Mencoba moderat dari jeratan syariat
"Warung Padang semuanya ditutup selama bulan puasa. Itu sudah menjadi tradisi turun-temurun," kata Efendy.
Dua restoran makan Padang di kawasan Serpong, Tangerang Selatan terlihat sepi. Karyawannya mondar-mandir di dalam restoran tanpa melayani pengunjung. Ada yang asyik bermain seluler, ada pula pelayan membaca koran untuk sekedar mengisi kekosongan. Di tempat lain, rumah makan Warung Tegal juga ikut buka. Di daun pintu dan jendelanya terpasang kain sebagai penutup.
Suasana seperti itu memang menjadi pemandangan umum di ketika Bulan Ramadan. Rumah-rumah makan menghormati umat muslim sedang menjalankan ibadah puasa. Untuk tetap bisa melayani pelanggan tak berpuasa, rumah-rumah makan Padang seperti di Kota Jakarta juga memilih untuk tetap membuka warungnya.
Dibanding tahun-tahun sebelumnya, rumah-rumah makan banyak yang ditutup selama bulan puasa. Sejak tahun 2014, suasana itu perlahan-lahan berubah. Rumah-rumah makan tetap melayani pelanggan. Reaksi keras kala itu pun muncul dari salah satu organisasi masyarakat melakukan sweeping. Mereka menuntut agar semua rumah makan ditutup selama bulan puasa. Untuk menengahi itu dan atas dasar tetap menghormati pemeluk keyakinan lain, pemerintah setempat membuat regulasi. Semua rumah makan diberikan kebijakan mengatur jadwal buka dari Pukul tiga sore hingga waktu sahur.
Aturan ini berlaku untuk semua rumah makan, tak terkecuali restoran Padang di kawasan Tangerang Selatan. Restoran Sederhana misalnya, membuka layanan sesuai jadwal yang diatur oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam Surat Edaran No. 300/Disporparekraf tentang penutupan sementara jam buka rumah makan dan jasa hiburan malam pada bulan Ramadan 1437 H/2016 M. Namun demikian, aturan makan di tempat tidak diperbolehkan sebelum jadwal buka puasa.
Setiap delivery Restoran Sederhana hanya bersedia untuk dibungkus sesuai aturan. "Kalau untuk larang sih kita sudah diberikan surat edaran, mengizinkan asalkan buka Pukul 15.00 WIB dan tidak boleh makan di tempat," kata Agus, 31 tahun, karyawan Restoran Sederhana saat berbincang dengan merdeka.com di ruas Jalan Bumi Serpong Damai, pekan lalu. Dia menambahkan, hampir semua rumah makan Padang menerapkan aturan ini.
"Kalau keluhan konsumen sih ada, tetapi untuk itu kita memang untuk menghormati orang yang puasa. Makanya untuk semua warung Minang diterapkan aturan ini,".
Menurut Agus, sejak sepuluh tahun lalu bekerja di restoran milik Haji Bustaman ini, aturan jadwal buka-tutup dua tahun belakangan ini muncul karena banyaknya rumah makan dan jasa sejenis tetap dibuka selama masa puasa. Hal itu, kata dia memunculkan beragam reaksi dari masyarakat. Sementara itu, rumah-rumah makan Padang yang biasanya ditutup selama masa puasa, kemudian ikut-ikutan membuka jasa selama bulan Ramadan.
"Sepuluh tahun lalu tidak seperti ini. Untuk bulan puasa kita buka jam 12 dan itu pun belum bisa makan di tempat, hanya melayani bungkus saja. Makan di tempat hanya setelah buka puasa sampai sahur tiba," katanya.
Bila dibandingkan dengan kebiasaan asal rumah makan Padang di Sumatera Barat, selama bulan puasa tidak satu pun rumah makan buka siang hari. Kebanyakan mereka membuka warungnya ketika menjelang waktu berbuka puasa. Tentu alasannya adalah kuatnya tradisi keagamaan di daerah itu. Tradisi bulan puasa dijunjung sebagai sebuah bulan yang dikhususkan untuk menyucikan diri. Hal itu juga kemudian dibawa ke perantauan.
Seperti Efendy, 34 tahun, salah seorang pemilik warung Padang di kawasan Serpong, Tangerang Selatan. Menurut dia, di daerah asalnya, warung Padang tutup selama bulan Ramadan. Namun berbeda di perantauan, kebanyakan saat ini pemilik restoran Padang membuka warungnya untuk melayani pelanggan. "Kalau di sana tidak seperti ini, Mas. Warung Padang semuanya ditutup selama bulan puasa. Itu sudah menjadi tradisi turun-temurun," kata Efendy.
Menurut Efendy, alasan kenapa rumah makan Padang di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang hingga Bekasi umumnya terkesan longgar disebabkan oleh keadaan setempat. Pemilik rumah makan Padang menyesuaikan diri dengan keragaman agama yang ada. Bagi dia, membuka warung selama masa puasa tetap dilihat sebagai sebuah jasa bagi orang lain.
"Di Tangerang kan tidak semua pemeluk muslim. Jual makan kami lihat sebagai jasa di bulan Ramadan juga, hanya kan kita tidak melayani full para pengunjung. Diperbolehkan buka mulai Pukul 15.00 WIB hingga imsak. Itupun hanya melayani bungkus saja," ujar pria asal Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat ini.
Efendy mengaku tidak ada kaitan mengejar untung yang berlebihan selama bulan Ramadan. Dia mengatakan rezeki sudah diatur dan tidak perlu mengejarnya selama sudah disediakan waktu untuk lebih mendekatkan diri kepada tuhan. "Oh, tidaklah, Mas. Jalan normal saja. Bulan puasa memang sudah seperti ini, nanti juga ramai dengan sendirinya," ujar dia.
Hal yang sama dituturkan Agus di Restoran Sederhana. Menurut dia, omset di awal bulan puasa memang sedikit menurun dibanding hari biasa. Namun, permintaan akan semakin melonjak pada pertengahan bulan puasa atau mendekati puncak Ramadan nanti. "Masih awal-awal begini masih normal bahkan agak berkurang dari biasanya. Tetapi kalau sudah mendekati hari H biasanya sudah naik dan bahkan lebih banyak lagi. Misalnya di kawasan Serpong ini banyak pembantu pulang mudik. Nah, majikan mereka tidak ada yang masak jadi pesan atau datang ke sini," katanya.