Salihoen dan buronan kelas kakap dari Rawa Belong
Pitung bikin pusing Pemerintah Hindia Belanda saat itu.
Makam itu terletak di depan kantor PT Telkom, Jalan Kebayoran Lama, Pal Merah Jakarta Barat. Nisannya berada di luar pagar. Tidak ada yang spesial dari makam itu. Namun warga asli Rawa Belong memercayai jika itu merupakan pusara sang jawara. Dialah Pitung.
Nama Aslinya adalah Salihoen. Dia lahir dan besar di Pengumben, Kampung Rawa Belong, Jakarta Barat. Pitung merupakan anak dari Piung dan Pinah. Ayahnya asli Banten dan Ibunya merupakan orang Cirebon. Menurut sesepuh Rawa Belong, Haji Nunung, Pitung merupakan sosok pemuda asli betawi asli kampung kelahirannya. Dia tumbuh besar dan diyakini merupakan jago silat dari Betawi. Ilmu beladiri itu didapat Pitung dari gurunya di Tanah Abang, Haji Naipin.
"Ilmu silat dan mengaji dia dapat dari Pesantren Haji Naipin," ujar Haji Nunung saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa pekan lalu.
Singkat cerita, Pitung bergabung dengan gerombolan perampok dari Tanah Abang. Dia kemudian mendirikan sebuah kelompok untuk menguras harta milik tuan tanah. Sebab, tuan tanah itu memeras warga kampung dan meminta upeti setiap bulan. Jika tidak diberikan, barang-barang milik warga kemudian bakal dikuras oleh para pengawal tukang tanah itu. "Dari sana Pitung kemudian mulai gerah," katanya.
Hasil rampokan tuan tanah itu kemudian dia kembalikan kepada pemiliknya. Dari sana kemudian, nama Pitung mulai tersohor dan membuat pemerintah Kolonial saat itu marah. Bahkan, karena ulahnya, diadakan juga sayembara buat menangkap si Pitung. Hadiahnya uang Gulden. "Warga miskin anggap dia sebagai pahlawan," ujar Haji Nunung.
Cerita yang berkembang di masyarakat memang menggambarkan jika sosok si Pitung mirip seperti kisah Robin Hood dari Betawi. Karena kebaikannya, nama Pitung masih terkenal hingga kini. Bahkan lakon si Pitung sering digambarkan dalam seni budaya Betawi, misalnya dalam cerita lenong. Namun ada catatan tentang perjalanan si Pitung yang berbeda dari cerita yang berkembang di masyarakat.
Dalam penelusuran Van Till di koran Hindia Olanda, pada tahun 1892 Pitung dikenal dengan sebutan 'One Bitoeng', 'Pitang', kemudian menjadi nama si Pitung. Dia menjadi buronan Belanda karena dianggap melakukan pencurian di kampung. Saat itu, Schout, Komisaris Polisi Batavia mencari Pitung di daerah Sukabumi. Pitung melakukan pencurian seorang Bugis di Marunda dam nyonya De C.
Saat itu Pitung bersama kawanannya melakukan perampokan di rumah Haji Saipudin dan mengancam akan menembak. Pitung akhirnya bisa ditangkap setelah ada informasi dari Kepala Kampung Kebayoran. Dia bersama kawanannya kemudian dipenjara di tahanan Meester Cornelis. Namun dari tahanan, dia bersama dengan Dji'ih melarikan diri. Belanda pun dibuat pusing dengan kaburnya si Pitung. Bahkan harga buat menangkap si Pitung pun dinaikan menjadi 400 Gulden.
Dalam penelusuran Van Tiil, Pitung merupakan kawanan. Dia adalah Abdoelrachman, Moedjeran, Merais, Dji-ih, dan Gering. Singkatnya, Pitung berhasil dilumpuhkan dengan timah dari Hinne, setelah sebelumnya Dji'ih tertangkap terlebih dulu di kampungnya karena menderita sakit. Pitung ditembak di daerah pekuburan Tanah Abang. Dia sempat terlihat oleh informan Kepolisian Kolonial di daerah Kampung Bambu. Yaitu sebuah kampung di antara Tanjung Priok dan Meester Cornelis.
"Itoe djoeragan koetika ketemoe Si Pitoeng betoelan di tempat sepi troes, Si djoeragan menjikip pada Si Pitoeng dan dari tjipetnja Si Pitoeng troes ambil pestolnja dari pinjang, lantas tembak si djoeragan itoe menjadi mati itoe tempat djoega," tulis Hindia Olanda, 1 September 1983.
Setelah kejadian tewasnya Pitung, Pemerintah Hindia Belanda melakukan pencegahan agar tidak ada Pitung-Pitung lain di Batavia. Bahkan karena ketakutan, makam Si Pitung dijaga oleh Pemerintah Belanda agar tidak diziarahi oleh masyarakat pada waktu itu.
Bachtiar, Pendiri Sanggar Si Pitung justru punya cerita lain. Dia mengatakan jika si Pitung bukanlah kawanan perampok. Pitung berdasarkan cerita turun temurun ialah penolong rakyat pada masa itu. Dia mengambil kembali harta benda milik warga kampung yang dijarah tuan tanah. "Pitung itu bukan perampok. Pitung itu mengambil hasil rampokan yang diambil dari rakyat kecil sama kompeni," ujar Bachtiar saat ditemui, Selasa pekan lalu.
Sementara, Penjaga Masjid Al-Alam, Haji Sambong menceritakan hampir mirip seperti cerita di koran Hindia Olanda. Menurut dia Rumah Pitung di Marunda merupakan hasil rampasan dari saudagar kaya asal Bugis, Haji Saipudin. "Rumah itu dirampas oleh Pitung. Waktu itu Pitung mengaku sebagai demang Meester Cornelis. Dia memaksa Haji Saipudin menyerahkan harta bendanya," ujar Sambong saat ditemui di sekitaran Komplek Rumah si Pitung di Marunda, Kamis pekan lalu.