Kesederhanaan Jokowi, keteguhan Gibran
Jokowi menolak kebiasaan lama dan dalih protokoler. Gibran berkeras nikah adalah urusan pribadi.
Presiden Jokowi mantu. Dia menikahkan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka (29) dengan Selvi Ananda Putri (24), anak pasangan penjual makanan Didit dan Partini. Puncak acara pernikahan akan berlangsung pada Rabu dan Kamis (10-11/6) ini di Solo.
Bagi masyarakat umum, prosesi pernikahan Gibran-Selvi, cukup menunjukkan Jokowi sebagai orang berada. Acara pernikahan yang berlangsung dua hari dan resepsi di Graha Saba Buana (milik Jokowi) juga memperlihatkan Jokowi sebagai pengusaha sukses.
Namun Jokowi bukan lagi sekadar orang kaya. Bukan lagi hanya seorang pengusaha sukses di Solo. Dia adalah seorang presiden. Tidak sebagaimana lazimnya seorang presiden mantu, pernikahan Gibran-Selvi cukup sederhana. Bandingkan dengan Presiden SBY saat menikahkan anaknya Edhie Baskoro alias Ibas.
Sebagai presiden, Jokowi bisa saja menggelar acara pernikahan anaknya di Istana Negara, Istana Bogor, Istana Cipanas, bahkan Istana Tampak Siring Bali. Atau memilih tempat yang paling besar dan mewah di Jakarta. Namun hal itu tidak dilakukan, karena Jokowi menempatkan acara pernikahan Gibran-Selvi sebagai urusan keluarga.
Namun mempertahankan pandangan dan sikap bahwa pernikahan sanak saudara adalah urusan keluarga, bukanlah hal mudah bagi Jokowi.
Pertama, sebagai presiden, Jokowi adalah presidennya seluruh rakyat Indonesia. Jokowi adalah milik bangsa. Karena itu wajar kalau negara memberi semua fasilitas atas segala macam hal yang dibutuhkan, termasuk untuk pernikahan. Apalagi acara pernikahan presiden bisa mencerminkan kemasyhuran bangsa.
Pandangan lama yang tidak memisahkan urusan pribadi dengan urusan publik tersebut, masih berlaku di jajaran pemerintahan. Para politisi sering memanipulasi urusan pribadi sebagai urusan publik sehingga menjadi keputusan atau kebijakan. Para birokrat senang melanjutkan kebiasaan lama: karena sudah diputuskan, ya harus dijalankan.
Maka sebulan berselang, terjadilah perdebatan serius antara Presiden Jokowi dengan anak buahnya di Istana. Mereka meyakinkan Jokowi, bahwa pernikahan Gibran-Selvi harus difasilitasi negara. Landasan hukumnya tersedia, contohnya juga banyak. Tapi Jokowi berkukuh: ini urusan keluarga, dan acaranya di Solo saja.
Kedua, sebagai presiden, Jokowi hidup dan bergerak dalam sistem protokoler yang ketat. Oleh karena itu semua tindak tanduk Jokowi harus sesuai dengan sistem protokoler kepresidenan. Ini bukan soal bagaimana negara melayani presidennya, tetapi sebaliknya bagaimana presiden tetap aman dan nyaman, tidak terganggu suatu apa dalam memimpin pemerintahan dan melayani negara.
Maka demi keamanan dan keselamatan presiden, saat menikahkan anaknya, Jokowi harus bergerak dalam kerangka sistem protokoler. Jokowi harus ikut apa maunya protokoler, yang tidak hanya berpedoman pada peraturan menjaga presiden, tetapi juga berpegang pada kebiasaan-kebiasaan lama. Termasuk kebiasaan jika presiden mantu.
Maka Jokowi pun harus ngotot dengan keputusannya: mantu dengan cara sederhana dan di Solo saja. Dalam menghadapi petugas protokoler kepresidenan Jokowi menyatakan tegas: protokoler yang harus menyesuaikan maunya presiden, bukan presiden yang mengikuti maunya protokoler. Tidak ada perdebatan lagi.
Namun sikap tegas Jokowi tersebut tidak mungkin bertahan jika tidak dibarengi oleh kengototan Gibran dan merencanakan pernikahannya. Dia berteguh, bahwa pernikahan Gibran-Selvi adalah urusan dirinya dan calon istrinya, yang didukung keluarganya dan keluarga Selvi. Yang lain boleh usul, tetapi keputusan tetap pada diri.
Inilah cermin kemandirian anak muda. Yang tidak tergantung pada fasilitas dari orang tua atau pihak lain. Gibran bisa membedakan, mana yang jadi urusannya, mana yang jadi urusan bapaknya selaku presiden. Gibran juga tidak silau oleh kemewahan dan kemasyhuran pernikahan anak-anak pejabat negara.
Gibran ingin jadi dirinya sendiri. Membesarkan dirinya sendiri. Tidak mau memanfaatkan fasilitas negara untuk urusan pribadi.
Keteguhan Gibran membantu Jokowi untuk mempertahankan gaya hidup sederhana, sekaligus tidak menjadikan urusan pribadi sebagai urusan negara.
Selamat Gibra-Selvi. Kalian memberi pelajaran berharga.