Ada yang belum pas, Jokowi belum teken draf revisi UU Terorisme
"Ada warning-warning yang belum pas," kata Luhut.
Menko Polhukam Luhut Panjaitan telah menyerahkan draf revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin (1/2) siang. Walaupun telah diserahkan, sampai saat ini, Luhut menyebut Jokowi belum membubuhkan tandatangannya sebagai pengesahan sebelum diserahkan ke DPR.
"Ada warning-warning yang belum pas," kata Luhut di Kemenko Polhukam, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (1/2).
Menurut Luhut, meski belum ditandatangani Presiden, namun semangat revisi itu dibuat untuk mengecilkan ruang gerak terorisme di Indonesia. Rencananya, kata dia, revisi tersebut ditargetkan selesai dalam satu bulan kedepan.
"Kami berharap ini bisa mengurangi ruang gerak mereka," kata dia.
Luhut menjelaskan alasan Jokowi belum menandatangani tersebut dikarenakan pemerintah tak ingin main asal menyetujui. Melainkan, pemerintah ingin dalam draf tersebut definisi tentang terorisme ditegaskan secara jelas agar tidak salah sasar dan masyarakat tak salah kaprah.
"Ada definisinya seperti apa itu terorisme, apa itu kekerasan. Pokoknya sudah dibuat secara detail," ungkap dia.
Luhut juga mematikan tak ada poin atau pasal yang ditambah dalam revisi ini. Dari 40 pasal UU terorisme, hanya ada 19 pasal yang direvisi seperti yang telah disiapkan sebelumnya.
Adapun poin-poin yang sempat disebutkan Luhut, salah satunya, yaitu pencabutan paspor mengenai orang yang bergabung dengan ISIS. Jika terlibat, negara akan menahan yang bersangkutan selama 30 hari. Kedua, penangkapan terhadap perkumpulan yang terindikasi teroris. Ketiga, mereka yang menjadi fasilitator aksi terorisme di Indonesia.