Tangis Jalinah untuk jasad korban Situ Gintung
"Yang enggak tega itu memandikan jenazah satu keluarga. Ada anak kecil, dan orangtuanya," ujar Jalinah.
Tragedi jebolnya Tanggul Situ Gintung, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, merupakan pengalaman hidup tak terlupakan bagi No'an dan Jalinah. Voltase suara Jalinah tidak teratur ketika menceritakan kisah tujuh tahun lalu itu.
Situ Gintung jebol pada Jumat, 27 Maret 2009 pukul 04.00 WIB. Siangnya, No'an dan Jalinah mendapat panggilan telepon dari rumah sakit agar datang memandikan jenazah. Awalnya tidak ada isyarat apa-apa. Namun ketika sampai di rumah sakit, Jalinah ngilu melihat rupa 60 jenazah rata-rata kondisinya mengerikan.
"Saya terkejut dapat panggilan dari RS Fatmawati. Ternyata pas saya sampai ada 60 jenazah korban Situ Gintung yang harus dimandikan hari itu," kata Jalinah kepada merdeka.com, Senin (29/6).
Jalinah menangis tidak tega ketika itu. Tapi dengan sabar dan telaten, pasangan suami-istri ini akhirnya mengerjakan tugas memandikan satu per satu mayat. Meskipun imbalan memandikan jenazah saat itu hanya Rp 90.000, pasutri yang umurnya tak muda lagi itu tidak protes.
"Enggak apa-apa, hitung-hitung ibadah. Kan kita sudah berbuat baik. Apalagi pemandi jenazah di DKI Jakarta boleh dibilang bisa dihitung dengan jari," ujarnya.
Jalinah menceritakan, saat itu kondisi jenazah korban jebolnya Tanggul Situ Gintung sangat memprihatinkan karena sudah bercampur lumpur dan terendam air. Dia pun sempat tak tega melihat kondisi seperti itu.
"Pokoknya serem lah. Saya sampai menangis melihatnya. Tapi biar bagaimanapun itu sudah kerjaan saya. Saya lakukan dengan ikhlas, saya mandiin sampai bersih satu per satu jenazah yang perempuan," tuturnya.
Ternyata tidak cukup waktu sehari untuk memandikan puluhan jenazah tersebut. Jalinah dan suaminya No'an pun melanjutkannya pada hari berikutnya. Namun pada hari berikutnya, jenazah di rumah sakit bukan berkurang tetapi malah bertambah.
"Yang enggak tega itu memandikan jenazah satu keluarga. Ada anak kecil, dan orangtuanya," ujar Jalinah.
Meskipun sedih, tapi pengalaman Jalinah sudah teruji. Sejauh ini, pekerjaannya itu tidak pernah terbawa mimpi. "Alhamdulillah enggak pernah mimpi. Kan kita sudah baik sama mereka. Pasti mereka enggak akan jahatlah," ucapnya.
Ketika ditanya pengalaman memandikan jasad mayat paling parah, Jalinah mengatakan, pernah memandikan jenazah perempuan hamil tertabrak kereta api. Satu yang terpenting baginya adalah membantu menyucikan jasad yang tidak dia kenal untuk menghadap sang khalik.
"Paling parah korban wanita hamil tertabrak kereta. Saya enggak tega melihatnya. Tapi saya tetap bersihkan. Karena kan setiap orang yang mau menghadap Allah harus bersih semua," ujarnya.