Aisyiyah enggan dianggap sebagai "Dharma Wanita" Muhammadiyah
Mereka menyatakan peran Aisyiyah lebih luas dan mandiri.
Salah satu organisasi sayap Muhammadiyah, Aisyiyah, enggan dianggap hanya sebagai "Dharma Wanita". Mereka menyatakan, karakter organisasi itu jauh berbeda.
Demikian ditegaskan bendahara umum Aisyiyah Mahsunah, salah satu Ketua di Pimpinan Pusat Aisyiyah Siti Aisyah, dan Ketua Lembaga Penelitian dan pengembangan Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah, saat memberikan keterangan pers usai penutupan sidang tanwir III di Hotel Condotel, Makassar, Minggu (2/8).
Kata Tri, jika Dharma Wanita hanya mengukuhkan peran peran perempuan sebatas lingkungan domestik dan pendukung suami, maka Aisyiyah berbeda karena organisasi ini mandiri, dijalankan oleh perempuan-perempuan mandiri yang ingin menyumbang energinya bagi kaum perempuan.
"Aisyiyah selalu hadir untuk perempuan, di antaranya dengan memberikan kegiatan advokasi perempuan misalnya terkait angka kematian ibu melahirkan yang meningkat. Karena negara tidak punya banyak perhatian, maka di situ Aisyiyah hadir untuk mendorong turunkan angka kematian ibu melahirkan. Di antaranya mendorong pemerintah daerah untuk alokasikan anggaran APBD-nya bagi perempuan. Kiprah seperti ini yang membedakan antara Aisyiyah dan Dharma Wanita," kata Tri.
Siti Aisyah menambahkan, dulu Aisyiyah memang bagian dari Muhammadiyah yang kewenangannya terbatas. Misalnya kegiatan amal usaha bidang pendidikan. Aisyiyah hanya diperkenankan membuka Taman Kanak-kanak (TK) Aisyiyah. Urusan SD hingga Perguruan Tinggi ditangani Muhammadiyah.
"Saat ini Aisyiyah telah diberi kesempatan seluas-luasnya khususnya untuk membina perempuan dengan status otonom khusus. Olehnya saat ini Aisyiyah sudah berkembang dan sudah memiliki SD, Rumah Sakit dan pesantren Aisyiyah," tutur Siti Aisyah.
Soal posisi tawar Aisyiyah di kancah nasional, menurut Siti memang masih perlu kerja keras dengan berusaha menyiapkan generasi ke depan.