5 Kasus plagiarisme yang mengguncang dunia akademik
Apalagi saat si penjiplak malah bangga menduduki jabatan tinggi dari hasil perbuatan lancung.
Membuat karya tulis yang benar-benar asli dari alam pikir memang terasa mahal. Meski dilirik atau tidak, tetap saja hal itu menjadi kebanggaan buat penulisnya.
Namun, buat beberapa pihak yang gemar mencari jalan pintas, menjiplak (plagiat) nampaknya lebih mengasyikkan. Mungkin ketimbang harus bersusah payah meneliti, tanya kanan-kiri, buka buku yang menurut mereka menghabiskan waktu dan kocek, lebih nikmat menjiplak. Hasilnya instan dan semoga tidak ketahuan. Tetapi bagi para pengagum kejujuran, cara itu mungkin terlihat hina.
Kendati demikian, apes buat mereka yang ketahuan menjiplak. Apalagi saat si penjiplak malah bangga menduduki jabatan tinggi dari hasil perbuatan lancung. Tak ada ampun buat mereka yang ketahuan menggadaikan pemikirannya.
Berikut adalah beberapa orang yang perbuatan menjiplaknya terungkap ke hadapan publik. Mereka kebanyakan berlatar cendekiawan yang rasanya aneh jika masih lancang menjiplak karya tulis.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Kapan kasus perceraian ini terjadi? Berikut cerita lengkapnya yang dikutip dari odditycentral.com pada (19/4).
-
Apa yang pantun ini ingin sampaikan tentang perpisahan? Jangan berpisah terlalu usang, Karena nanti kau akan rindu.
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Kenapa Ganjar menyayangkan pelanggaran etik yang terjadi di KPU? “Kalau MK-nya juga kena, terus kemudian KPU-nya kena etika, apa yang kemudian kita bisa banggakan pada rakyat di proses Pemilu ini?,” heran Ganjar menandasi.
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
Berburu gelar guru besar, 3 dosen UPI nekat plagiat
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sempat gempar dua tahun lalu. Sebab, tiga dosen perguruan tinggi dahulu dikenal dengan nama Institut Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung itu kedapatan mencontek naskah untuk promosi guna mendapatkan gelar guru besar. Tetapi, mereka cuma mendapat sanksi berupa penurunan pangkat dan jabatan dan lolos dari pemecatan.
Mereka adalah Cecep Darmawan, Lena Nuryati, dan Ayi Suherman. Ketua Senat Akademik UPI, Syihabudin, saat itu mengatakan sanksi diberikan kepada ketiga doktor sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 tahun 2010 tentang pencegahan plagiat di perguruan tinggi.
Dosen favorit UNPAR yang gemar menjiplak
Dunia akademis Indonesia sempat heboh saat mantan guru besar Universitas Katolik Parahyangan, Profesor Anak Agung Banyu Perwita, ketahuan menjiplak tulisan yang nekat dia kirimkan ke surat kabar berbahasa Inggris. Dosen favorit dengan catatan akademis cemerlang itu pun harus menyudahi karirnya dengan cap plagiator.
Banyu tadinya adalah dosen favorit Jurusan Hubungan Internasional UNPAR. Awalnya memang tidak ada yang tahu kalau profesor muda itu mulai bermain api dengan menjiplak tulisan buat dikirimkan sebagai artikel opini di surat kabar The Jakarta Post. Mungkin dia merasa tidak yakin dengan dirinya maka memutuskan menjiplak. Atau bisa juga supaya terlihat keren dan prestise.
Tulisan Banyu berjudul, 'RI’s defense tranformation,' diterbitkan di The Jakarta Post, 14 Juni 2009. Setelah diamati baik-baik, ternyata Banyu diketahui menjiplak tulisan karya Richard A. Bitzinger berjudul, 'Defense Transformation and The Asia Pacific: Implication for regional Millitaries,' sudah terbitkan di jurnal Asia-Pacific Center for The Security Studies Volume 3—Nomor 7, pada Oktober 2004.
Tak hanya itu, masih di surat kabar sama, artikel opini Banyu kembali terbit dengan judul, 'RI as A New Middle Power.' Tetapi, ternyata lagi-lagi itu merupakan karya plagiat dari tulisan seorang penulis asal Australia, Carl Ungerer, berjudul, 'The Middle Power, Concept in Australia Foreign Policy,' dan telah dimuat di Australian Journal of Politics and History Volume 53, pada 2007.
