Menanti sampai napas terhenti
"Bagaimana ada novum jika mereka tidak mencari, makan tidur melulu kan repot," tutur Suciwati.
Kenapa Abah dibunuh Bu?” Mulut mungil itu tiba-tiba bersuara bak godam menghantam ulu hatiku. Gadis kecilku, Diva Suukyi, saat itu masih dua tahun, menatap penuh harap. Menuntut penjelasan.
Suaraku mendadak menghilang. Air mataku jatuh. Sungguh, seandainya boleh memilih, aku akan pergi jauh. Tak kuasa aku menatap mata tanpa dosa menuntut jawaban itu. Terlalu dini sayang. Belum saatnya kau mengetahui kekejian di balik meninggalnya ayahmu, suamiku, Munir.
Seolah tahu lidah ibunya kelu, Diva memelukku. Tangan kecilnya melingkari tubuhku. ”Ibu jangan menangis…Jangan sedih,” kata-kata itu terus mengiang di telingaku.
Begitulah Suciwati menulis kejadian pembunuhan suaminya, Munir, di dinding Facebook miliknya. Peristiwa kelam itu masih terus diperjuangkan hingga saat ini oleh Suciwati. Pelaku memang sudah tertangkap dan diadili. Namun dalang pembunuhan Munir masih bisa menghirup napas lega. Dia masih bisa tertawa di balik kesedihan Suciwati.
"Ketika kamu melihat ini kebenaran kamu harus melakukan," kata Suciwati dalam wawancara khusus dengan merdeka.com melalui telepon selulernya beberapa bulan lalu. Dia berjanji terus memperjuangkan hingga dalang pembunuhan suaminya tertangkap. "Memperjuangkan sampai napasmu berhenti."
Dalam ingatan Suciwati masih terpahat jelas saat-saat mendiang Munir masih hidup. Bagi Suciwati, Munir bukan hanya suami melainkan juga pejuang pelanggaran hak asasi manusia. Semasa hidupnya Munir memang dikenal sehari-hari berteriak soal kasus pelanggaran hak asasi manusia dilakukan aparat di masa lalu.
Pesan masih diingat Suciwati hingga kini ialah tetap meneruskan perjuangan membongkar kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia bangsa ini. "Ketika kita melakukan advokasi betapa susahnya soal penegakan di Indonesia dan terus didorong, nggak perlu takut," ujarnya berapi-api
Suciwati sadar pengungkapan kematian suaminya berbau politis. Sejak bergulir, dia mengungkapkan banyak kejanggalan. Bahkan Kejaksaan Agung selalu berkelit untuk menuntaskan kasus Munir. Suciwati mengatakan Kejaksaan belum menemukan novum kasus pembunuhan suaminya. "Bagaimana ada novum jika mereka tidak mencari, makan tidur melulu kan repot," tutur Suciwati.
Munir meninggal di era Presiden Megawati Soekarnoputeri. Dugaan pembunuhan itu melibatkan Badan Intelijen Negara. Tak jelas alasan mengapa Munir dihabisi. Namun sebelum dibunuh, Munir memang orang paling keras bersuara soal kasus pelanggaran hak asasi manusia melibatkan aparat. Hendropriyono, mantan Kepala BIN, disebut sebagai dalang pembunuhan Munir.
Dengan bebasnya Polly, jelas keseriusan Jokowi menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia menjadi bualan belaka.