Gimana cara mengatasi pelajaran yang paling kita benci?
Ini tiga faktor kunci agar bisa taklukkan pelajaran yang kamu benci.
"Sebetulnya, gua suka belajar tapi duh kalo udah nyangkut pelajaran Fisika. Rasanya males banget deh! Nggak suka gue belajar ngitung rumus yang kompleks gitu. Nggak pernah bisa ngerti gue apa bedanya energi, tekanan, gaya sama daya. Dari dulu, pasti nilai Fisika gue selalu jelek. Apalagi gurunya nggak asik gitu, makin males aja gue!”
Hai hai.. Ketemu lagi dengan gue, Sasa. Sekarang gue lagi kuliah di Fakultas Psikologi - Universitas Indonesia. Gue berkesempatan lagi jadi guest blogger di Zenius Blog. Sebelumnya gue udah pernah nulis di sini. Buat lo yang miss belum baca tulisan gue, bisa baca di sini nih OSPEK, Penting Ga Sih?
-
Apa makna "Merdeka Belajar" menurut Ki Hajar Dewantara? Melalui buah pikirannya, Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidan merupakan serangkaian proses untuk memanusiakan manusia. Dikutip dari Kemdikbud.go.id, konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara didasarkan pada asas kemerdekaan. Maksudnya, manusia diberi kebebasan dari Tuhan yang Maha Esa untuk mengatur kehidupannya dengan tetap sejalan pada aturan yang ada di masyarakat.
-
Kapan tips ini dibagikan? Ingin tahu caranya? Simak penjelasan lengkapnya yang disajikan pada Jumat (7/6/2024) berikut ini.
-
Bagaimana konsep Merdeka Belajar menurut Ki Hajar Dewantara diterapkan dalam pendidikan saat ini? Konsep Merdeka Belajar yang pernah diusung Ki Hajar Dewantara diadopsi dalam sistem pendidikan saat ini. Program Merdeka Belajar pertama kali dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem. Dalam sistem itu, esensi kemerdekaan belajar harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi.
-
Bagaimana Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan kepada pendidik dalam pembelajaran? Dalam hal ini, guru menyesuaikan perangkat ajar yang akan digunakan dengan kebutuhan belajar dan minat dari peserta didik.
-
Mengapa Platform Merdeka Mengajar penting bagi guru? Dengan adanya PMM, guru dan kepala sekolah dapat memperoleh materi mengajar yang berkualitas dan sesuai dengan tuntutan Kurikulum Merdeka, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih efektif.
-
Kapan konsep Merdeka Belajar yang diusung Ki Hajar Dewantara diadopsi dalam sistem pendidikan Indonesia? Konsep Merdeka Belajar yang pernah diusung Ki Hajar Dewantara diadopsi dalam sistem pendidikan saat ini.
Nah, kali ini gue mau bahas topik yang gak kalah seru. Ngomong-ngomong pernah gak sih lo gak suka ama sesuatu? Pasti pernah lah ya... Perasaan nggak suka itu kan merupakan hasil evolusi manusia supaya bisa bertahan hidup, baik secara fisik maupun emosional. Dari mulai rasa nggak suka sama rasa makanan tertentu, aroma/bau tertentu, suara-suara tertentu, sampai bentuk fisik tertentu. Rasa ketidaksukaan ada yang berguna sebagai sistem survival kita, tapi ada juga yang terbentuk belakangan karena pengaruh lingkungan. Nah, salah satu rasa gak suka/benci yang cukup meresahkan dan terbentuk dari pengaruh external adalah perasaan benci kalo harus berhadapan sama mata pelajaran tertentu.
Rasa-rasanya, kalo udah benci sama pelajaran tertentu tuh nyiksa banget. Jangankan mau belajar atau ngerjain soalnya, nyentuh bukunya aja udah males, dengerin suara langkah guru masuk kelas aja bawaannya udah ngantuk dan nggak semangat. Tanpa sadar, rasa benci ini berkembang bertahun-tahun makin lama makin akut. Sekolah gak enjoy, ada tugas nyalin punya temen terus, ulangan nyontek, kalo belajar selalu nunda-nunda terus, soalnya rasanya terpaksa dan nyiksa banget.
