Aliran dana terorisme tak lagi lewat bank, tetapi dunia maya
Aliran dana terorisme tak lagi lewat bank, tetapi dunia maya. Kebagpenum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan pihaknya bakal mendalami temui tersebut. Apalagi, aliran dana itu diduga kuat berafiliasi ke jaringan Bahrun Naim.
Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) kembali menemukan adanya aliran dana diduga untuk aksi terorisme. Aliran dana itu memanfaatkan financial technology (fintech), di mana para pelaku menggunakan Paypal atau Bitcoin untuk mentransfer uang.
Kebagpenum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan pihaknya bakal mendalami temui tersebut. Apalagi, aliran dana itu diduga kuat berafiliasi ke jaringan Bahrun Naim.
Diakui dia, pendanaan kelompok teror semakin berkembang. Tak hanya melalui Bank atau jasa pengiriman uang, saat ini pendanaan aksi teror juga kerap menggunakan dunia maya.
"Sekarang, pengiriman uang itu tidak secara fisik melalui bank atau jasa pengiriman uang, tetapi juga melalui dunia maya," kata Martinus di Komplek Mabes Polri, Jakarta, Selasa (10/1).
Martinus mengatakan modus pengiriman uang secara virtual bukan hal baru. Sebab, dari pengakuan sejumlah teroris yang ditangkap Densus 88 beberapa waktu lalu, mereka mengaku mendapatkan kiriman uang melalui transaksi di dunia maya.
"Ini kan sudah lama dan sudah didalami. Dalam hal ini kita kerja sama dengan BI (Bank Indonesia) apakah dibenarkan, apakah sesuai dengan aturan yang ada di BI," ujar dia.
"Pengumpulan uang melalui dunia maya apakah sudah diatur, apakah sudah menjadi satu regulasi yang lumrah dalam dunia pengiriman uang, ini yang terus jadi pendalaman kita," pungkas Martinus.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, akan menggandeng regulator dalam hal ini Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menangkal pendanaan teroris.
"Fintech ini tentu kita juga bergandengan tangan dengan lembaga pengatur dan pengawas, dalam hal ini BI dan OJK. Karena fintech ini sangat maju dan sering dimanfaatkan terorisme," kata dia di Kantor PPATK Jakarta, Senin (9/1).
Salah satu model atau modus atau pendanaan teroris ini ialah penggunaan Bitcoin. "Bitcoin, dia beli dulu Bitcoin transaksinya pihak-pihak dalam sistem Bitcoin, baru ketahuan saat menguangkan, dan nanti bisa tahu," kata Kiagus.
Diakui Kiagus, penelusuran aliran dana melalui fintech relatif sulit dilakukan. Pasalnya, fintech tak terintegrasi langsung dengan sistem yang ada dalam hal ini perbankan.
"Memang betul fintech itu sebetulnya tadinya bukan untuk melanggar hukum, itu untuk bisnis yang biasa, sehat, karena dia cepat murah. Tetapi ada pihak-pihak tertentu memanfaatkan ini," ungkap dia.