'Anak kena pengaruh radikalisme harus ditangani tanpa kekerasan'
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan penanganan terhadap anak terjerat ajaran radikalisme perlu mendapat perhatian khusus. Pemulihan harus dilakukan tanpa ada kekerasan sedikit pun.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengingatkan penanganan terhadap anak terjerat ajaran radikalisme perlu mendapat perhatian khusus. Pemulihan harus dilakukan tanpa ada kekerasan sedikit pun.
"Anak harus ditangani tanpa kekerasan, tapi dengan pemulihan. Jika memungkinkan pendekatan bermuara pada pemulihan anak, bukan penghukuman sebagai wujud pembalasan," ujar Ketua KPAI, Asrorun Niam di Jakarta, Selasa (21/3).
Menurut Asrorun, KPAI telah mengidentifikasi kategori anak yang menjadi korban paham radikal. Pertama, akan menyebabkan anak kehilangan hak pengasuhan, kehilangan kesempatan untuk mendapat hak kesehatan, pendidikan, dan sejenisnya.
Kedua, anak terpapar ajaran radikalisme bisa jadi dari orangtua, lingkungan, warnet, dan media digital. Untuk dua jenis ini, lanjut Asrorun, harus dilakukan langkah-langkah preventif dan perlu dilakukan sinkronisasi.
"Ini tanggung jawab seluruh pihak. Dalam hal ini negara harus bisa memfasilitasi pemastian hak-hak dasar anak. Dengan itu anak bisa imun dari pengaruh negatif," katanya.
Untuk mewujudkan perlindungan anak itu, ujar Asrorun, langkah pertama adalah penguatan ketahanan keluarga, karena di situ anak tersemai hal baik atau buruk. Untuk itu penting untuk membangun kesadaran kolektif orangtua memastikan hak dasar agama anak.
Kemudian pada lembaga baik pemerintah atau swasta, terutama lembaga pendidikan, harus ada referensi terkait kualitas para pengajar, baik pendidikan agama atau umum. Pengetahuan memadai tentang apa yang diajarkan dan siapa yang mengajarkan, juga bisa menjamin pemastian hak-hak anak di lingkup pendidikan.
"Ini menjadi bagian tak terpisahkan fungsi dan tanggung jawab kita dalam perlindungan anak saat usia sekolah. Anak harus dipastikan ditempatkan dalam sistem pengajaran yang benar, terutama dalam mendalami pelajaran agama," jelasnya.
Asrorun menegaskan seluruh bangsa harus memiliki komitmen yang sama bahwa terorisme itu adalah extraordinary crime sehingga perlu penanganan serius. Tidak hanya penindakan tapi juga pencegahan dan sosialisasi guna memastikan seluruh potensi tindak pidana terorisme bisa dicegah dari dini.
"KPAI melakukan langkah advokasi dalam perbaikan peraturan perundang-undangan agar Undang-Undang Perlindungan Anak memiliki visi dan komitmen dalam melakukan pencegahan tindak pidana terorisme, khususnya yang melibatkan anak sebagai korban atau pelaku. KPAI juga bersinergi dengan BNPT untuk melakukan pencegahan paham terorisme yang menyasar anak-anak," tandasnya.