Berdasarkan UU, eks Hakim Agung sebut gugatan Hemas harus dikabulkan
Berdasarkan UU, eks Hakim Agung sebut gugatan Hemas harus dikabulkan. Mantan Hakim Agung RI Laica Marzuki mengatakan permohonan Gusti Kanjeng Ratu Hemas kepada Ketua Mahkamah Agung untuk membatalkan atau mencabut pengambilan sumpah Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai Pimpinan DPD harus dianggap dikabulkan.
Mantan Hakim Agung RI Laica Marzuki mengatakan permohonan Gusti Kanjeng Ratu Hemas kepada Ketua Mahkamah Agung untuk membatalkan atau mencabut pengambilan sumpah Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) harus dianggap dikabulkan secara hukum. Hal itu karena sejak permohonan diajukan pada 7 April 2017 Ketua MA tidak memberikan tanggapan hingga melampaui batas waktu.
"Karena itu, sesuai ketentuan Pasal 53 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, permohonan (GKR Hemas dkk) tersebut dianggap dikabulkan secara hukum," kata Laica Marzuki saat memberikan keterangan ahli dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pulo Gebang, Jakarta Timur, Senin (22/5).
Laica menjelaskan, menurut Pasal 53 UU No 30/2014, jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menetapkan batas waktu kewajiban, maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan keputusan atau tindakan paling lama 10 (sepuluh) hari sejak permohonan diterima lengkap.
"Apabila dalam batas waktu tersebut Badan atau Pejabat Pemerintahan (Ketua MA) tidak menetapkan atau melakukan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan secara hukum," ujar Laica Marzuki.
Selanjutnya, pemohon dapat mengajukan permohonan kepada PTUN dan PTUN wajib memutuskan permohonan itu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja.
Sementara itu, terkait dengan terbitnya Putusan Mahkamah Agung RI No 20 P/HUM/2017 yang membatalkan Peraturan DPD RI No 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib, Laica Marzuki menegaskan bahwa Putusan MA memiliki kekuatan yang mengikat setiap subyek hukum. Termasuk, Ketua MA beserta jajaran dan bawahannya.
"Putusan MA wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua Badan/Pejabat Pemerintahan dan Penyelenggara Negara lainnya dalam melaksanakan fungsi pemerintahan," jelas Laica.
Atas dasar itu, lanjut mantan Hakim Agung MA ini, tindakan Ketua MA (melalui Wakil Ketua MA Suwardi) memandu pengucapan sumpah/janji Pimpinan DPD RI (OSO dkk) tidak boleh melanggar hukum.
"Pemanduan pengucapan sumpah/janji hanya dapat diberikan terhadap pejabat publik yang sah serta legitimate," katanya.
Jadi, ketika Putusan MA menyatakan tidak sah Peraturan DPD RI No. 1/2017, yang menetapkan masa jabatan Pimpinan DPD RI menjadi 2 tahun 6 bulan, maka selama masa jabatan 5 tahun kepemimpinan DPD RI tidak dimungkinkan adanya penggantian pimpinan DPD yang bersamaan waktunya dengan keanggotaan DPD RI.
"Kekosongan Pimpinan DPD RI hanya terjadi manakala terdapat anggota pimpinan yang karena suatu musabab tidak dapat melaksanakan tugas, misalnya tersangkut kasus korupsi, atau berhalangan tetap di masa tenggang waktu 5 tahun itu," jelas Laica Marzuki.
Sementara kuasa hukum GKR Hemas dkk, Irman Putra Sidin menegaskan, gerilya politik OSO dkk telah melahirkan Pimpinan DPD ilegal dan berimbas pada munculnya dualisme Pimpinan DPD. Gerilya politik tersebut telah pula menginjak-nginjak Putusan MA, sekaligus mengancam penegakan hukum di masa depan.
"Karena itu, perlu upaya bersama untuk menyelamatkan Putusan MA agar kewibawaan hukum tetap terjaga. Sebagai benteng terakhir penegakan hukum di negeri ini, lembaga MA harus tetap kita jaga bersama. Sebab ketika politik telah mengalahkan hukum, ketika itu pula masa kehancuran sebuah bangsa dimulai," ujarnya.