Akademisi Gugat KPU Rp70,5 Triliun, Tuding Melawan Hukum karena Terima Prabowo-Gibran
Anang berharap KPU dalam menyelenggarkan Pilpres harus tetap mengedepankan keadilan.
Kliennya menilai KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Akademisi Gugat KPU Rp70,5 Triliun, Tuding Melawan Hukum karena Terima Prabowo-Gibran
Seorang Akademisi bernama Brian Demas Wicaksono melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait dengan diterima pendaftaran pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpers 2024. Gugatan terdaftar dengan nomor perkara: 717/pdt.G/2023/PN.Jkt Pst.
- Janji Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud MD dalam Penegakan Hukum di Pilpres 2024
- Simak, Pengalihan Arus Lalin Sekitar KPU saat Prabowo-Gibran Daftar Capres-Cawapres
- Dukung Gibran, AMPI Nilai Keputusan Rapimnas Golkar Buka Peluang Kiprah Politik Kaum Muda
- Potret Dua Jenderal Kompak Datangi Bakti Kesehatan 34 Tahun Pengabdian di Tasikmalaya
Adapun tergugat adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI sebagai turut tergugat I dan Prabowo Subianto sebagai turut tergugat II dan Gibran Rakabuming Raka sebagai turut tergugat III.
"Oh iya benar. Kami mengajukan gugatan ke PN Jakpus," kata penasihat hukum Brian, Anang Suindro saat dihubungi, Rabu (1/11).
Anang mengatakan, kliennya menilai KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Menurut dia, KPU masih PKPU No 19 tahun 2023 pada saat proses penerimaan pendaftaran Capres dan Cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Raka Buming Raka tanggal 25 Oktober 2023.
Di mana pada pasal 13 ayat 1 huruf Q disyaratkan calon presiden dan wakil presiden berusia paling rendah 40 tahun dan belum ada perubahan.
"Nah kami menilai kpu melanggar peraturan yang dibuat sendiri yaitu melanggar PKPU No 19 tahun 2023. Maka atas perbuatan KPU yang menerima pendaftaran itu kami menilai itu adalah merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh KPU," ujar dia.
Anang mengatakan, kliennya meminta KPU membayar ganti rugi sebesar Rp 70,5 triliun. Hitungan nilai kerugian merujuk pada keterangan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan terkait APBN yang digunakan untuk anggaran pemilu sebesar 70, 5 T.
"Kami menilai ketika dalam proses tahapan yang dilakukan KPU ada cacat hukum atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU maka tentu akan timbul kerugian. Kerugian itu adalah kerugian negara yang jumlahnya Rp 70,5 T. Kami meminta kalau kemudian gugatan kami dikabulkan oleh PN Jakpus kami meminta KPU dihukum membayar ganti rugi sebesar itu dan nanti akan kita kembalikan kepada negara," ucap Anang.
Anang berharap KPU dalam menyelenggarkan Pilpers harus tetap mengedepankan keadilan dan kepastian hukum sehingga tahapan tahapan yang dilakukan oleh KPU itu harus sesuai dengan peraturan.
"Peraturan yang dibuat sendiri yaitu PKPU No 19 Tahun 2023," ucap dia.
Sementara itu, Humas PN Jakpus, Zulkifli Atjo saat dikonfirmasi membenarkan adanya gugatan tersebut. Perkara terdaftar dengan nomor perkara: perkara: 717/pdt.G/2023/PN. Jkt Pst.
"Iya mas sudah diterima," ucap dia.
Zulkifli mengatakan, perkara ini akan ditangani hakim atas nama Denny Arsan Fatrika, Dewa Ketut Kartana dan Betsji Siske Manoe. Sidang perdana diagendakan pada 22 November 2023.
"Sidang pertama tanggal 22 November 2023," ucap dia.
merdeka.com
Menanggapi hal itu, Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan gugatan tersebut salah alamat. Sebab, jika ada yang menduga KPU menyalahi aturan terkait pendaftaran calon atau pasangan calon maka ranahnya sengketa bukanlah pengadilan negeri (PN).
“Pendaftaran calon atau pasangan calon adalah ranahnya sengketa proses, ditangani oleh Bawaslu ataupun PTUN, bukan PN,” jelas Idham.
Idham lalu menjelaskan, dalamUU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, aturan mengatur berkaitan dugaan pelanggaran aturan dalam pemilu ada 4 jenis. Pertama, pelanggaran pemilu yang mencakup pelanggaran kode etik dan pelanggaran adminsitrasi pemilu yang terdapat di Pasal 454 - 459.
“Dugaan pelanggaraan kode etik ditangani oleh DKPP dan dugaan pelanggaraan administrasi ditangani oleh Bawaslu,” kata dia.
Kedua, lanjut Idham, adalah sengketa proses pemilu yang terdapat di dalam Pasal 466 - 472. Dalam menangani permasalahan sengketa ini maka proses ditangani oleh Bawaslu dan PTUN.
Kemudian yang ketiga, sambung Idham adalah perselisihan hasil pemilu (PHPU) yang terdapat di dalam Pasal 473 - 475 maka pnyelesaian PHPU ditangani oleh Mahkamah Konstitusi.
“Keempat adalah tindak pidana pemilu yang terdapat di dalam Pasal 476 - 487). Dugaan tindak pidana pemilu ini ditangani oleh Gakumdu atau Sentra Penegak Hukum Terpadu,” Idham menandasi.