"Ya tapi mau gimana lagi, kalau udah benci sama pelajaran tertentu harus gimana lagi dong? Kalau udah benci, emang bisa sayang?"
Nah, kali ini, gue mau berbagi insight kenapa sih kita bisa jadi benci gitu sama suatu mata pelajaran. Trus, gue juga bakal beberin gimana caranya mengatasi rasa tidak suka itu. Oke, sebelumnya gue mau share hasil polling yang udah dibikin zenius beberapa waktu lalu. Itu lho yang tentang Mata Pelajaran yang Disukai dan Dibenci. Nah berikut ini gue tampilin dulu daftar urutan mata pelajaran yang dibenci :
1. Fisika
2. Matematika
3. Kimia
4. Sejarah
5. Biologi
6. Ekonomi
7. Bahasa Indonesia
8.. Bahasa Inggris
9. Sosiologi
10. Geografi
Oke, so pelajaran yang dibenci ternyata didominasi pelajaran Fisika, Matematika, Kimia, dan Sejarah. Apa yang menyebabkan kita nggak suka sama mata pelajaran tertentu? Well, faktornya banyak sih emang kita belum survey buat bisa diidentifikasi core utama secara serius akar permasalahannya apa. Tapi, gue mau coba bahas dari sudut pandang disiplin ilmu yang gue pelajari (psikologi). Yuk kita bedah satu per satu dulu.
Priming Effect
Secara sederhana, definisinya Priming adalah proses di memori implisit manusia yang bikin manusia mikir suatu hal memiliki asosiasi dengan hal atau sifat-sifat tertentu secara gak sadar. Nah, efek priming inilah yang menjadi salah satu penyebab kenapa kita bisa benci/gak suka terhadap mata pelajaran tersebut.
Pada tahun 1996, seorang social psychologist bernama John Bargh melakukan eksperimen unik banget, Pada eksperimen ini, ada 60 orang yang berpartisipasi. 30 orang partisipan pertama di ruangan itu diminta untuk menyusun kalimat berisi kata-kata yang berkaitan usia tua, misalnya "bijaksana, sabar, berhati-hati", dsb . Sedangkan 30 orang partisipan sisanya diminta untuk menyusun kata-kata yang sifatnya netral dan tidak ada kaitannya dengan usia, seperti "kreatif, semangat, berjuang", dsb.
Tanpa sadar, sebetulnya kecepatan berjalan mereka ketika memasuki (sebelum menjalani test) dan meninggalkan ruangan (setelah menjalani test) dihitung dengan menggunakan semacam sensor. Kemudian, kecepatan berjalan mereka setelah menyusun kata-kata tersebut (meninggalkan ruangan) dibandingkan dengan kecepatan berjalan mereka sebelum menyusun kata-kata (memasuki ruangan).
Hasilnya, partisipan yang di-prime dengan kata-kata yang berkaitan dengan usia tua, jalannya lebih lambat daripada partisipan yang di-prime dengan kata-kata netral.
Nah, priming ini juga berkaitan erat sama stereotyping. Perempuan yang di-prime dengan informasi bahwa “laki-laki lebih pandai dibandingkan dengan perempuan” cenderung memiliki skor tes yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan yang tidak di-prime dengan hal tersebut. Efek yang sama juga terjadi dengan sekolah yang mengambil kebijakan mengumpulkan siswa yang nilai akademisnya tinggi jadi masuk "Kelas Unggulan" dan memisahkan siswa-siswa dengan nilai yang akademis yang standard ke bawah sebagai "Kelas Non-Unggulan". Nah, apakah sekolah lo ada yang masih aja memberlakukan kebijakan semacam itu?
"Tapi Apa hubungannya priming sama ketidaksukaan kita sama mata pelajaran di sekolah?"
