91 Tahun Hoegeng, sang polisi panutan yang jujur dan mengayomi
Hoegeng juga tak kenal kompromi mengusut berbagai kasus kejahatan.
Saat ini kepolisian dalam sorotan, terutama pada kasus dugaan korupsi simulator SIM. Kasus ini pula yang membawa polisi terlibat konflik dengan KPK. Presiden SBY harus turun tangan untuk menengahi konflik.
Tak urung, kasus ini membuat citra polisi makin merosot. Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menilai kurangnya teladan membuat institusi kepolisian ini sulit berubah.
"Salah satu penyebab tidak berjalannya reformasi kultur sehingga tetap berlangsungnya korupsi di Polri adalah miskinnya teladan dari atasan dan jenderal. Gaya hidup para jenderal yang bergelimang kemewahan misalnya rumahnya di Pondok Indah, sekaligus miskin prestasi menjadi dorongan korupsi bawahan," ujar DPR Eva Sundari kepada merdeka.com, beberapa waktu lalu.
Berkaitan dengan teladan, polisi tidak bisa melupakan Hoegeng Iman Santosa. 14 Oktober 1921, atau tepat 91 tahun lalu, Hoegeng lahir di Pekalongan. Cerita kejujurannya diceritakan dari generasi ke generasi. Rasanya tak ada yang bisa menyainginya. Saat masyarakat merindukan sosok polisi jujur, tegas dan mengayomi, hanya nama Hoegeng yang disebut. Tak ada nama lain.
Nama Hoegeng mulai menjadi buah bibir saat berpangkat Komisaris Polisi dan bertugas di Kota Medan. Di sana Hoegeng mengobrak-abrik bandar judi Medan. Dia membongkar suap menyuap pada para polisi dan jaksa di Medan yang menjadi antek bandar judi.
Yang istimewa, Hoegeng tak mempan disuap. Barang-barang mewah pemberian bandar judi dilemparnya keluar jendela. Lebih baik hidup melarat daripada menerima suap atau korupsi. Itu prinsip hidup Hoegeng yang ditirunya dari Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Kariernya terus menanjak. Tanggal 15 Mei 1968, Presiden Soeharto melantik Komjen Hoegeng Iman Santosa menjadi Kapolri. Tugas berat menanti Hoegeng, dia harus membereskan soal penyelundupan dan korupsi yang saat itu merajalela.
Sebagai Kapolri, hidup Hoegeng jauh dari mewah. Hoegeng tak mau menerima suap satu sen pun. Istrinya yang berjualan bunga disuruh berhenti. Hoegeng takut profesi istrinya akan dijadikan celah orang-orang yang ingin menyuapnya. Hoegeng bahkan tak punya mobil pribadi. Sehari-hari dia mengandalkan mobil dinas untuk memantau kondisi Jakarta. Jika jalanan macet, sang jenderal tak segan turun dari mobilnya dan mengatur lalu lintas bersama ajudannya.
Hoegeng sempat heran saat mendengar seorang perwira polisi bisa membeli rumah mewah di Kemang. Atau bermobil mewah dan bergaya perlente ala pengusaha.
"Memang berapa gaji polisi? Itu dapat darimana," ujar Hoegeng sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Hoegeng juga tak kenal kompromi mengusut berbagai kasus kejahatan. Dia tidak peduli siapa beking orang itu. Jika bersalah, harus ditindak.
Sangat aneh jika di masa sekarang, ada jenderal polisi dengan jabatan Wakapolri berkata, hidup dari gaji saja tidak cukup.