Membedah Peta Kekuatan dan Modal Cawapres
Persaingan sejumlah tokoh agar dilirik menjadi calon wakil presiden di Pemilu 2024 terus berlangsung. Beberapa nama mulai stabil di posisi lima besar survei. Siapakah yang akan terpilih? Syarat apa yang akan jadi faktor penentu?
Persaingan sejumlah tokoh agar dilirik menjadi calon wakil presiden di Pemilu 2024 terus berlangsung. Beberapa nama mulai stabil di posisi lima besar survei. Siapakah yang akan terpilih? Syarat apa yang akan jadi faktor penentu?
Pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2024 kurang dari setahun lagi. Dengan arah koalisi yang mulai terbentuk, diperkirakan paling banyak ada tiga pasang capres-cawapres yang bertarung. Jika nama-nama capres didasarkan pada tren elektabilitas tokoh dalam setahun terakhir, tiga capres yang akan menggantikan Presiden Jokowi adalah Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.
-
Siapa saja capres-cawapres yang ikut bertarung dalam Pilpres 2024? Ada tiga pasangan capres-cawapres yang bertarung dalam Pilpres 2024. Capres-Cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Capres-Cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
-
Kapan masa pendaftaran awal capres-cawapres di Pilpres 2024? Adapun masa pendaftaran awal capres-cawapres dimulai pada 19 Oktober 2023.
-
Siapa yang menjadi Cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024? Pada Pilpres 2024 mendatang, Prabowo menggandeng Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapresnya.
-
Kapan debat capres-cawapres 2024 akan dimulai? Diketahui, untuk debat capres-cawapres akan dimulai pada 12 Desember 2023 dan berakhir pada 4 Januari 2024 mendatang.
-
Kapan Pilpres 2024 akan diselenggarakan? Lalu apakah pemilu tahun 2024 ini membuat sejarah baru atau akan meneruskan tradisi lama bahwa the next presiden tahun lahirnya tak pernah lebih tua dari presiden sebelumnya.
-
Siapa saja pasangan Capres-Cawapres yang tengah bersaing dalam Pemilu 2024? Tiga pasangan itu yakni Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Di posisi RI 2, Erick Thohir kini mulai menyodok dalam survei-survei terbaru. Menteri BUMN itu difavoritkan bakal mendampingi Ganjar Pranowo. Sementara Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berada di urutan terdepan menjadi cawapres Anies Baswedan. Saingan AHY di internal Koalisi Perubahan adalah Ahmad Heryawan.
Posisi Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB yang sudah mendeklarasikan koalisi Kebangkitan Indonesia Raya bersama Gerindra pada Agustus 2022 lalu, ternyata belum aman untuk menjadi cawapres Prabowo. Kedua partai itu hingga kini belum mengumumkan duet pasangan yang akan resmi diusung.
Elektabilitas Ridwan Kamil mulai mapan di posisi tiga besar. Sementara Airlangga Hartarto, Puan Maharani, belum bisa menembus lima besar dan masih kalah dari Sandiaga Uno.
Peneliti lembaga survei Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menjelaskan, berdasarkan sigi yang dilakukan lembaganya, tiga nama cawapres yang konsisten mendapatkan angka elektabilitas di atas 10 persen adalah Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan AHY.
Bawano memaparkan, Sandiaga masih banyak dipilih karena memori publik saat Pilpres 2019, di mana dia menjadi cawapres Prabowo masih melekat di benak publik. Sandiaga cukup populer dengan statusnya saat ini sebagai menteri pariwisata dan ekonomi kreatif.
Untuk AHY, Bawono mengungkapkan, semenjak Partai NasDem mendeklarasikan Anies sebagai capres pada Oktober 2022 lalu, ketua umum Partai Demokrat itu giat mempromosikan diri sebagai cawapres.
"Walau tidak secara vulgar tapi kan Demokrat selalu promosi sosok AHY paling pantas mendampingi anies jadi cawapres," ujarnya kepada merdeka.com pekan lalu.
Demikian juga Ridwan Kamil. Bawano menyebut, jabatan sebagai gubernur Jawa Barat membuat Ridwan Kamil cukup pantas dan cocok sebagai cawapres, bukan capres. "Apalagi dari beberapa elite mendorong RK mendampingi Ganjar," ujarnya.
Bawono memprediksi, nama-nama ketua umum parpol akan menjadi pesaing kuat para kandidat cawapres non parpol yang memiliki elektabilitas tinggi. Dia menyebut Airlangga Hartarto dan Muhaimin Iskandar walau elektabilitas keduanya tidak cukup oke dalam survei-survei.
"Artinya, bisa jadi posisi cawapres akan ditempati oleh para ketum parpol yang punya kekuasaan di partai meskipun tidak memiliki elektabilitas yang cukup baik," tukasnya.
Tiga Modal Jadi Cawapres
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengungkapkan, ada tiga syarat penentu yang saling melengkapi agar kandidat cawapres dilirik dan dipilih.
Pertama, modal elektabilitas. Tanpa angka keterpilihan yang tinggi, seorang cawapres tidak akan memberikan tambahan pemilih bagi sang capres.