Well, contohnya aja adalah pelajaran matematika. Biasanya nih banyak banget senior, temen, atau bahkan kakak kita yang bilang kalau misalnya matematika itu susah, ribet, bikin pusing, dll. Karena di awal udah ke-prime seperti ini, secara gak sadar pas belajar matematika akan ngerasa semakin susah. Efeknya priming ini sama kayak efek sugesti. Gimana cara mengatasinya? Ada beberapa hal yang bisa gue rekomendasiin:
PERTAMA adalah coba setting kondisi lingkungan pergaulan lo dengan menghindari bergaul dengan temen-temen yang sering mengirim sinyal negatif satu sama lain. Sinyal negatif yang gue maksud itu seperti "Duh, males banget pelajaran Fisika. Si Bapak X ngajarnya nggak asik banget deh. Bolos aja yuk!" atau contoh lainnya "Gila yah gua udah belajar mati-matian buat Ulangan Pelajaran Kimia, tapi tetep aja nilainya jelek. Kimia emang susah banget nempel ke otak gue". Karena semakin lo sering dikelilingi oleh lingkungan yang ngasih sinyal negatif, semakin gedelah efek priming atau sugesti ini masuk ke alam bawah sadar lo.
Alternatif solusi KEDUA itu mungkin rada aneh awalnya buat dilakuin, tapi asli ini ngaruh banget. Caranya adalah dengan sugestiin balik ke diri lo kalau lo suka sama mata pelajaran tersebut. Caranya bisa dengan hal-hal remeh misalnya dengan nulis “Matematika itu Pelajaran yang Asik!” di buku catatan kalian. Atau sebelum lo masuk ke kelas, coba dulu berdiri dengan tegak, taruh kedua tangan kalian di pinggang dan berkata “Gue suka matematika dan di kelas ini, gue akan belajar bener-bener supaya gue paham.”. Disarankan sih ini dilakukan di bilik toilet dan ngomongnya dalam hati untuk menghidari lo dikira orang aneh.
"Ah itu sih namanya nipu diri. Kalau udah namanya benci ya benci. Mana mungkin secara ajaib bisa berubah jadi suka dengan cara seperti itu doang!"
Saran gue yang kedua emang kedengarannya agak konyol dan remeh, mirip kayak ilmu parapsychology atau bualan motivator banget, ya? Tapi, ternyata udah banyak sosial eksperimen yang membuktikan bahwa sugesti seperti itu berkorelasi dengan level testosteron dan kortisol di otak kita. Testosteron itu adalah hormon yang mempengaruhi dominansi dan power, sedangkan kortisol adalah hormon stress. Dengan memberikan sugesti yang tepat pada diri kita, secara tidak langsung, kita bisa "mengatur" kadar kedua hormon tersebut, sehingga kita bisa kuat, tegas, dominan, tapi ga asal reaktif terhadap stress. Dengan kata lain, kita bisa nge-prime diri kita supaya punya self-control yang baik, terutama ketika dihadapkan pada hal yang bikin stress, misalnya mata pelajaran di sekolah.
Metode semacam ini pastinya bukan jurus ajaib yang bisa mengubah persepsi lo dalam sekejap, tapi dengan terus mencoba memberi sugesti positif terhadap diri sendiri secara konsisten, maka secara gradual persepsi kita bisa bener-bener berubah
Faktor Guru
Dulu gue sempet kesel ama guru Sejarah gue di SMA. Waktu UTS, ada soal esai yang meminta gue menyebutkan tokoh pendiri NKRI. Gue jawablah Tan Malaka, karena emang dia yang punya ide tentang Republik Indonesia. Eh, nggak taunya disalahin ama guru gue. Dia bilang itu salah karena info itu nggak ada di buku teks, hahaha. Setelah itu gue sadar kalo banyak banget guru yang hanya terpaku pada sumber teksbook sekolah. Hal ini sangat berpengaruh terhadap dinamika kegiatan belajar mengajar di kelas. Ketika guru cuma fokus ke modul, kita nggak bisa mengeksplorasi lebih lanjut ide-ide terkait pelajaran yang kita dapetin di kelas dan bisa jadi, berpengaruh terhadap persepsi kita terhadap pelajaran tersebut.
