Pasar malam komidi putar nyaris gulung tikar
Pasar malam komidi putar nyaris gulung tikar. Wahana rakyat menengah ke bawah ini makin terjepit modernitas Ibu Kota. Sulitnya mencari lahan, antusiasme warga yang mulai berkurang membuat hiburan ini nyaris gulung tikar ditelan zaman. Padahal di masa kejayaannya, semua kalangan menyukai hiburan ini.
Deru mesin diesel meraung usai azan magrib berkumandang. Asap putih dari knalpot diesel membumbung tinggi seiring berputarnya roda kincir besar (bianglala) delapan sangkar. Pasar malam lengkap dengan komidi putar siap dimulai.
Wahana rakyat menengah ke bawah ini makin terjepit modernitas Ibu Kota. Sulitnya mencari lahan, antusiasme warga yang mulai berkurang membuat hiburan ini nyaris gulung tikar ditelan zaman. Padahal di masa kejayaannya, semua kalangan menyukai hiburan ini.
-
Di mana pasar malam tersebut berada? Beginilah kondisi pasar malam di wilayah Jakarta sekitar tahun 1940-an.
-
Apa itu Pasar Malam Gambir? Kala itu gubernur Hindia Belanda ingin mengadakan acara pasar malam besar di Batavia untuk memperingati hari kelahiran Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus 1898.
-
Apa yang terjadi di Pasar Setan? Konon, pasar ini terletak di salah satu sabana luas yang menjadi jalur pendakian, dimana beberapa pendaki telah mengalami pengalaman yang tak terlupakan. Beberapa di antaranya melaporkan mendengar suara berisik dan keramaian yang mirip dengan suasana pasar, meskipun di jalur tersebut seharusnya sepi dengan hanya sabana luas dan tanah lapang.
-
Apa saja yang dijual di pasar malam zaman Jepang di Jakarta? Menjual berbagai kerajinan tangan Tak ubahnya pasar malam di zaman sekarang, pasar malam di masa kedudukan Jepang itu juga menjajakan berbagai kerajinan tangan. Terlihat boneka rajut, kain tradisional serta aksesoris lainnya turut terpampang di beberapa lapak yang dibuka di pasar malam tersebut.
-
Kenapa Pasar Malam Gambir diadakan? Kala itu gubernur Hindia Belanda ingin mengadakan acara pasar malam besar di Batavia untuk memperingati hari kelahiran Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus 1898.
-
Di mana pasar takjil Rawamangun berada? Pasar Rawamangun jadi tempat berburu takjil selain Benhil dengan menu-menunya yang unik.
Rindam (35) mengawasi kerja beberapa anak buahnya. Ada yang memasang kabel, memberikan oli di putaran rantai besi hingga menata botol minuman bekas untuk permainan. Pukul 18.30 WIB semua mesin dan permainan harus sudah siap.
Pria kelahiran Tanjung Priok Jakarta Utara ini sudah lebih dari 20 tahun bergelut dengan bisnis pasar malam komidi putar. Banyak daerah sudah dia datangi untuk mencari peruntungan. Namun di Ibu Kota bisnis ini semakin sulit bertahan.
"Kalau di Jakarta sudah susah. Lahan susah, peminat juga makin berkurang. Paling anak-anak kampung doang yang datang, kalau orang kompleks atau orang kaya ngeliat mainan gini kayaknya jijik kali ya," ujar Rindam membuka obrolan dengan merdeka.com, Rabu (18/1) lalu.
Pasar Malam komidi putar ©2017 Merdeka.com
Sudah 40 hari Rindam dan kelompoknya mendirikan pasar malam komidi putar di dekat perempatan Pasar Rebo Jakarta Timur. Lokasinya tak jauh dari Hotel Benggalawa. Hampir setiap tahun Rindam dan kelompoknya datang ke lapangan pinggir jalan raya itu. Dua minggu jelang tahun baru, Rindam sudah mulai buka arena hiburan di sana.
"Setiap tahun kita di sini. Sebelum malam tahun baru pasti sudah ada di sini. Kita ngejar pas malam tahun baru. Biasanya ramai di sini. Kebetulan karena sudah tiap tahun ke sini sama yang punya lahan sudah kenal jadi gampang masuknya," ujarnya.
Proses membuka wahana pasar malam lengkap dengan area bermain seperti komidi putar, bianglala, arena permainan dan jualan pakaian ternyata tidak mudah. Berbagai izin ditempuh supaya acara yang digelar bisa lancar. Namun yang lebih sulit adalah menarik perhatian orang agar datang ke lokasi pasar malam.
Rindam menjelaskan, sebagai koordinator kelompok dirinya bertugas mencari lokasi. Lokasi tanah lapang di dekat perkampungan padat penduduk menjadi sasaran utama. Lokasi juga harus tidak banjir atau becek. Saluran air harus dilihat betul-betul saat survei. Jika dia cocok, maka Rindam akan membawa dua rekannya. Satu ketua pedagang dan satu orang lain ketua hiburan.
Pasar Malam komidi putar ©2017 Merdeka.com
Dalam satu kelompok, biasanya paling sedikit ada 3 kelompok. Kelompok pertama para pedagang pakaian, boneka dan arloji. Kelompok kedua pemilik hiburan seperti komidi putar, kereta mini, bianglala, kora-kora dan sejenisnya. Kelompok ketiga permainan seperti lempar kalung plastik berhadiah HP, mancing botol dan lainnya. Rindam sendiri ketua kelompok permainan, tetapi dia juga koordinator semua kelompok.
Setelah ketua kedua kelompok lain setuju dengan lokasi yang didatangi, maka Rindam akan mengurus semua izinnya.
