Ayah gadis difabel yang dibunuh usai diperkosa minta pelaku dihukum mati
"Kita tengah melakukan afirmatif action. Kita sudah bekerja sama dengan lembaga penegakan hukum. Untuk pelaku kejahatan dengan korbannya seorang difabel, pasalnya harus berlapis. Hukumannya juga harus lebih berat dari kasus yang biasa," ujar Setia.
Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak Atas Difabel DIY mengunjungi rumah Utami Dwi Cahyo (26) di Plawonan, Argomulyo, Sedayu, Bantul. Utami merupakan gadis difabel yang tewas dibunuh usai diperkosa perampok. Perampok juga menguras harta yang ada di rumah korban.
Ketua Komite Perlindungan dan Pemenuhab Hak Atas Difabel DIY, Setia Adi Purwanta menuturkan dirinya sengaja datang ke rumah duka dan menemui keluarga untuk mengucapkan bela sungkawa dan memberikan dukungan moral.
"Ini kejahatan yang keji. Ini sangat menyakitkan dan merendahkan sekali. Korban diperkosa, dibunuh dan dirampas hartanya," ujar Setia di rumah duka, Bantul, Senin (21/11).
Setia menyatakan jika pihaknya akan ikut mengawal kasus yang menyebabkan hilangnya nyawa Utami Dwi Cahyo. Pengawalan kasus ini dilakukan agar proses hukumnya berjalan dengan cepat, transparan dan pelakunya mendapatkan hukuman seberat-beratnya.
Setia menambahkan saat ini lembaga yang dipimpinnya tengah bekerja sama dengan beberapa lembaga seperti Polda DIY, Kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya untuk membuat aturan hukum untuk kaum difabel. Aturan ini, lanjut Setia nantinya bisa dijadikan role model untuk aturan nasional.
"Kita tengah melakukan afirmatif action. Kita sudah bekerja sama dengan lembaga penegakan hukum. Untuk pelaku kejahatan dengan korbannya seorang difabel, pasalnya harus berlapis. Hukumannya juga harus lebih berat dari kasus yang biasa," ujar Setia.
Ayah korban, Surajito menuturkan jika anaknya yang tuna rungu dan tuna wicara merupakan sosok anak yang mandiri. Dwi juga anak yang pintar dan rajin.
"Belum lama ini lulus dari sekolah berkebutuhan khusus. Anak saya sekolah dapat beasiswa," papar Surajito, Senin (20/11).
Surajito mengatakan meski berkebutuhan khusus, anaknya tak menyerah dengan kondisinya. Saat bersekolah, anaknya memilih berangkat menggunakan angkutan umum. "Anak saya sering bantu-bantu saya. Setiap pagi selalu bersih-bersih rumah dan menyapu halaman. Selain itu anak saya juga bekerja dan tak merepotkan orang tuanya," jelas Surajito.
Surajito menambahkan jika keseharian anaknya bekerja melipat kertas untuk menjadi wadah produk. Dari bekerja itu, Dwi mendapatkan upah setiap bulannya.
"Terakhir dia punya tabungan kurang lebih Rp 4 juta. Uang itu dari hasilnya bekerja. Setelah kejadian, uang itu hilang bersama beberapa barang lainnya seperti tv dan kalung emas," urai Surajito.
Surajito menambahkan dirinya tak habis pikir kenapa ada orang yang tega menghabisi nyawa anaknya. Padahal, Dwi sama sekali tak pernah punya masalah ataupun musuh dengan orang lain.
"Ini pembunuhan keji. Saya minta agar pembunuh anak segera ditangkap. Kemudian dihukum mati," tegas Surajito.