250 Pemuda dari 35 negara hadiri Youth Involvement Forum di Banyuwangi
250 Pemuda dari 35 negara menghadiri Youth Involvement Forum (YIF) yang diinisiasi oleh Indonesia Youth Forum sejak 24-27 November 2017 di Banyuwangi. Mereka duduk bersama dan bertukar ide serta gagasan inovatif sekaligus mengenali khazanah seni-budaya daerah di tempat yang dikenal dengan Sunrise of Java itu.
250 Pemuda dari 35 negara menghadiri Youth Involvement Forum (YIF) yang diinisiasi oleh Indonesia Youth Forum sejak 24-27 November 2017 di Banyuwangi. Mereka duduk bersama dan bertukar ide serta gagasan inovatif sekaligus mengenali khazanah seni-budaya daerah di tempat yang dikenal dengan Sunrise of Java itu.
Tim Satgas Revitalisasi Pendidikan Vokasi Kemendikbud, Moh Bruri Triyono mengatakan pendidikan vokasi yang mengusung konsep 'link and match' antara Sekolah Menengah Kejuruan, Ketenagakerjaan dan Industri diharapkan mampu menghasilkan tenaga kerja yang terampil sesuai kebutuhan dunia industri saat ini. Hal ini diyakini mampu meningkatkan produktifitas dan daya saing nasional.
"Konsep link and match menjadi solusi atas persaingan global yang semakin ketat. Untuk mewujudkan hal tersebut, komunikasi dan koordinasi di semua lini harus lebih diintensifkan. Karena hal ini menyangkut daya saing SDM yang inheren dengan harga diri bangsa dan pesantren harus melihat itu sebagai satu ghiroh (semangat) zaman," katanya, Senin (27/11).
Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian PPN Bappenas, Wariki Sutikno mengatakan, SMK komunitas mencoba menjembatani antara pesantren dan pendidikan vokasi untuk menjawab tantangan zaman dan pertanyaan besar kebutuhan pekerjaan masa depan. Konteksnya jelas, santri dituntut menguasai dinamika zaman yang kian canggih dan kompetitif di masa mendatang. Dengan demikian, pesantren mampu bergerak maju mengikuti pergerakan zaman.
"Kolaborasi antara SDM, Kelembagaan dan Teknologi perlu diutamakan. Agar narasi besar yang sedang bersama kita bangun mengenai pendidikan vokasi mampu menjawab SDM yang memiliki kompetensi yang kompetitif," katanya.
Founder Indonesia Youth Forum, Muhammad Abdul Idris mengungkapkan softskill dan hardskill juga penting untuk dipelajari para santri agar mampu bersaing di era millenial.
"Santri harus siap bersaing di zaman now dengan tidak melupakan zaman old. Santri harus bisa menjawab tantangan zaman dengan tekat, kepercayaan diri dan bekal skill yang sudah diajarkan dan diperoleh dari pesantrennya masing masing," katanya.
Menurutnya, revitalisasi pendidikan vokasi tidak sebatas mengupgrade kualitas daya saing SDM saja, akan tetapi kemampuan menggerakkan partisipasi aktif masyarakat agar mampu menjadikan kebudayaan, destinasi pariwisata, kreatifitas yang berbasis local wisdom menjadi produk yang kompetitif. Agar revitalisasi pendidikan vokasi mampu melibatkan semua pihak.
"Di sisi lain, political will pemerintah dan industri juga harus jelas keberpihakannya. Banyak alumni-alumni pesantren yang memiliki kompetensi bagus dan terampil. Pemerintah bersama industri harus lebar membuka mata tentang skill santri yang mumpuni, tidak pilih kasih dan diberikan akses legalitas (sertifikasi) kompetensi," katanya.