"Kalau kasarnya, apa sich di Jakarta yang gak bayar. Kencing saja bayar apalagi sewa lahan buat usaha begini. Pertama kita datangi siapa pemilik lahan. Di situ kita bilang niat dan maksud kita. Biasanya sewa selama satu bulan Rp 5 juta sampai Rp 10 juta. Tergantung lokasi," ujarnya.
Setelah urusan dengan pemilik lahan selesai, tinggal ke Kantor Kelurahan, Kecamatan dan Polsek. Di sini duit menjadi penentu. Setelah izin acara selesai, Rindam akan mendatangi kantor Bimas di wilayah itu. Lagi-lagi tanpa duit izin mustahil keluar. Setelah izin keluar dengan sejumlah duit, PLN distrik setempat yang jadi sasaran selanjutnya. Rindam pun mengurus sendiri semua keperluan itu.
"Kalau pas awal yak, habislah Rp 15 juta. Biasanya dalam waktu seminggu, semua urusan soal duit sudah harus kelar. Jadi kita dikasih tenggat bayar seminggu buat bayar itu semua," ujarnya.
Pasar Malam komidi putar ©2017 Merdeka.com
Lokasi dan urusan administrasi sudah selesai, selanjutnya tinggal bongkar pasang tenda dan semua alat hiburan. Dalam satu malam, Rindam dan seluruh pasukannya yang berjumlah 15 orang selesai merampungkannya. Semua tenda dan arena permainan didirikan dengan tangan kosong tanpa mesin atau alat berat. Begitu selesai, berikutnya tinggal menunggu nasib saja. Sebagai pemanis, lagu dangdut diputar keras-keras.
"Ya kadang lokasi bagus tetapi yang datang sedikit. Yang datang banyak tapi yang belanja sedikit," ujar Nuri (34) penjual pakai di pasar malam itu.
Nuri mengaku sudah 11 tahun menggeluti bisnis jual pakaian di pasar malam bersama Rindam dan kawan-kawan. Meskipun masih mendapat laba, namun semakin hari kian menyusut.
"Ya dulu mah waktu tahun 2.000-an ramai yang datang dan beli. Sekarang makin ke sini makin jarang. Ya yang datang mah ada, tapi cuma lihat gak beli. Kan kita gak bisa maksa buat orang beli juga," ujarnya.
Menurut Nuri, pasar malam bukan lagi sebuah magnet bagi masyarakat di Ibu Kota. Pasar malam dan wahana permainan di mal besar lebih menarik warga dibanding pasar malam murahan macam ini.
Pasar Malam komidi putar ©2017 Merdeka.com
"Kita mah buat orang-orang miskin. Barang-barang yang kita jual juga murah meriah. Tiket masuk kincir (bianglala) cuma Rp 5 ribu. Kora-kora, kereta dan sejenis juga sama, tapi tetap saja sepi. Orang lebih milih Mal dibanding ke pasar malam," ujar Ibu beranak 2 ini.
Faktor lain yang paling dikeluhkan Rindam dan Nuri adalah cuaca. Jika malam hari hujan, dipastikan nasib mereka bakal merana. Apalagi jika lokasi mereka mendirikan wahana masih berupa tanah.
"Udah, kalau hujan kelar hidup kita bang. Untung saja lokasi ini bukan tanah. Dulu bekas bangunan jadi lantainya cor-coran. Tapi kalau yang namanya hujan ya udah ngerokok sama ngopi aja. Gak ada pemasukan malah pengeluaran," ujar Rindam.
Dalam satu malam, kelompok pasar malam ini harus membayar Rp 110 ribu untuk listrik. Biasanya dibayar persepuluh hari sekali dengan daya 44.000 Watt. Semua kelistrikan mengandalkan sambungan dari PLN kecuali bianglala yang menggunakan diesel.
Sepinya pengunjung pasar malam komidi putar juga dirasakan Rahmat (65). Pedagang kacang rebus di salah satu sudut pasar malam yang dikelola Rindam. Namun dari tahun ke tahun pengunjung semakin sedikit.
Pasar Malam komidi putar ©2017 Merdeka.com
"Dulu awal tahun 2.000 mereka juga buka pasar malam di sini. Saya ikut jualan kacang di sini. Dulu mah ramai. Saya sampai bawa dua bakul kacang rebus tiap malam Sabtu dan Minggu, tapi sekarang mah sepi euy. Habis satu bakul saja sudah bersyukur pisan," ujar warga Garut ini.
Waktu beranjak pukul 19.30 WIB, beberapa anak-anak mulai mendatangi pasar malam itu. Sesekali melihat kemudian membeli tiket di Boks biru di tengah arena. Bianglala menjadi salah satu yang ramai didatangi anak-anak.
"Seneng aja, bisa naik bianglala. Kalau pas di atas bisa lihat pemandangan," ujar Wulan (9) bersama dua temannya yang malam itu naik bianglala setinggi 8 meter.
Keceriaan Wulan tentu menjadi kesenangan bagi Rindam dan krunya. Hanya saja, malam itu nasib memang tidak berpihak padanya. Pengunjung semakin sepi dari malam-malam sebelumnya.
Pasar Malam komidi putar ©2017 Merdeka.com
"Kita sudah kelamaan di sini, warga sudah bosen. Kita lagi nyari tempat yang baru. Sudah nemu sih di Cileungsi Bogor tapi belum kita tengok lagi. Mudah-mudahan di sana ramai jadi bisa ngirim duit buat anak istri di kampung," ujar Rindam sambil bertutur istrinya orang Semarang, Jawa Tengah.
(mdk/hhw)