Cara Belgia bangun generasi emas
Setelah absen 12 tahun dari panggung terbesar sepak bola dunia, Belgia kembali hadir 2014 di Brasil.
Bagi penikmat Piala Dunia 1986 di Meksiko, tentu tak hanya hafal nama seperti Diego Maradona, Zico, Karl Heinz Rummenigge atau Enzo Francescoli. Selain para bintang besar itu, generasi emas Belgia mencuri perhatian, dimotori antara lain Jean-Marie Pfaff (kiper), Enzo Scifo (gelandang), Eric Gerets (bek), dan Jan Ceulemans (gelandang serang).
Generasi kebanggaan Belgia itu mampu menembus semifinal sebelum dihentikan sang juara Argentina. Pada jalur ke semifinal, anak asuh Guy This menyisihkan Uni Soviet dan Spanyol di 16 besar serta perempat final.
Itulah prestasi terbesar sepak bola Belgia hingga saat ini. Belgia memang lolos terus pada Piala Dunia 1990, 1994, 1998, dan 2002 tetapi tak pernah menembus lebih tinggi dari 16 besar. Lebih mengenaskan lagi, Belgia absen pada Piala Dunia 2006 dan 2010.
Setelah absen 12 tahun dari panggung terbesar sepak bola dunia, Belgia kembali hadir 2014 di Brasil. Kali ini Belgia datang dengan sederet pemain-pemain berkualitas dunia.
Sederet pemain Belgia menyumbang berbagai macam gelar untuk klubnya musim ini. Sebut saja Thibaut Courtois dan Toby Alderweireld (gelar liga bersama Atletico Madrid), Vincent Kompany (gelr liga bersama Manchester City), Thomas Vermaelen (gelar Piala FA bersama Arsenal), Adnan Januzaj (Community Shield bersama Manchester United), Daniel van Buyten (gelar Bundesliga bersama Bayern Munich) dan Dries Mertens (gelar Copa Italia bersama Napoli).
Dari terpuruk 12 tahun hingga dilabeli kuda hitam, bagaimana sepak bola Belgia berbenah? Perubahan radikal sepak bola Belgia dimulai pada September 2006. Rancangan perombakan disusun Michel Sablon, bekas direktur teknik Asosiasi Sepak Bola Belgia.
Langkah pertama yang diambil, mengirim utusan mengamati pusat pelatihan pemain muda di Prancis, Belanda dan Jerman. Setelah pulang, tim pemantau menggodok aturan agar setiap tim usia muda di seluruh Belgia menerapkan formasi 4-3-3 yang cocok dan sering digunakan timnas. Sablon mencetak brosur lantas datang ke klub, sekolah sepak bola di seluruh pelosok Belgia. "Tak mudah mengubah kebiasaan mereka yang sudah bertahan bertahun-tahun," kata Sablon dikutip BBC.
Langkah kedua, tim usia muda tidak boleh fokus pada hasil. Studi 1.500 video pertandingan tim usia muda menunjukkan munculnya semangat menang adalah segalanya. Tradisi ini harus dihapus demi pengembangan pemain. Kompetisi usia 7-8 tahun tidak menggunakan klasemen sebagai penanda persaingan. "Tim usia muda tidak untuk memenangkan laga tetapi mengembangkan kemampuan pemain. Saat itu saya diserang media dan orang-orang di asosiasi," ujar Sablon.
Ketiga, Sablon membuat aturan jika seorang pemain naik kelompok umur, misalnya dari U-17 ke U-19, dia tidak boleh turun kelas. "Sekali melangkah naik kelas, mereka harus merasa yakin berada pada tahapan itu, tak boleh kembali lagi."
Vincent Kompany misalnya, hanya butuh dua laga di kelompok usia U-19, tiga laga di kelompok usia U-21 dan langsung bergabung dengan timnas senior. Dia tak boleh turun umur sepenting apapun turnamen yang akan dihadapi. (Coba anda bandingkan dengan yang terjadi di Indonesia)
Tiga tahun kemudian keajaiban dirasakan Sablon. Anak-anak muda berbakat dikumpulkan dalam delapan sekolah sepak bola terpusat yang didanai pemerintah. Dari mereka lahir nama-nama seperti Dries Mertens (Napoli), Axel Witsel (Zenit St Petersburg), Mousa Dembele (Tottenham Hotspur), dan Simon Mignolet (Liverpool).
Mereka inilah yang disebut generasi emas baru Belgia. Lawan Aljazair Selasa (17/6) malam ini akan menjadi awal perjalanan generasi emas Belgia di Piala Dunia 2014.
Lalu, seberapa jauh kiprah Belgia di Brasil? Benarkah mereka kuda hitam? Melihat kualitas teknik, taktik, fisik para pemain jelas Belgia layak dilabeli kuda hitam. Persoalannya hanya tinggal faktor pengalaman. Dari 23 pemain cuma Daniel van Buyten yang berpengalaman di laga Piala Dunia. Maka itu banyak pula yang berpandangan, pada 2018, Belgia bukan cuma kuda hitam tetapi potensial sebagai unggulan.