Agar tak meluas, Ansor minta polisi usut pembakaran musala di Papua
"Jangan sampai ini meluas menjadi konflik agama. Hukum harus ditegakkan," kata Nusron.
Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Nusron Wahid meminta polisi mengusut tuntas pembakaran musala di Kabupaten Tolikara, Papua, saat jamaah di dalamnya bersiap takbir Salat Idul Fitri. Hal itu penting agar tidak melebar ke konflik dan kerusuhan yang mengatasnamakan agama.
Terlebih, selain musala sebanyak enam rumah dan sebelas kios warga juga dibakar oleh sekelompok orang yang tidak bertanggungjawab tersebut.
"Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah dijamin oleh konstitusi negara ini. Siapapun dan atas nama apapun tidak boleh ada yang mengganggu, apalagi sampai membakar tempat ibadah," kata Nusron Wahid dalam keterangannya, Jumat (17/7).
Seperti diketahui, sekelompok orang tak dikenal melakukan pembakaran musala di Tolikara ketika jamaah di dalamnya bersiap takbir Salat Idul Fitri, pagi tadi. Selain musala, beberapa rumah dan kios juga ikut dibakar. Atas kejadian itu, warga yang hendak melakukan Salat Id musala itu harus berpindah ke Lapangan Koramil Tolikara karena takut menjadi sasaran amuk massa.
Menurut Nusron, meski peristiwa itu tidak memakan korban jiwa maupun korban luka, tetapi sangat nyata tindakan itu melukai kehidupan umat beragama. Untuk itulah, meskipun kondisinya saat ini sudah kondusif, tetapi aparat keamanan harus mengusut pelaku untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan hukum.
"Jangan sampai ini meluas menjadi konflik agama. Hukum harus ditegakkan, dan negara wajib menjamin warganya dalam menjalankan ibadah," ujarnya.
Lebih lanjut, Nusron mengatakan kasus pembakaran musala serta beberapa kios dan rumah harusnya tidak terjadi. Apalagi, saat ini sedang momentum lebaran yang harusnya saling memaafkan. Maka dari itu, dia menilai tindakan tersebut sebagai perbuatan biadab yang tidak bisa ditolerir.
"Sungguh biadab dan mengusik rasa ketenangan sebagai sebuah bangsa," terang Nusron.
Atas kasus tersebut, Nusron melihatnya sebagai pembelajaran bagi bangsa Indonesia, bahwa tidak ada tirani minoritas dan diktator mayoritas. Yang mayoritas, kata dia, tidak boleh semena-mena.
"Harus ada empati. Yang di basis Islam mayoritas muslim tidak boleh sewenang-wenang, juga non-muslim yang mayoritas di basisnya jangan semena-mena," ujarnya.