Wiranto dan Amien Rais di balik dua faksi dalam partai dakwah
Perseteruan Faksi Keadilan dan Faksi Sejahtera dimulai saat Pilpres 2004.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melakukan perombakan kepengurusan melalui pemilihan raya dan sidang majelis syuro, September kemarin. Duet Anis Matta dan Hilmi Aminuddin tergusur dalam kepengurusan periode 2015-2020 itu.
Ketua Majelis Syuro, yang sebelumnya dipegang Hilmi Aminuddin digantikan Salim Segaf Al-Jufri. Sementara posisi Presiden PKS yang sebelumnya dijabat Anis Matta digantikan Sohibul Iman. Sohibul dan Salim disebut sebagai wakil dari faksi keadilan. Sedangkan Hilmi Aminuddin merupakan faksi sejahtera.
Faksi keadilan dan faksi sejahtera merupakan dua gerbong yang bersaing secara tak terang-terangan. Isu dua jantung di dalam tubuh PKS ini pun kian santer acap kali ada pemilihan elite partai.
Sebetulnya perseteruan dua faksi itu bukan lagi menjadi rahasia umum. Adalah Yusuf Supendi yang membongkar segala macam perilaku kader yang tergabung dalam faksi sejahtera. Mantan anggota dewan syuro PKS ini menilai, faksi sejahtera membuat PKS menyimpang dari cita-cita awal berdirinya sebagai partai berlandaskan dakwah.
Menurut Yusuf Supendi, faksi sejahtera itu seperti Hilmi Aminuddin, Anis Matta, termasuk mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq. Faksi sejahtera diisi oleh kader yang identik dengan orientasi pada partai modern. Sementara faksi keadilan diisi oleh kader yang masih menjunjung tinggi semangat PKS seperti Partai Keadilan dahulu.
Yusuf Supendi menceritakan perseteruan dua faksi terjadi ketika pemilihan presiden 2004 lalu. Ketua Majelis Syuro PKS, Hilmi Aminuddin memilih calon presiden dari Partai Golongan Karya, Wiranto. Sedangkan mayoritas suara PKS termasuk Presiden PKS kala itu Hidayat Nurwahid memilih calon presiden dari Partai Amanat Nasional, Amien Rais.
Pada akhirnya, PKS memutuskan mendukung Wiranto yang berpasangan dengan Salahuddin Wahid. Yusuf Supendi menduga, mahar sebesar Rp 31 miliar menjadikan Hilmi Aminuddin Cs memilih Wiranto. Menurut dia, keputusan itu melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. Sebab, mayoritas suara anggota dewan syuro saat itu mendukung Amien Rais.
"Sumber permasalahan berawal dari Pemilu 2004," kata Yusuf Supendi saat ditemui di kediamannya di Jalan Kalisari Lapan, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Senin (9/11).
Yusuf Supendi memperkirakan, perang senyap dua faksi di tubuh partai dakwah masih berlanjut di bawah kepemimpinan duet Sohibul Iman dan Salim Segaf Al-Jufri. Sebab, meski keduanya merupakan faksi keadilan tetapi Ketua Dewan Syuro PKS, Salim Segaf Al-Jufri, merupakan kader yang basah di masa faksi sejahtera. Sehingga dia memprediksi kisruh dua faksi di partai berlogo padi dan dua bulan sabit itu masih terus berlanjut.
"Salim merupakan kubu Keadilan, tapi basahnya di Kubu Sejahtera, jadi Dubes dan Menteri Sosial," ujar Yusuf.
Hingga berita ini ditayangkan belum ada keterangan resmi dari PKS. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mardani Ali Sera saat dihubungi melalui ponsel mengatakan tengah rapat. "Sebentar ya saya lagi rapat," singkatnya seraya menutup ponsel miliknya.