Bola Panas RUU PKS di Parlemen
Dari judul hingga batang tubuh RUU PKS jadi poin perdebatan. Sebagai anggota parlemen merasa isi mengandung banyak poin sensitif.
Pertarungan pandangan mendorong Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) kencang di internal DPR. Lobi-lobi tak berjalan mulus. Belum sampai ke titik temu. Justru perbedaan pandangan masih meruncing.
Babak baru muncul. Keluarnya RUU PKS dari dari Prolegnas 2020 menjadi penyebab. Alasannya beragam. Mulai dari persoalan definisi hingga pasal pidana dan pemidanaan dalam RUU tersebut yang harus menunggu RKUHP dibahas dulu. Intinya RUU PKS sulit dibahas saat ini.
-
Bagaimana rangsangan payudara memengaruhi gairah seksual wanita? Sebuah penelitian oleh Roy Levin dari University of Sheffield dan Cindy Meston dari University of Texas menemukan bahwa merangsang payudara atau puting payudara meningkatkan gairah seksual sekitar 82 persen dari wanita yang diikutsertakan dalam penelitian tersebut.
-
Apa bentuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa filsafat UGM? Dalam video itu, si pria mengaku ada delapan orang korbannya. Pria itu juga meminta maaf atas kekerasan seksual baik secara fisik maupun verbal yang telah dilakukannya.
-
Apa saja titik-titik rangsangan yang bisa memicu gairah seksual? Dalam hubungan intim, ada banyak cara untuk meningkatkan gairah dan kenikmatan, salah satunya adalah dengan menyentuh area tertentu di tubuh yang dikenal sebagai zona erogen. Zona erogen adalah area tubuh yang sangat sensitif terhadap rangsangan seksual dan dapat menimbulkan sensasi kenikmatan atau rangsangan ketika disentuh. Mengetahui titik-titik ini tidak hanya akan membuat pengalaman bercinta menjadi lebih menyenangkan, tetapi juga membantu kita lebih mengenal tubuh pasangan dengan lebih baik.
-
Kapan pelecehan seksual terhadap korban terjadi? Menurutnya, korban mengalami pelecehan seksual oleh pelaku selama kurun waktu enam bulan.
-
Bagaimana cara Fakultas Filsafat UGM menangani kasus pelecehan seksual? Pada prinsipnya Fakultas Filsafat UGM konsisten untuk penanganan kasus-kasus kekerasan seksual. Laporan tentang adanya korban dan lain sebagainya belum ada," urai Iva.
-
Bagaimana pelaku melakukan pelecehan seksual? Korban penyandang disabilitas tidak bisa berteriak atau menolak. Dia merasa takut dan ketergantungan," katanya.
Komisi VIII DPR sebagai penanggung jawab yang menarik RUU PKS dari Prolegnas. Mereka menyadari bahwa perbedaan pandangan masih tajam. Tiap fraksi pendukung maupun menolak, masih berdiri kokoh dengan argumennya masing-masing. Menolak sepakat atas berbagai poin di RUU PKS.
Dari judul hingga batang tubuh RUU PKS jadi poin perdebatan. Sebagai anggota parlemen merasa isi mengandung banyak poin sensitif. Persoalan terkait orientasi seksual juga jadi bahan diskusi. Bahkan sampai berujung ke diskusi soal LGBT.
"Nilai-nilai keagamaan di masing-masing agama yang dianut di republik ini," kata Ketua Komisi VIII Yandri Susanto kepada merdeka.com, Jumat pekan lalu.
Komisi VIII DPR RI secara resmi mengadakan rapat sekitar awal November 2019. Rapat internal tersebut dilakukan untuk merancang Undang-Undang apa yang akan diajukan ke badan Legislasi. Di antaranya RUU Lansia, RUU tentang Bencana, dan RUU PKS.
Sejak RUU PKS diusulkan masuk Prolegnas DPR pada 26 Januari 2016, pro kontra terhadap sudah muncul. Ada beberapa fraksi yang menginginkan ini diteruskan kembali pembahasannya. Di sisi lain, beberapa beberapa fraksi meminta supaya ditiadakan karena perlunya memprioritaskan pembahasan undang-undang lain.
Perbedaan pendapat yang masih tajam tersebut membuat Komisi VIII DPR akhirnya berfokus pada pembahasan RUU Bencana. Situasi Covid-19 turut mendorong agar RUU Bencana lebih diprioritaskan dibanding RUU PKS.
Di tengah ramai perdebatan, jalan tengah pun diambil. Yandri menyerahkan bola panas RUU PKS ke Baleg DPR pada 5 Mei 2020. Selama tahap pembahasan, RUU itu akhirnya dilengserkan dari Prolegnas pada awal Juli. DPR beralasan menggeser sebagai Prolegnas Prioritas pada 2021 nanti.
"Bukan komisi VIII yang mencoret dari prolegnas itu adalah badan Legislasi karena bolanya sudah di badan Legislasi dari beberapa RUU prolegnas prioritas tahun 2020 mana yang dikeluarkan dari prolegnas itu hak Baleg," ucap politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Ketua Baleg Supratman Andi Agtas justru berpendapat berbeda. Pihaknya merasa Komisi VIII DPR yang meminta penarikan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas. Ini dikarenakan masih menunggu pengesahan RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) lantaran akan sangat terkait dari sisi penjatuhan sanksi.
