Priyo, antara kebohongan dan kesalahan
Priyo Budi Santoso seperti politikus kemarin sore saat bicara kunjungan ke LP Sukamiskin.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso tengah dalam sorotan, setelah mengunjungi LP Sukamiskin, Bandung, Sabtu (1/6) lalu. Sesungguhnya tidak masalah bagi siapa saja mengunjungi LP, baik sekadar melihat-lihat kondisi penjara, atau untuk menjenguk penghuninya. Yang penting pengunjung mengikuti prosedur yang berlaku.
Lantas mengapa kunjungan Priyo ke LP Sukamiskin jadi gunjingan dan sorotan publik? Malah, seperti pengakuannya sendiri, kunjungan itu kini jadi bola politik yang dilempar ke sana ke mari oleh kawan maupun lawan politik, untuk menjatuhkan dirinya.
Masalahnya sederhana saja: Priyo tidak jujur soal kunjungan itu. Saat datang di LP Sukamiskin, Priyo mengaku sedang melakukan inspeksi mendadak atau sidak. Hal ini sesuai dengan kewenangannya selaku wakil ketua DPR yang membidangi hukum. Namun, menurut Kepala LP Sukamiskin Giri Pribadi, izin Priyo ke LP untuk mengunjungi Fahd el Faouz, terpidana kasus korupsi pengadaan Al Quran.
Tidak hanya itu, pimpinan DPR yang lain, juga mengaku tidak pernah mengeluarkan tugas kepada Priyo untuk melakukan sidak ke LP Sukamiskin. Jangankan tugas sidak, membahas masalah LP saja, tak pernah jadi agenda dalam beberapa rapat terakhir.
Dengan demikian, dalam aksinya ke LP Sukamiskin, Priyo tidak jujur dalam dua hal: pertama, mengaku sidak, padahal hanya kunjungan biasa; kedua, mengaku menjalankan tugas pimpinan DPR, padahal pimpinan DPR tidak pernah membahas dan menugasinya.
Tidak hanya tak jujur, Priyo juga menyalahgunakan wewenang. Pertama, ini terlihat dari waktu "sidaknya" yang melebihi jam kunjungan. Menurut Giri Pribadi, Priyo melakukan kunjungan lebih dari 15 menit dari waktu yang dibolehkan. Kedua, Priyo juga berbicara dengan banyak narapidana, padahal berdasarkan izin kunjungan, mestinya dia hanya bisa bicara dengan Fahd.
Mengapa Priyo nekat tidak jujur dan menyalahgunakan wewenang di LP Sukamiskin? Bukankah kalau dia terang-terang hanya mengunjungi Fahd, hasilnya malah baik, tidak jadi gunjingan? Sebab, sebagai warga negara dia berhak mengunjungi siapa saja orang yang sedang dalam penjara.
Memang sebagai orang yang disebut Fahd menerima fee 1 persen dari total anggaran pengadaan Alquran, kunjungan Priyo ke Fahd, pasti menjadi perhatian, kecurigaan dan pertanyaan macam-macam. Namun sebagai politisi Priyo bisa menjelaskan dengan fasih, mengapa dia perlu bertemu Fadh: hubungan kemanusiaan, hubungan antarkawan partai dan organisasi, dan segala macam hal yang bisa dituturkan secara logis.
Tentu saja, Priyo tidak bisa menghilangkan kecurigaan banyak orang, bahwa pertemuannya dengan Fadh bertujuan untuk menekan Fahd agar mencabut keterangannya, atau melindungi dirinya agar tidak terseret terlalu jauh dalam kasus korupsi pengadaan Alquran. Ini soal common sense, akal sehat saja, yang akan segera berubah, jika Priyo berhasil membuktikan yang sebaliknya.
Artinya, jika Priyo dan saksi-saksi lain berhasil membuktikan bahwa namanya hanya dicatut dalam kasus pengadaan Alquran ini, maka kecurigaan itu akan lenyap. Masalahnya jadi lain, jika KPK bisa menunjukkan bukti kuat atas keterlibatannya.
Sebagai politisi senior dan dari Partai Golkar, Priyo pasti paham betul dengan "tesis" ini: politisi boleh bohong, tapi tak boleh salah; sebaliknya, ilmuwan boleh salah, tapi tak boleh bohong. Pernyataan ini melekat dengan tugas masing masing: politisi membuat kebijakan, ilmuwan menemukan kebenaran ilmiah.
Dalam rangka membuat kebijakan, politisi boleh saja bohong, tetapi ketika membuat kebijakan, mereka tidak boleh salah. Sebab salah membuat kebijakan, rakyat pasti menderita, tapi kalau sekadar bohong, rakyat paling hanya menertawakannya.
Nah, dalam soal kunjungan ke LP Sukamiskin, Priyo tidak hanya gagal berbohong, tetapi juga melakukan kesalahan, yakni menyalahgunakan kewenangan. Mengapa Priyo yang selama ini selalu tampak piawai, tiba-tiba seperti jadi politisi kemarin sore? Sedang panik memikirkan tuduhan menerima fee 1 persen total anggaran pengadaan Alqurankah?