Akibatnya, Banyu Perwita dipecat dengan tidak hormat. Tetapi, rupanya Banyu tak ingin dipermalukan akibat perbuatannya dan memilih mengundurkan diri demi menyelamatkan sisa-sisa harga dirinya.
Doktor memble dari ITB
Kisah kelam jiplak-menjiplak karya tulis juga pernah menghampiri Institut Teknologi Bandung (ITB). Praktik plagiat di kampus yang terkenal sebagai lumbung teknokrat Indonesia itu dilakukan oleh Mochammad Zuliansyah. Dia saat itu sedang memburu titel doktor dengan menempuh pendidikan di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) angkatan 2003.
Guna meraih gelar doktor, Zuliansyah menulis disertasi berjudul "Model Topologi Geometri Spasial 3 Dimensi." Sialnya, disertasi jiplakan itu malah telah disetujui pada 1 Agustus 2008, dan dia sempat dinyatakan lulus program Doktor.
Bodohnya, Zuliansyah malah nekat mengikutsertakan disertasi hasil mencontek itu dalam acara Konferensi Internasional Cybernetics dan Sistem Intelejensia perkumpulan Institut Insinyur Listrik dan Elektro (Institute Electrical and Electronics Engineers-IEEE International Conference on Cybernetics and Intelligent Systems) di Chengdu, China, pada 21 sampai 24 September 2008. Di ajang itulah aksi tipu-tipu Zuliansyah terungkap.
Setelah dibaca dan diamati baik-baik, menurut panitia disertasi Zuliansyah terbukti menjiplak. Bahkan kategorinya level 1 alias paling berat. Ternyata, pada 2000 tulisan Zuliansyah itu sudah dipublikasikan oleh penulis aslinya. Ide itu tercantum dalam disertasi Dr. Siyka Zlatanova dari Universitas Teknologi Graz, Austria, berjudul '3D GIS for Urban Development.' Siyka mempresentasikan disertasinya pada the 11th International Workshop on Database and Expert System application, DEXA 2000.
Menurut panitia, disertasi Zuliansyah sama persis dengan milik Siyka. Setelah kabar itu sampai ke tanah air, maka gemparlah jagat akademisi. Masalahnya yang dihantam perkara itu adalah ITB, yang puluhan tahun dianggap mencetak ilmuwan mumpuni. Kepercayaan itu pun seketika sirna lantaran nila setitik.
Zuliansyah juga mesti meminta maaf kepada Siyka dan IEEE secara tertulis. Jelaslah perbuatannya mencoreng nama Indonesia di dunia keilmuan.
Tulisan omong kosong Ipong
Karir Ipong S. Azhar sebagai kolumnis di berbagai media massa sempat menjulang. Tulisannya cukup populer dan kerap mejeng di halaman surat kabar ternama.
Namun, gara-gara disertasinya ketahuan menjiplak, semua prestasi Ipong hilang dalam sekejap. Disertasi Ipong guna meraih gelar doktor di Universitas Gadjah Mada yang dibukukan dengan judul 'Radikalisme Petani Masa Orde Baru: Kasus Sengketa Tanah Jenggawah pada pertengahan 1999,' adalah sumber masalahnya. Tak berapa lama setelah diterbitkan, kebohongan Ipong mulai terungkap.
Seorang peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bernama Mochammad Nurhasim langsung terkejut setelah membaca bab demi bab buku itu. Dia terperanjat setelah mengetahu isi buku Ipong sama dengan skripsinya. Merasa tidak terima, Nurchasim lantas melayangkan surat ke Senat UGM, sekaligus mengirim salinan skripsinya. Dia juga membuat surat terbuka ke berbagai media massa.
Dia menuduh Ipong menjiplak dan mendesak supaya gelar doktor kolumnis itu dicabut. Karena memiliki bukti kuat, keputusan final dijatuhkan pada 25 Maret 2000 dalam Forum Rapat Senat UGM yang dipimpin Ichlasul Amal, Rektor UGM saat itu, dan dihadiri 102 anggota senat. Alhasil, gelar doktor Ipong pun melayang. Sebagai gantinya, Ipong pun menyandang titel penjiplak.
Diduga plagiat, Anggito Abimanyu mundur dari UGM
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Anggito Abimanyu, dituding menjiplak tulisan karya orang lain. Hal ini terkait tulisan Opini yang ditulis Anggito dalam harian Kompas pada Senin 10 Februari lalu.
