Mobil Listrik: Indonesia Akan Bangun Industri Baterai, Motor Listrik, dan Inverter
Kementerian Perindustrian RI terus mendorong percepatan pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan energi baru terbarukan (EBT). Ini sejalan dengan visi pemerintah yang menargetkan Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam industri otomotif global.
Kementerian Perindustrian RI terus mendorong percepatan pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan energi baru terbarukan (EBT). Ini sejalan dengan visi pemerintah yang menargetkan Indonesia bisa menjadi pemain utama dalam industri otomotif global.
“Industri otomotif merupakan salah satu sektor prioritas berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0. Sasaran utamanya, Indonesia akan menjadi ekspor hub kendaraan bermotor baik untuk kendaraan berbasis bahan bakar minyak atau internal combustion engine (ICE) maupun kendaraan listrik atau electrical vehicle (EV),” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Kamis (24/6).
-
Apa yang dikampanyekan Kementerian Perhubungan? Kemenhub kampanyekan keselamatan pelayaran kepada masyarakat. Indonesia selain negara maritim, juga merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki lalu lintas pelayaran yang sangat padat dan ramai dan keselamatan pelayaran menjadi isu penting.
-
Bagaimana pemerintah membantu pemudik motor? Melihat animo masyarakat yang tinggi, pemerintah berupaya menjaga keselamatan pemudik motor. Salah satunya dengan menyediakan rest area di sejumlah titik.
-
Apa yang di ekspor oleh Kementan? Wakil Presiden RI, KH Maruf Amin melepas ekspor komoditas pertanian ke 176 negara dengan nilai transaksi sebesar 12,45 triliun.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier menambahkan pengembangan kendaraan listrik juga diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian No 27 Tahun 2020 tentang Spesifikasi Teknis, Roadmap EV, dan Perhitungan
Kandungan Lokal.
“Indonesia menargetkan untuk mengembangkan industri komponen utama EV berupa baterai, motor listrik, dan inverter,” katanya dalam acara The International Conference on Battery for Renewable Energy for Electric Vehicles (ICB-REV).
Industri otomotif RI selama ini mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Potensi Indonesia didukung dengan 21 produsen otomotif, yang secara keseluruhan telah merealisasikan investasi senilai Rp 71,35 triliun. Total kapasitas produksi mencapai 2,35 juta unit per tahun dengan menyerap tenaga kerja langsung 38 ribu orang dan lebih 1,5 juta orang yang bekerja di sepanjang rantai nilai industri otomotif tersebut.
“Permintaan EV di dunia diperkirakan terus meningkat dan mencapai sekitar 55 juta unit pada 2040. Pertumbuhan ini tentu mendorong peningkatan kebutuhan baterai lithium ion (LiB),” ujr Taufiek.
Meningkatnya penggunaan baterai juga mendorong peningkatan pada bahan bakunya, sehingga negara dengan sumber bahan baku baterai ini nantinya memegang peranan sangat penting. Ke depan, lanjut Taufiek, kebutuhan baterai lithium ionterus meningkat seiring dengan berkembangnya isu lingkungan dan tren dunia.
Hal ini menjadi potensi pengembangan industri baterai yang merupakan komponen utama dalam ekosistem energi terbarukan. Energi yang dikonversi dari
sumber terbarukan akan disimpan dalam baterai dan digunakan baik secara langsung atau melalui jaringan listrik.
Saat ini di Tanah Air sudah terdapat sembilan perusahaan yang mendukung industri baterai. Rinciannya, lima perusahaan menjadi penyedia bahan baku, antara lain nikel murni, kobalt murni, nikel ferro, dan endapan hidroksida campuran. Empat perusahaan lain adalah produsen baterai.
“Dengan demikian, Indonesia mampu mendukung rantai pasokan baterai mulai dari bahan baku, kilang, manufaktur sel baterai dan perakitan baterai, hingga daur ulang,” pungkas Taufiek.
Teknologi Baterai
Pengembangan baterai nanti juga akan diarahkan untuk mendukung program renewable energy pemerintah, salah satunya melalui solar energy. Baterai yang termasuk dalam ekosistem solar energy akan mendorong adopsi renewable energy sekaligus memacu pertumbuhan industri sel surya yang sudah terdapat di dalam negeri.
“Pemerintah akan mendorong pengembangan ekosistem renewable energy seperti baterai, sel surya, dan inverter melalui regulasi TKDN. Dukungan dari instansi teknis terkait sangat diperlukan agar adopsi energi terbarukan di Indonesia dapat memenuhi target-target yang sudah ditetapkan pemerintah hingga tahun 2050,” jelas dia.
Menurutnya, masa depan kendaraan listrik juga bergantung pada inovasi baterai yang cenderung tidak menggunakan bahan baku nikel, kobalt, dan mangan seperti lithium sulfur dan lithium ferro phosphor yang membuat baterai lebih murah, termasuk inovasi solid baterai dan pengembangan basis storage hidrogen.
“Dengan demikian kita harus mengantisipasi perkembangan ini karena akan berdampak pada baterai yang lebih murah, energi yang dihasilkan lebih tinggi, dan
waktu pengisian yang singkat,” katanya.
Teknologi disruptive battery yang mengindikasikan ketersediaan nikel, mangan, dan kobalt yang berlimpah tidak menjamin produksi baterai yang mengandalkan material ini akan berhasil. Pertimbangan biaya dan kemampuan storage dari material baru juga harus diantisipasi. Pengembangan industri baterai juga perlu didukung dengan industri daur ulang. Baterai yang nantinya akan menjadi limbah memerlukan penanganan yang komprehensif, antara lain dengan daur ulang agar proses pemurnian dapat dilakukan.
“Limbah baterai serta beberapa jenis scrap dari paduan nikel sangat memungkinkan untuk didaur ulang sehingga dihasilkan beberapa jenis produk yang bernilai tinggi,”
pungkas dia.