Perubahan kurikulum proyek pejabat
Alokasi dana buat kurikulum baru Rp 513 miliar.
Sejak Indonesia merdeka, kurikulum pendidikan telah mengalami bongkar pasang dianggap untuk mengikuti perkembangan zaman bagi peserta didik. Terakhir adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diluncurkan pada 2006 untuk menggantikan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dimulai sejak 2004.
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta Wuryadi menyesalkan penggantian kurikulum akan dilaksanakan tahun ini. Menurut Wuryadi, kurikulum 2013 tidak akan bisa diterapkan di lapangan. Bahkan dia menilai kurikulum baru ini tidak punya landasan dalam penyusunannya.
“Kalau mau jujur, mestinya penyusunan kurikulum baru berdasarkan hasil evaluasi kurikulum sebelumnya. Sampai saat ini, KTSP belum dievaluasi hasilnya,” kata Wuryadi saat dihubungi merdeka.com Jumat pekan lalu.
Wuryadi selaku Ketua Dewan Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta merasa jangankan menerapkan kurikulum baru, KTSP diluncurkan 2006 belum semua sekolah bisa menerapkan. Dia menuturkan bahkan ada satu sekolah di Yogyakarta baru menerapkan KTSP tahun lalu.
Wuryadi tidak habis pikir ada pergantian kurikulum lagi. Padahal dia menilai KTSP memiliki harapan buat memperbaiki kualitas pendidikan. Sebab, memungkinkan tiap satuan pendidikan menyusun kebutuhan pendidikan sesuai kondisi dan lingkungan sekitar serta guru diberikan kesempatan berkreativitas. Dia tidak menampik meski ada kekurangan di sana sini.
Wuryadi menilai kurikulum baru menempatkan guru pada posisi sulit karena kegagalan dan keberhasilan anak didik dibebankan pada guru semata tanpa melihat kondisi sekolah dengan segala fasilitasnya.
Senada dengan Wuryadi, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menolak kurikulum 2013 itu. Dia menilai penerapan kurikulum baru itu tidak masuk akal secara substansi dan implementasi. “Ada integrasi mata pelajaran dan penambahan jam belajar, guru tidak mungkin bisa melaksanakan. Padahal kemampuan guru di Indonesia tidak pernah ditingkatkan,” ujarnya saat dihubungi secara terpisah.
Retno heran dengan keputusan akan disegerakan pelaksanaan kurikulum itu. Dia bersama rekan-rekannya sebagai guru menilai jika pemerintah ingin meningkatkan kualitas pendidikan kenapa tidak memperhatikan cara meningkatkan kualitas guru. Dia mempertanyakan kenapa kurikulum digonta-ganti, terus kualitas guru diabaikan.
Organisasinya menghitung rata-rata pelatihan guru di Indonesia sangat minim bila dibandingkan negara maju. “Dari sebuah survei di 29 daerah di seluruh Indonesia, 60 persen guru SD tidak pernah ikut pelatihan,” kata Retno.
Hal ini berbeda dengan Singapura, Retno menjelaskan di Negeri Singa itu setiap guru mendapatkan pelatihan seratus jam dalam setahun. Bila dibandingkan Indonesia, rata-rata guru di Indonesia hanya mendapatkan pelatihan satu kali dalam lima tahun. Menurut Retno, pelatihan guru di Indonesia terakhir dilakukan pada 1984, padahal sudah empat kali ganti presiden. “Sebagus apapun kurikulumnya, bila kualitas guru tidak ditingkatkan, hasilnya akan tetap nol."
Bagi dia, penerapan kurikulum 2013 adalah keputusan politis. Dia menjelaskan pemerintah akan memberikan buku gratis kepada seluruh siswa. Retno merasa pergantian kurikulum ini adalah proyek pejabat dibuat dadakan. “Dananya hingga ratusan miliar, ini harus diawasi karena menjelang 2014,” ujar Retno.
Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Ucok Sky Khadafi membenarkan tudingan Retno. “Dana alokasi anggaran kurikulum 2013 disiapkan dan diusulkan Kemendikbud Rp 513 miliar," ujarnya. Alokasinya untuk tiga direktorat, yaitu Direktorat Pembinaan SD Rp 269,3 miliar, Direktorat Pembinaan SMP Rp 130,2 miliar, dan Direktorat P2TK Pendidikan Dasar Rp 114,4 miliar.