Respek itu segalanya, jagalah!
“Respect yourself and others will respect you.” — Confucius.
Respek itu segalanya, jagalah!
“Respect yourself and others will respect you.”
— Confucius.
Ada berita yang mengangetkan di kalangan akademisi. Anggito Abimanyu yang selama ini dikenal sebagai ekonom cerdas, kesandung praktik plagiat. Tulisan opini di Kompas yang dibuatnya dengan judul “Gagasan Asuransi Bencana”, benar-benar jadi bencana bagi Anggito. Tulisan itu ternyata menjiplak tulisan Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan, dalam jumlah alenia yang banyak dan sampai titik koma.
Dalam waktu singkat, info plagiarisme (penjiplakan) itu pindah dari satu twitt ke twitt lainnya, dan sampailah ke Anggito. Sebagai pertanggungjawaban, maka guru besar UGM lulusan University Pensyllvania itu pun mundur dari UGM, karena titelnya dalam kolom opini trsebut, dia sebagai staf pengajar UGM.
Pernyataan resmi mundur Anggito itu disampaikan dengan alasan, demi kredibilitas UGM yang berkomitmen pada nilai-nilai kejujuran, integritas dan tanggung jawab akademik. Dia pun minta maaf atas kekhilafan tersebut.
Bertahun-tahun, belasan, bahkan puluhan tahun, Anggito mempertahankan reputasinya sebagai ilmuwan. Penulis ingat, ketika jadi ilmuwan muda, dia begitu disegani pada awal 1990-an. Saat mengikuti diskusi dengan Rizal Ramli dalam sesi diskusi terbatas Ekonit, Rizal yang waktu itu pulang dari AS terperangah dengan pendapat-pendapat kritis Anggito dari UGM. Dia pun membuat banyak pakar bergelang ketika tahun 1998 tampak di atas kertas waktu berdebat dengan Umar Juoro (simbol salah satu ekonom BJ Habibie).
Nama Anggito pun melambung. Dia pun naik sebagai pejabat di lingkungan kementerian keuangan era Sri Mulyani . Dia bahkan sempat diputuskan sebagai wakil menteri keuangan, karena moncer. Sayang dia menjadi korban kecelakaan administratif, karena surat kenaikan golongan dia belum diteken. Jengkel, maka Anggito pun mundur dari Kementerian Keuangan. Dia kembali ke kampus UGM sebagai pengajar. Tak lama, dia pun ke Jakarta sebagai direktur jenderal haji dan umroh (Dirjen Haji) di Kementerian Agama. Sebelum akhirnya, kasus plagiat menggelincirkannya.
Terlepas dari bahwa dia itu karena kesalahan teknis atau apa, yang pasti di atas kertas ada karya orang lain yang diakui secara by line sebagai karya Anggito. Tanpa ampun.
Semua tahu, bahwa kualitas Anggito tak terbantahkan. Namun, dalam hal ini, etika penulis lebih dari segalanya. Dan, core business (competence) dari Anggito adalah ilmuwan. Seorang ilmuwan selalu tidak hanya menyebarkan ilmu atau pandangan pribadi, tapi juga pandangan ilmuwan lain. Namun, dalam menyampaikan pendapat, ketika itu diakui sebagai ucapannya, dan ternyata sudah disampaikan oleh ilmuwan lain, maka ketangkaplah dia. Dia telah kehilangan inti (main) kompetensinya.
Kekaguman sementara pihak, pun runtuh. Meski, di sisi lain, dengan dia menyatakan mundur, orang menilainya sebagai gentle (jantan), berani betanggungjawab. Masih menunjukkan sebagai seorang yang berintegritas.
Semua itu, apa yang bisa disebut sebagai respect (rasa hormat). Kita dalam lingkungan pribadi, selalu berada di dalam kehidupan sosial. Kualitas seseorang, kemampuan seseorang, bakat, intelektual, skill, dan sebagainya, membuat orang respek (respect). Selanjutnya, respek atau rasa hormat itu, tidak datang sehari dua hari, tapi bertahun-tahun. Dipelihara dan dipertahankan. Kemudian, kalau kita bisa mempertahankan itu, maka akan menjadi trade mark.
Bila Anda sudah membangun sebuah bisnis, Anda harus membangun rasa hormat (respect). Sehingga orang akan tahu bahwa reputasi bisnis Anda menjadi terkenal. Apakah karena kualitas rasa, kualitas layanan, kualitas barangnya, semua itu merupakan kredit point. Orang akan respect dengan itu semua.
Maka, kalau sudah bertahun-tahun membangun reputasi untuk menjadikan pihak lain respek dengan kita, jangan sembarangan. Rawatlah. Junjung tinggi dan kalau perlu tularkan. Ini bukan pekerjaan mudah, dan harus dijaga dari waktu ke waktu. Kalau tidak bisa merawat, hancurlah reputasi itu.
Ingat, respek adalah sumber dari segala segalanya. Sehebat apapun Anda, kalau orang lain tidak respek, tidak akan ada bisnis. Tidak akan ada dukungan. Tidak percaya (no respect). Seorang teman bahkan berbisik pada saya, mencari duit jauh lebih mudah daripada mencari respek. Hilang duit bisa dicari, hilang respek, habislah kita.
Seperti kata Confucius, bahwa Andalah yang harus menjaga respek. Kalau Anda tidak menjaga kehormatan diri sendiri, jangan suruh orang lain untuk respek pada Anda.***
+++
#Penulis adalah Sekjen APJII, Penggerak KlikIndonesia, COO merdeka.com & KapanLagi