas batik Tarakan? Batik tarakan sendiri memiliki motif khas, yakni nuansa melayu yang sesuai dengan khazanah masyarakat Tidung.
-
Kapan Pabrik Gula Tasikmadu didirikan? Pabrik Gula Tasikmadu didirikan pada tahun 1871 oleh KGPAA Mangkunegara IV.
-
Di mana Pupuk Indonesia menampilkan artwear berbahan kantong pupuk? PT Pupuk Indonesia (Persero) bersama dengan Perkumpulan Istri Karyawan Pupuk Indonesia (PIKA-PI) ikut meramaikan Jember Fashion Carnaval (JFC) 2024 dengan menampilkan 22 artwear berbahan kantong pupuk di Jember, Jawa Timur, Sabtu (3/8).
-
Kapan Srimi diluncurkan? Inovasi Srimi yang di-launching pada 17 Desember 2023 itu merupakan dukungan dari Dinas Koperasi dan UMKM DIY sejak tahun 2021.
-
Bagaimana Mbok Mase merekrut perajin batik? Ketika berkecimpung dalam dunia usaha batik, Mbok Mase juga berperan dalam merekrut para perajin batik. Dalam merekrut perajin, ia banyak mengambil warga Kampung Laweyan.
“Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan salah sautu rencana perdamaian dan selanjutnya kurator yang mengatur rapat dengan para debitur,” kata Juru Biacara Pengadilan Niaga Kota Semarang, Haruno Patriadi.
Berikut selengapnya:
Sejarah Singkat Sritex
Didirikan oleh Lukminto, Pedagang di Pasar Klewer yang Putus Sekolah
Sritex didirikan oleh Lukminto salah seorang pengusaha baju yang berjualan di Pasar Klewer, Solo. Lukminto tumbuh di keluarga pedagang. Di masa remaja, Lukminto terbiasa berdagang di Pasar Klewer, Solo Jawa Tengah.
Saat itu Sritex masih berupa perusahaan perdagangan tradisional. Pada tahun 1968, perusahaan itu mendirikan pabrik cetak pertamanya dan menghasilkan kain putih dan berwarna di Solo.
- Cerita Serikat Pekerja Sritex Tetap Fokus Bekerja di Tengah Badai Pailit
- Jejak Pemilik Sritex yang Bikin Prabowo Putar Otak Selamatkan Ribuan Karyawan Terancam PHK Akibat Perusahaan Pailit
- Sritex Bangkrut, Pengusaha Harap Ini ke Pemerintah Soal Nasib Industri Padat Karya Dalam Negeri
- Akhir Nasib PT Sritex, Raja Tekstil Indonesia yang Kini Pailit
Setelah Gerakan 30 September pada tahun 1966, di mana rezim Orde Baru melarang segala hal yang berkaitan dengan budaya Tionghoa, Lukminto terpaksa menghentikan pendidikan di SMA Chong Hua Chong Hui.
Karena putus sekolah, Lukminto mengikuti jejak kakaknya, Ie Ay Djing, untuk berdagang di Pasar Klewer. Orang tuanya memberikan modal sebesar Rp100.000, jumlah yang sangat signifikan pada waktu itu.
Dengan modal tersebut, Lukminto membeli kain dari Semarang dan Bandung untuk dijual kembali di Pasar Klewer. Berkat kerja keras dan ketekunannya, bisnis Lukminto pun berkembang pesat.
Berdiri Tahun 1968
Ia berhasil membeli dua kios di Pasar Klewer untuk menjual berbagai produk tekstil. Pada tahun 1968, Lukminto mendirikan sebuah pabrik tekstil di Sukoharjo yang dinamakan UD Sri Rejeki Isman (Sritex).
Pada tahun 1978, peruhahaan itu terdaftar di Kementerian Perdagangan sebagai Perseroan Terbatas. Pada tahun 1982, Sritex mendirikan pabrik tenun pertamanya. Lalu pada tahun 1992, pabrik itu diperluas dengan 4 lini produksi yaitu pemintalan, penenunan, senetuhan akhir, dan busana dalam satu atap.
Produsen Seragam Militer NATO dan Deretan Penghargaan
Pada tahun 1994, Sritex menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman. Saat krisis moneter terjadi di Indonesia pada tahun 1998, Sritex justru berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai dengan 8 kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi tahun 1992.
Pada tahun 2014, Iwan S. Lukminto menerima penghargaan sebagai Businessman Of The Year dari Majalah Forbes Indonesia dan sebagai EY Entrepreneur Of The Year 2014 dari Ernst & Young.
Pada tahun 2015, Sritex mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia sebagai Pelopor dan Penyelenggara Penciptaan Investor Saham Terbesar dalam Perusahaan. Pada tahun 2016, Sritex menerima penghargaan Best Performance List Companies dari Majalah Forbes dan penerbit terbaik dalam kategori Ragam Industri pada Bisnis Indonesia Award tahun 2016.
Utang Menumpuk
Pada tahun 2023, Stitex melakukan perombakan susunan komisaris dan direksi dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Dalam rapat itu, para pemegang saham menyetujui pemberhentian secara hormat seluruh dewan komisaris dan dewan direksi lama antara lain Megawati sebagai komisaris dan Sudjarwadi sebagai komisaris independent.
Dikutip dari Liputan6.com, perombakan susunan komisaris dan direksi dilakukan karena perusahaan tersebut harus bertahan di tengah tumpukan utang. Mengutip laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Perseroan mencatat liabilitas sebesar USD 1,59 miliar atau setara dengan Rp24,14 triliun hingga September 2022. Liabilitas itu lebih rendah dari periode Desember 2021 sebesar USD 1,63 miliar atau sekitar Rp 24,7 triliun.
Perseroan juga mencatat lonjakan liabilitas atau utang jangka panjang menjadi USD 1,41 miliar atau sekitar Rp 21,4 triliun Desember 2021 hingga September 2022 sebesar USD 54,42 juta atau sekitar Rp 826,12 miliar.
Dampak Bagi Karyawan
Pada bulan Januari 2022 PT Sritex digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, yang mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Pengadilan Niaga Kota Semarang mengabulkan gugatan PKPU terhadap PT Sritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu, PT Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon karena dianggap tidak penuhi kewajiban pembayaran utang yang sudah disepakati.
Dengan bangkrutnya Sritex, ribuan karyawan yang bekerja di bawah perusahaan induk dan anak perusahaannya berpotensi terdampak secara langsung. Selain itu langkah hukum akan menjadi hal memberikan dampak buruk bagi industri tekstil secara keseluruhan, terutama di tengah persaingan ketat dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu.