Kader Golkar pernah embat duit proyek Alquran
Nama mantan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso juga sempat terseret dalam kasus ini.
Menjadi partai penguasa Orde Baru tak membuat Golkar puas. Pasca reformasi, masih saja banyak para kader di tingkat elite maupun daerah Golkar yang terjerat kasus korupsi. Bahkan, pengadaan proyek Alquran pun dilihat menjadi salah satu ladang korupsi buat kader partai berlambang pohon beringin ini.
Masih segar dalam ingatan publik ketika kader Golkar, Zulkarnaen Djabar (ZD) terlibat dalam kasus korupsi proyek pengadaan Alquran di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam di Kementerian Agama tahun anggaran 2011/2012 dan proyek pengadaan laboratorium komputer di Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag tahun anggaran 2011.
Kasus ini bermula ketika tender proyek pengadaan Alquran gratis bagi masyarakat miskin dimenangkan oleh PT Adhi Aksara Abadi Indonesi (A3I) untuk pagu anggaran Rp 22,8 miliar pada APBN-P 2011 dan PT Sinergi Pustaka Indonesia (SPI) untuk anggaran Rp 56,4 milyar pada APBN 2012. Ternyata, dua perusahaan ini diduga merupakan miliki ZD dan berkantor di tempat yang sama.
Meski anggaran melejit, dugaan markup dana bukan awal terseretnya ZD. Komisi Pembrantas Korupsi (KPK) yang sewaktu itu masih diketuai Abraham Samad mengendus indikasi adanya penyuapan dalam proyek yang bernilai fantastis ini. Dari penyidikan KPK, ZD diketahui berperan untuk mendorong pegawai Ditjen Bimas Agama untuk memenangkan PT A3I sebagai pemenang tender ZD dan juga memerintahkan pegawai di Ditjen Pendidikan Islam itu untuk mengamankan proyek laboratorium komputer di MTs dan pengadaan sistem komunikasi untuk memenangkan PT KSAI.
"Kronologis perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan, ZD mengarahkan kepada oknum Ditjen Bimas Islam untuk memenangkan PT Adi Abdi Aksara Indonesia dalam proyek pengadaan Alquran," kata Abraham saat jumpa pers di kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat 28 Juni 2012 lalu.
Nama elite Golkar lainnya Priyo Budi Santoso juga pernah disebut dalam kasus ini di persidangan dengan terdakwa Zulkarnaen Djabar dan putranya Dendy Prasetya. Priyo pernah dikaitkan dengan sebuah catatan tangan Fahd yang berisi pembagian jatah fee proyek di Kementerian Agama. Priyo yang ditulis dengan inisial PBS menerima fee sebesar 1 persen. Priyo pun menampik tudingan itu.
Zulkarnaen Djabar mengaku pernah diminta mantan Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong Fahd El Fouz untuk melobi Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama yang saat itu dijabat Nasaruddin Umar, terkait proyek pengadaan Alquran.
Namun, saat itu Zulkarnaen menyarankan Fahd agar melobi Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso. "Semula saya keberatan karena Nasaruddin sedang proses reshuffle kabinet. Saya bilang Fahd, kenapa enggak Priyo saja, biar lebih kuat," kata Zulkarnaen saat bersaksi dalam sidang kasus pengadaan Alquran, dengan terdakwa Ahmad Jauhari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta pada 17 Februari 2014.
Fahd meminta tolong pada Zulkarnaen karena perusahaan yang dibawa Fahd yakni PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) terancam kalah dari PT Macanan Jaya Cemerlang (MJC), yang menurunkan harga dalam proyek Alquran menggunakan APBN-P 2011 itu.
Namun, menurut Zulkarnaen, Fahd ingin lobi-lobi tersebut segera dilakukan ke pejabat Kementerian Agama. Fahd menolak saran Zulkarnaen untuk melobi Priyo dan kemudian meminta Zulkarnaen segera menelepon Nasaruddin.