Anggito dinilai telah menjiplak karya Hatbonar Sinaga yang sebenarnya juga pernah dimuat di Kompas pada tahun 2006 lalu. Kasus dugaan penjiplakan ini ramai dibicarakan di dunia maya. Mereka menggunjingkan kasus penjiplakan ini dan menyayangkan jika seorang Anggito Anggito benar melakukannya.
Dalam kolom Opini Kompas Senin 10 Februari lalu, Anggito menulis Opini yang diberi judul 'Gagasan Asuransi Bencana' Anggito menulis sebagai Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Dalam Opininya, Anggito mengangkat rencana Menteri Keuangan Chatib Basri mewacanakan kembali perlunya asuransi bencana alam. Di empat paragraf pertama tidak ada masalah dalam Opini tersebut.
Dugaan penjiplakan baru kentara di paragraf kelima yang diberi judul 'Bencana dan regulasi bencana'. Di Bab ini lah yang kemudian kontroversi.
Di bab tersebut, Anggito menuliskan, "Dalam The 100 Greatest Disasters of All Time karya Stephen J Spignesi, dua bencana di Indonesia berada di peringkat ke-22 dan ke-30. Pertama, letusan Gunung Tambora di Sumbawa (1815) yang merenggut 150.000 jiwa dan menurunkan suhu bumi. Kedua, letusan Gunung Krakatau (1883) yang menelan 36.000 nyawa. Jika buku itu disusun setelah tsunami Aceh, bencana yang merenggut nyawa sekitar 300.000 jiwa itu akan bertengger di posisi ke-18,"
Hal ini hampir persis dengan apa yang pernah di tulis oleh Hatbonar Sinaga di Kompas, 21 Juli 2006 lalu. Di paragraf awalnya, Hatbonar menuliskan:
"Dalam buku The 100 Greatest Disasters of All Time karya Stephen J Spignesi, dua bencana di Indonesia masuk peringkat ke-22 dan 30. Letusan Gunung Tambora di Sumbawa tahun 1815 merenggut 150.000 jiwa dan menurunkan suhu Bumi. Adapun letusan Gunung Krakatau tahun 1883 menelan 36.000 nyawa. Jika buku tersebut disusun setelah tsunami Aceh, bencana yang merenggut nyawa sekitar 300.000 jiwa itu akan bertengger di posisi 18."
Begitu juga seterusnya. Banyak kalimat yang persis di Opini Hatbonar ada di Opini Anggito pada Senin kemarin. Indikasi bahwa Anggito melakukan penjiplakan pun merebak. Tak lama berselang, Anggito akhirnya menyatakan mundur sebagai dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM). Pengunduran diri ini kabarnya terkait dengan praktik penjiplakan pada tulisannya 'Gagasan Asuransi Bencana' itu.
"Demi mempertahankan kredibilitas UGM sebagai universitas dengan komitmen pada nilai-nilai kejujuran, integritas dan tanggung jawab akademik, saya, Anggito Abimanyu , telah menyampaikan permohonan pengunduran diri sebagai dosen UGM kepada Rektor UGM," kata Anggito dalam pernyataan persnya di Kampus UGM, Yogyakarta, kemarin.
Mesk demikian, Anggito enggan mengakui telah menjiplak karya orang lain. Namun, dia berdalih mengatakan, 'telah terjadi kesalahan pengutipan referensi dalam sebuah folder di komputer pribadi yang belakangan diketahui merupakan kertas kerja yang ditulis oleh Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan.'
Atas kejadian itu, Anggito menyatakan menyesal dan meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rektor dan civitas akademika UGM, dekan dan para dosen FEB UGM, mahasiswa dan alumni UGM, surat kabar Kompas.
"Dan pihak-pihak lain yang merasa dirugikan dengan adanya tulisan saya tersebut, khususnya saudara Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan," ujar Anggito.
Meski demikian, UGM sebagai lembaga pendidikan tak tinggal diam. Kasus dugaan plagiat dilakukan Anggito Abimanyu tetap akan dibawa ke Dewan Etik, kendati dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) itu sudah mengundurkan diri. Pihak UGM akan menelaah tulisan Anggito berjudul 'Gagasan Asuransi Bencana' itu.
"Nanti prosesnya akan dilakukan di senat, lalu ke dewan etik, ke senat lagi, baru nanti diputuskan rektor," kata Pratikno kemarin.