Belum disahkannya RUU KUHP, menurutnya, menjadi alasan Komisi VIII menarik RUU PKS. "Jadi itu alasannya kenapa komisi VIII DPR menarik RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual," ucap Supratman.
Dikeluarkannya RUU PKS dari Prolegnas membuka babak baru. Para partai yang mendukung RUU PKS mulai menyusun strategi untuk melobi fraksi-fraksi lain agar mau satu suara. Sejauh ini, memang partai PAN dan PKS keras menolak wacana RUU PKS.
Kondisi itu menjadi perhatian serius. Ketua Fraksi NasDem Taufik Basari tidak menampik adanya pertarungan pandangan cukup kencang dalam pembahasan RUU PKS. Kondisi ini membuat RUU tersebut menjadi kontroversial.
Ada dua kelompok. Pertama, pihak yang ingin menempatkan kesetaraan gender, perlindungan terhadap kelompok-kelompok marjinal lemah. Sedangkan kelompok lain merasa bahwa gender tertentu harus lebih unggul.
Menurut Taufik, sejak awal NasDem memang mendorong agar RUU Penghapusan Kekerasan ini bisa dan disahkan menjadi UU. Sayangnya sejak dibahas pada periode 2014-2019, belum juga selesai.
Ketika memasuki periode 2019-2024, pihaknya mengajukan RUU PKS sebagai satu RUU yang jadi usulan dari anggota Fraksi Nasdem. Saat itu, lanjut dia, sudah disepakati bahwa RUU PKS masuk prolegnas dan masuk prolegnas prioritas sebagai usulan Fraksi Partai Nasdem.
Tapi ketika ada pembahasan ulang terhadap prolegnas prioritas, RUU PKS diminta Komisi VIII DPR. Kemudian berubah menjadi usulan dari Komisi VIII DPR. Dengan alasan itu, Taufik menyebut bahwa NasDem yang awalnya menjadi inisiator tidak bisa menjadi motor untuk mendorong ini dibahas di Baleg.
"Terakhir komisi VIII akhirnya menyatakan ingin mencabut atau mengeluarkan RUU PKS ini dari prolegnas prioritas. Tentu kita dari fraksi NasDem kecewa," ungkap Taufik.
Taufik Basari merasa pihaknya tidak mau hanya kecewa RUU PKS dilengserkan dari Prolegnas. Saat ini pihaknya sedang berupaya menggalang dukungan dari fraksi lain agar RUU PKS dapat kembali masuk ke prolegnas 2021. "Kemudian kita dorong untuk sekalian kita bahas di Baleg atau di pansus tidak usah balik ke Komisi."
Anggota Komisi VIII asal fraksi PDIP Diah Pitaloka merasa tak tertarik berdiskusi soal polemik maupun dinamika politik di DPR akibat RUU PKS. Sebagai partai yang tidak pernah bergeser posisinya sebagai pendukung RUU ini, dia lebih tertarik untuk membahas strategi ke depan.
Langkah ini penting demi menggolkan RUU PKS. Apalagi kehadiran RUU ini dirasa memberikan dukungan pada korban kekerasan seksual dalam mendapatkan keadilan tersebut.
Diah berharap lebih banyak lagi partai solid mendukung RUU PKS. Karena itu diperlukan konsolidasi dukungan dari level fraksi bahkan hingga partai politik. Diharapkan semua fraksi dapat memandang RUU PKS sebagai upaya untuk melindungi dan mendukung korban kekerasan seksual.
Diakui Diah, selama perdebatan RUU PKS justru mengesampingkan korban kekerasannya. Perdebatan sibuk tentang terminologi, kalimat dan lain-lain di draf tersebut. Sehingga muncul anggapan bahwa rancangan aturan penghapusan kekerasan seksual bukan hal baik bagi kemanusiaan.
"Karena anggotanya juga sudah pada ganti. Dan drafnya sudah ganti. Aku lebih tertarik strategi ke depan," ujar Diah.
Sedangkan ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Jazuli Juwani, enggan memberikan pendapatnya terkait pembahasan RUU PKS. Pihaknya menyerahkan semua pembahasan kepada Komisi VIII DPR.
Meskipun RUU PKS dikeluarkan dari Prolegnas, tidak berarti diskusi berhenti. Masih banyak pihak memiliki perhatian khusus pada RUU PKS.
Yandri yang juga Wakil Ketua Umum PAN merasa tidak mau kalau terkesan RUU PKS dikebut. Nantinya juga muncul anggapan bahwa seolah-olah ada pasal titipan. Justru pembahasan nantinya diharapkan bisa membuat aturan ini lebih bisa diterima banyak kelompok.
"Undang-undang itu dibuat bukan untuk gagah-gagahan. Bukan untuk pesanan. Bukan untuk bikin enak kelompok tertentu tapi menginjak kelompok yang lain. Bagi PAN begitu alasannya," ujar dia menjelaskan.
(mdk/ang)