Kalo coba kita telaah lagi ke contoh gue sebelumnya tentang pelajaran Sejarah, pelajaran Sejarah isinya kebanyakan nama-nama tokoh, tempat, dan tahun-tahun. Ujung-ujungnya, kita seakan-akan dipaksa untuk ngafalin hal-hal tersebut supaya bisa dengan lancar ngejawab pertanyaan yang dibikin guru pada saat ujian.
Padahal, metode pembelajaran Sejarah tuh bisa dibikin seru dan gak harus melulu mengacu ke buku teks sejarah. Sumber belajar kita tuh banyak, loh! Bisa dari majalah-majalah sejarah kayak Historia, untuk versi luar negeri misalnya BBC History atau History Today, atau dari dengan baca sastra-sejarah seperti karya Pramoedya Ananta Toer, Umar Kayam, dan sastrawan-sastrawan lainnya yang mengangkat tema sejarah.
Kalo lo perhatiin artikel-artikel sebelumnya, coba deh lo tengok pembelajaran Sejarah yang seru di artikelnya Faisal yang ngebahas Ultah Jakarta 22 Juni, Yakin nih? Sejauh sepengetahuan gue, cerita sejarah seperti itu gak pernah dibahas di textbook sejarah SMP/SMA tuh. Coba aja kalo pelajaran sejarah bisa dikupas seseru dan sekocak tulisan Faisal itu di kelas, mana mungkin sih kita bisa sanggup benci sama pelajaran Sejarah?
Motivasi Pribadi
Sebetulnya di blog ini, Wisnu udah pernah bahas dengan jelas, Apa Sih Yang Bikin Kita Termotivasi? Sedikit tambahan bahasan dari gue : motivasi pribadi lo dalam belajar itu sebetulnya sangat dipengaruhi gimana lo memandang esensi dari pelajaran itu sendiri. Kalau misalnya dari lo sendiri udah memandang bahwa pengetahuan di mata pelajaran tertentu merupakan pengetahuan yang harus lo hapal demi mendapatkan nilai ujian yang baik, maka hal itu akan semakin membebani lo. Ketika lo terlalu fokus untuk ngehapalin informasi yang ada di buku teks, kesempatan lo untuk mengeksplorasi informasi yang lebih luas akan semakin kecil.
Menurut gue, pengetahuan yang ada di buku teks itu gak penting untuk dihapal. Sekadar paham aja sudah cukup. Sisanya, lo bisa eksplorasi dari sumber-sumber lain. Semakin kaya sumber informasi lo terkait pengetahuan tersebut, maka semakin komprehensif juga pemahaman lo. Nah, kalau pemahaman lo udah komprehensif, lo nggak perlu ngafalin lagi. Lo akan hapal dengan sendirinya karena lo sudah familiar dengan pengetahuan tersebut.
Terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi kesukaan/ketidaksukaan kita terhadap pelajaran tertentu, sebetulnya ilmu pengetahuan itu saling berkaitan satu sama lain. Jadi, ketika kalian udah gak suka sama satu cabang ilmu pengetahuan, bisa mempersempit kesempatan kalian untuk mengetahui informasi lain. Jadi, sebetulnya rugi/sayang banget kalo lo sekarang bisa suka sama pelajaran Biologi tapi malah benci sama pelajaran Sosiologi.
Misalnya aja kalau kita suatu saat pingin jadi dokter dan tiba-tiba ngehadepin pasien, alangkah bagusnya kalo kita gak hanya bergantung sama ilmu kedokteran yang kita miliki untuk memberikan treatment terhadap orang tersebut. Akan jaauuuh lebih baik kalau kita mengidentifikasi kondisi pasien dari berbagai segi, misalnya psikologis dan lingkungan sosialnya - sehingga kita dapat analisis yang lebih komprehensif.
Gak ada ruginya kok kalau lo ngedalemin banyak mata pelajaran, terutama ketika lo masih duduk di bangku SMA, di mana dasar-dasar ilmu pengetahuan kita bisa pelajarin. Apalagi semakin ke sini, semakin berkembang juga cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dihasilin dari integrasi disiplin ilmu-ilmu lain, kayak Neuroeconomics, Computational Psychology, Behavioral Economics, dll.
Sumber: Zenius.net
(mdk/dzm)