Akal Bulus Bupati Meranti Kantongi Rp1,4 M 'Cuan' Menangkan Perusahaan Travel Umrah
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap, pada Desember 2022, Muhammad Adil menerima uang dari salah satu agen perjalanan umrah.
Bupati Kepulauan Meranti terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Usut punya usut, ia kerap menerima suap dari sejumlah pihak.
Salah satunya dengan memenangkan salah satu perusahaan travel umrah untuk proyek umrah takmir masjid.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Mengapa kasus korupsi Bantuan Presiden diusut oleh KPK? Jadi waktu OTT Juliari itu kan banyak alat bukti yang tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani, diserahkanlah ke penyelidikan," ujar Tessa Mahardika Sugiarto. Dalam prosesnya, kasus itu pun bercabang hingga akhirnya terungkap ada korupsi bantuan Presiden yang kini telah proses penyidikan oleh KPK.
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Apa yang sedang diusut oleh Kejagung terkait kasus korupsi? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap, pada Desember 2022, Muhammad Adil menerima uang dari salah satu agen perjalanan umrah.
Uang tersebut diberikan melalui Kepala BPKAD Pemkab Meranti, sekaligus orang kepercayaan Muhammad Adil, Fitria Nengsih (FN).
"Sekitar bulan Desember 2022, MA menerima uang sejumlah sekitar Rp 1,4 miliar dari PT TM melalui FN yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umrah," kata Alex dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Sabtu (8/4) dini hari.
"Proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti," sambung Alex.
Di sisi lain, Fitria diketahui menjabat sebagai Kepala Cabang biro perjalanan umrah PT Tanur Muthmainnah. Biro itu menang program tanpa ada proses tender.
"Ini ada konflik kepentingan antara FN selaku penyelenggara negara Kepala BPKAD yang kemudian menunjuk perusahaan yang di mana dia juga bekerja di dalamnya selaku Kepala Cabang untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersumber dari APBD," kata Alex.
Akal Bulus Adil
Siasat keduanya dilancarkan dengan cara menyelewengkan duit yang dibayarkan ke travel.
"PT TM itu setiap lima jemaah yang akan berangkat umrah, yang keenam itu gratis. Itu program resmi dari PT TM. Tapi, oleh FN ini juga ditagihkan ke APBD. Jadi biaya keenam inilah yang kemudian selanjutnya diberikan ke MA (Bupati Adil) senilai Rp 1,4 miliar," kata Alexander.
Jeratan Pasal
Adil dijerat dalam kasus dugaan korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara atau yang mewakilinya tahun anggaran 2022-2023, dugaan korupsi penerimaan fee jasa travel umroh, dan dugaan pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.
Selain Bupati Adil, KPK juga menjerat dua tersangka lainnya yakni Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti Fitria Nengsih (FN) dan Pemeriksa Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa (MFA).
"KPK menetapkan tiga tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (7/4).
Alex mengatakan, Adil sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu MA juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(mdk/rhm)