Apa yang buat polisi kesulitan tangkap geng motor penusuk Kopassus
Hingga kini pelaku masih bebas berkeliaran. Apa masalahnya?
Kasus pembunuhan pentolan geng motor di Bandung, Jawa Barat masih berbuntut panjang dan telah memakan korban. Seorang anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Pratu Galang tewas dikeroyok sekelompok orang yang diduga geng motor saat pulang ke rumah.
Sampai saat ini, para pelaku belum juga tertangkap. Lantas, apa yang membuat polisi masih sulit menangkap mereka?
Kriminolog dari Universitas Padjajaran Yesmil Anwar mengatakan, kasus geng motor di Bandung merupakan penyakit pantologis sosial masyarakat yang tak pernah terselesaikan dengan baik. Sebab aparat selalu melakukan pendekatan yang sama.
Dia meyakini, polisi masih kesulitan untuk mencari kelompok geng motor mana yang berbuat ulah hingga membunuh seorang prajurit TNI AD. Setelah itu, aparat juga harus menggali sosoknya.
"Kalau penjahat bermotor, TNI ini dibunuh geng motor yang mana, cari identitas gengnya apa, remaja atau orang tua kemudian kriteria geng motor," ungkapnya saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (13/6).
Menurutnya, belum ada pemisahan jelas dalam penyebutan geng motor. Apalagi, kriminalitas yang mereka perbuat sangat bertentangan dengan literatur awal berdirinya sebuah geng motor.
"Geng motor literatur itu kan orientasi bukan untuk lakukan pembunuhan, hal-hal kriminal, umumnya remaja yang cari identitas diri dalam grup atau kelompok. Mungkin ada yang dewasa," paparnya.
Menurutnya, perlu ada pembinaan yang dilakukan secara bersama-sama baik dari aparat penegak hukum, masyarakat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, geng motor bisa menjadi ajang untuk pendewasaan dan berekspresi.
Namun, jika para pelaku merupakan penjahat bermotor, sudah sebaiknya dilakukan penegakkan hukum. Mulai dari melakukan penangkapan, mengadili hingga menjebloskannya ke penjara.
"Masyarakat Bandung juga bersama-sama mampu punya kesadaran hukum untuk melaporkan gerakan antigeng motor."
Sementara, Sosiolog dari Universitas Padjajaran Budi Rajab mengatakan, anggota geng motor justru mengalami pertumbuhan yang stagnan. Keanggotaan baru terakhir kali terjadi lima tahun lalu, dengan demikian masih dipenuhi muka-muka lama.
Meski sudah memasuki jenjang kedewasaan, namun perilaku seluruh geng motor di Bandung tidak banyak berubah. Padahal, polisi sudah berupaya keras untuk mengurangi kekerasan antargeng motor, namun tidak sepenuhnya berhasil.
"(Kekerasan) Itu yang sebenarnya polisi sudah berupaya mendamaikan. Meredam itu, tapi mungkin masalahnya (polisi) kecolongan," ujar Budi saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (13/6).
Sejumlah pencegahan yang dilakukan aparat berupa patroli rutin tak selamanya berhasil mendeteksi kemungkinan kasus kekerasan yang dilakukan geng motor. Sebab, mereka melakukan aksi-aksi kriminalitas di waktu-waktu yang tidak terduga.
"Kadang-kadang geng motor melakukan tindakan kriminalnya tidak terdeteksi oleh patroli, dan selalu di malam hari, di atas jam 10 sampai jam 4 pagi," tutupnya.