Faktor Agung dalam kisruh PSSI
Tidak mungkin polisi Palangkaraya menyegel ruang kongres tanpa perintah dari Jakarta.
Sesungguhnya sudah malas membicarakan kisruh PSSI. Secerdas apapun kita bahas, sebijak apapun kita sarankan, dan sekencang apapun kita berteriak; toh damai atau tidak, selesai atau tidak, tetap bergantung kepada mereka, para pihak yang berkisruh.
Saya termasuk orang yang sedari awal - ketika terjadi kemelut kepengurusan Nurdin Halid saat yang bersangkutan di dalam sel penjara - berpandangan, lebih baik PSSI dibubarkan sementara, mundur dari FIFA, berbenah dalam dua tiga tahun, lalu maju lagi di forum internasional.
Jika hal itu dilakukan lima atau enam tahun lalu, saat ini PSSI sudah jadi organisasi baru, penuh vitalitas, punya visi dan misi jelas. Dukungan publik yang luar biasa, menjadikan organisasi kuat sekaligus mampu menghasilkan tim nasional tangguh.
Namun semua itu tidak terjadi. Presiden SBY menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang baik, membiarkan PSSI menyelesaikan kemelut internal. Usaha Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menekan Nurdin Halid mundur pun tak membuahkan hasil, karena sikap "wise" presiden.
Nasi sudah menjadi bubur, dan bertahun-tahun membusuk. Masih untung kalau bisa jadi rabuk, kisruh PSSI kian bau dan membuat malu bangsa dan negara.
Bukan soal prestasi tim nasional yang terpuruk, tapi laku orang-orang yang mengklaim diri pengurus sepak bola nasional: menjadikan pelaku kriminal sebagai pemimpin organisasi, kongres yang melibatkan tentara, melarang pemain masuk tim nasional, membentuk tim nasional tandingan, membiarkan pemain asing telantar hingga mati, dll.
Semua itu memang tidak lepas dari kebijakan FIFA. Ya, sebetulnya banyak orang mafhum, organisasi internasional ini dikenal sebagai kumpulan bajingan juga. Jadi, kalau kemudian menelorkan bajingan dan kekisruhan di beberapa negara anggotanya, ya logis saja.
Masalahnya kembali ke negara yang bersangkutan, mau tidak jadi ajang pertikaian para bajingan itu? Di sinilah ketegasan pemimpin nasional dibutuhkan, tapi itu yang tidak kita punyai. Takut dikeluarkan dari FIFA, PSSI malah jadi gak karu-karuan.
FIFA terbukti gagal menyelesaikan kemelut PSSI. Masalah menjadi rumit karena Menteri Pemuda dan Olah Raga Agung Laksono menunjukkan sikap memihak kepada KPSI.
Memang dia mengaku tidak memihak, tidak memberikan rekomendasi kongres baik kepada KPSI maupun PSSI. Ya, tentu saja KPSI tidak butuh rekomendasi kongres, karena dia bukan organisasi resmi. Mau berbuat apapun silakan, tak berpengaruh ke FIFA. Yang butuh rekomendasi adalah PSSI, karena inilah organisasi yang masih diakui FIFA.
Jadi, dengan tidak memberi rekomendasi Kongres PSSI di Palangkaraya, sudah menunjukkan ke arah mana Agung berpihak. Apalagi kemudian polisi menyegel ruang hotel yang hendak dijadikan arena kongres.
Memang atas dasar apa polisi Palangkaraya menyegel ruang sidang kalau tidak ada perintah dari Jakarta. Memang jenderal polisi mana yang dengan tiba-tiba kasih perintah penyegelan, kalau tidak ada permintaan dari pejabat tinggi. Lalu kenapa juga kongres KPSI di Jakarta dibiarkan saja?
Agung Laksono jelas mengabaikan kehadiran utusan FIFA dalam Kongres PSSI Palangkaraya. Apakah dengan demikian, Agung bermaksud memanas-manasi FIFA agar PSSI dikeluarkan dari FIFA?
Jika memang maunya pemerintah atau Menpora Agung Laksono, PSSI dijatuhi sanksi oleh FIFA, mengapa kongres PSSI tidak diintervensi sekalian? Mengapa kongres di Palangkaraya hanya dipersulit, mengapa tidak dibubarkan sekalian?
Dalih Agung mengapa pihaknya tidak memberi rekomendasi Kongres PSSI Palangkaraya adalah karena PSSI tidak melakukan verifikasi peserta atau voter dengan benar. Tentu saja dalih Agung itu dibantah oleh PSSI. Mereka mengklaim telah mengundang voter dengan benar.
Tetapi percayalah, di sini bukan soal benar atau salah. Agung hanya berdalih, mungkin demikian juga dengan PSSI. Pada akhirnya toh yang menentukan bukan soal benar atau salah, tapi soal berkuasa atau tidak. Dan momen berkuasa itu kini ada di tangan Agung Laksono.
Dia adalah satu pemimpin Partai Golkar, partai di mana Nurdin Halid dan keluarga Bakrie berada di sana. Kita tunggu saja aksi konkret mereka selanjutnya, sambil menyaksikan sikap "wise" presiden.