"Fahd bilang waktunya enggak ada lagi. Mau cepat-cepat. Tolong Abang telepon saja (Nasaruddin)," ujar Zulkarnaen menirukan ucapan Fahd saat itu. Zulkarnaen akhirnya menghubungi Nasaruddin dan mengatakan bahwa PT Macanan membanting harga dan khawatir akan ada salah cetak Alquran.
Zulkarnaen juga mengatakan bahwa PT A31 perusahaan yang telah berpengalaman dalam pengadaan Alquran. "Saya bicara dengan Nasaruddin Umar. Saya bicara poin informasi dari Fahd. Ada pelelangan Alquran, ada info saya sebagai anggota (DPR) berkewajiban mengetahui ada perusahaan yang banting harga, itu PT Macanan," terangnya.
Dalam persidangan Zulkarnaen dan Dendy, nama Priyo disebut. Ada rekaman pembicaraan antara Zulkarnaen dan Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (Gema MKGR) Fahd El Fouz yang isinya menyinggung jatah untuk Priyo.
Dalam persidangan beberapa waktu lalu, tim jaksa KPK memutar rekaman antara Zulkarnaen dan Fahd. Mulanya, terdengar suara Zulkarnaen yang tengah membicarakan anggaran Kemenag dengan Fahd. Di tengah pembicaraan itu, Fahd tiba-tiba menyela dengan sebuah pertanyaan. "Yang punya PBS aman ya?" kata suara Fahd.
Kemudian dijawab oleh Zulkarnaen, "Aman, kita kan global controller,"
Selanjutnya Fahd mengatakan ada perubahan untuk Bengkulu Utara. Lalu suara Zulkarnaen mengatakan sejauh ini tetap aman. "Tidak ada, Nando saya telepon, dia katakan sejauh ini aman," kata rekaman itu.
Menurut Zulkarnaen, yang dimaksud dengan PBS ini adalah Priyo Budi Santoso. Nama PBS juga muncul dalam surat dakwaan Zulkarnaen dan Dendy yang dibacakan dalam persidangan perdana kasus dugaan korupsi proyek Kemenag beberapa waktu lalu. Dalam surat dakwaan, tim jaksa KPK menuliskan PBS sebagai singkatan dari Priyo Budi Santoso.
Hal ini berdasarkan catatan tangan Fahd yang ditemukan penyidik KPK. Dalam catatan tersebut, PBS disebut mendapatkan jatah fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer tahun anggaran 2011 dan pengadaan Alquran 2011 di Kemenag. Fee dari proyek pengadaan laboratorium komputer 2011 yang nilainya Rp 31,2 miliar tersebut mengalir ke enam pihak, yakni ke Senayan (Zulkarnaen) sebesar 6 persen, ke Vasco Ruseimy atau Syamsu sebesar 2 persen, ke kantor sebesar 0,5 persen, ke PBS (Priyo Budi Santoso) sebesar 1 persen, ke Fahd sendiri senilai 3,25 persen, dan kepada Dendy sebesar 2,25 persen.
Dari pengadaan Alquran 2011 senilai Rp 22 miliar, kembali disusun pembagian fee yang rinciannya sebesar 6,5 persen ke Senayan (Zulkarnaen), 3 persen mengalir ke Vasco/Syamsu, sebesar 3,5 persen ke PBS, sebesar 5 persen untuk Fahd, 4 persen untuk Dendy, dan 1 persen untuk kantor.
Mengenai catatan tangan Fahd ini, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, itu nanti akan diperkuat oleh putusan majelis hakim apakah benar atau tidak. "Kalau itu sudah sinkron dengan hasil sadapan itu. Kalau dua-duanya ada, maka yang bersangkutan bisa kita tindak lanjuti," ujar Abraham.
Sementara Priyo membantah keterlibatannya dalam kasus ini. Menurut dia, rekaman itu merupakan pengulangan dari persidangan sebelumnya yang sudah dibantah tersangka lain kasus ini, Fahd A Rafiq. Priyo mengatakan, Fahd sudah secara terbuka meminta maaf lantaran mencatut namanya.