Kedua, modal logistik. Seorang cawapres yang elektabilitasnya tidak cukup, membutuhkan logistik yang besar untuk berkampanye dan menarik perhatian pemilih. "Enggak mungkin calon wakil presiden dari kelompok dhuafa ya kan. Karena pertarungan ini kan high cost, besar biayanya. Paling tidak wakil presiden penting juga dalam pembiayaan, harus mampu dalam pembiayaan itu," ujar Pangi kepada merdeka.com.
Ketiga, tegas Pangi, sosok cawapres harus bisa menarik dukungan parpol untuk mendukungnya. Selain PDIP yang bisa mencalonkan sendiri capres-cawapres, parpol-parpol yang lain harus berkoalisi agar syarat presidential threshold terpenuhi.
"Kalau kita cermati dari data yang kita punya, beberapa kali survei, tren kecenderungan naik itu memang ada pada AHY, kemudian Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, termasuk Khofifah," jelasnya.
Kembali kepada tiga modal cawapres, Pangi mencontohkan kombinasi ketiganya ada pada AHY. Posisinya sebagai ketum Demokrat menjadi modal utama, ditambah elektabilitas yang terus naik. AHY juga bisa membawa logistik untuk kebutuhan kampanye.
Untuk Sandiaga, Pangi melihat ganjalan terbesar ada pada modal partai karena Gerindra telah mendeklarasikan Prabowo sebagai capres. Demikian juga Erick Thohir. "Dia bisa bawa elektabilitas dan logistik. Tapi partai, sampai saat ini enggak tahu, PKB jadi apa enggak," imbuhnya.
Pangi menilai, dengan memakai tiga syarat di atas, sulit untuk melihat dalam waktu yang tersisa akan muncul 'kuda hitam' sosok cawapres di luar nama-nama yang sudah ada saat ini.
Pun jika PDIP memaksakan Puan Maharani menjadi cawapres Ganjar, Pangi menganggap hal itu bisa saja terjadi. Namun akan menjadi kerugian bagi PDIP karena Ganjar dan Puan berasal dari segmen pemilih yang sama. Basis pemilih Ganjar tidak akan bertambah dan kombinasi keduanya tidak ideal.
Soal kombinasi capres dan cawapres, Pangi menyebut, kedua sosok harus saling melengkapi. Cawapres harus punya segmen pemilih yang berbeda dari capresnya. Dan tidak kalah penting, cawapres harus menjadi penutup kelemahan atau menjadi pelengkap kekurangan capres.
"Anies itu ideal cawapresnya bisa Sandi, AHY, Khofifah. Kalau Ganjar bisa Erick, Khofifah kemudian juga bisa Andika Perkasa. Kalau Prabowo, Cak Imin bisa, Sandi bisa, Khofifah. Yang penting cawapres itu bisa memastikan punya segmen pemilih yang berbeda," ujarnya.
Koalisi Parpol dan Politik Identitas
Pendapat berbeda disampaikan Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby. Faktor koalisi parpol, yang akan menjadi penentu utama siapa cawapres yang akhirnya dipilih. Dia mencontohkan, Anies dan Ganjar yang punya elektabilitas tinggi bahkan belum punya tiket final sebagai capres.
"Sehingga para ketum parpol pun berpeluang menjadi cawapres. Misalnya Airlangga (Golkar), AHY (Demokrat), dan Cak Imin (PKB)," ujar Adjie kepada merdeka.com.
Faktor lainnya adalah politik identitas. Meski kini tidak terlalu menjadi fokus pemilih, kombinasi capres-cawapres Jawa dan non Jawa dinilai Adjie tetap menjadi penentu. Apalagi, pemilih di pulau Jawa tercatat masih yang terbanyak dari total jumlah pemilih seluruh Indonesia.
"Oleh karena itu misalnya Khofifah, dan RK menjadi opsi cawapres karena mereka representasi dua daerah di pulau Jawa yang basis pemilihnya besar (Jatim dan Jabar)," kata Adjie.
Sementara di mata Pangi Syarwi Chaniago, kombinasi capres dan cawapres nasionalis dengan religius, Jawa dan luar Jawa, kemudian kombinasi sipil-militer, masih relevan.
"Jadi kombinasi yang paling ideal itu adalah kombinasi yang bisa memberikan dampak yang positif kepada masyarakat. Capres yang dari Jawa biasanya cawapresnya dari luar Jawa," imbuhnya.
Sedangkan Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro menyatakan, kombinasi pasangan capres-cawapres dengan berbasis politik identitas bisa jadi penting, tapi pertimbangan kombinasi elektabilitas yang akan menjadi penentu.
Dari tiga nama capres teratas, Bawono mencontohkan Anies. Dari data survei Indikator, mantan Gubernur DKI Jakarta itu kurang kuat di Jateng dan Jatim. Sebagai orang Jawa, apakah Anies akan lebih memilih sosok cawapres dari luar Jawa atau yang bisa menambah suaranya.
"Atau Anies akan mengambil cawapres dari Jawa juga tapi (bisa menambah elektabilitas) di Jateng dan Jatim," ujar Bawono.
Kondisi yang sama juga dialami Ganjar, yang berdasarkan survei kuat di Jateng tapi lemah di Jabar, Banten dan DKI Jakarta.
"Apakah nanti dia akan mengambil cawapres yg berasal dari suku Jawa juga?" imbuh Bawono.
(mdk/bal)