Berlinang air mata, Dewie Yasin Limpo curhat di hadapan hakim
Anak-anaknya harus menerima cacian masyarakat karena ibunya dicap sebagai koruptor.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menggelar sidang kasus suap proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Kabupaten Deiyai, Papua dengan terdakwa anggota DPR Dewie Yasin Limpo. Sidang yang beragendakan pembacaan pledoi terdakwa ini pun berlangsung haru.
Dengan berlinang air mata, Dewie Yasin Limpo mencurahkan perasaannya terkait perkara yang didakwakan kepadanya. Ia menyebut, pihak yang paling berat menanggung beban perkaranya adalah anak-anaknya.
"Anak-anak saya harus menanggung akibatnya dimana anak saya menikah saya tidak dapat hadir," kata Dewi saat membacakan nota pembelaannya (pleidoi) di pengadilan Tipikor, Senin (30/5).
Tidak cuma itu, politikus Hanura itu menambahkan, anak-anaknya harus menerima cacian masyarakat karena ibunya dicap sebagai koruptor. Di hadapan majelis hakim, anggota komisi VII DPR RI ini bersikeras jika dirinya tidak melakukan korupsi seperti didakwakan.
"Justru saya adalah korban. Dipenjara karena memperjuangkan aspirasi rakyat," ujarnya.
Politikus Hanura itu juga meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan usinya yang sudah menginjak 57 tahun dan memiliki riwayat tumor selaput otak. Selain itu ia juga memiliki tanggungan untuk merawat ibunya.
"Izinkan saya untuk bisa merawat dan mendampingi beliau (ibunya), begitu juga dengan psikologis anak saya yang mendambakan kasih sayang seorang ibu," ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Dewie diduga berjanji akan memuluskan pengalokasian anggaran di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam APBN 2016 ke Kabupaten Deiyai untuk membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Dewie bahkan berani menjanjikan alokasi dana Rp 50 miliar untuk proyek itu.
Namun, sebagai imbalan, Dewie meminta jatah 10 persen dari total anggaran. Irenius menyampaikan kepada Setiadi yang merupakan pelaksana proyek melalui perusahaan miliknya PT Abdi Bumi Cendrawasih untuk menyiapkan sejumlah dana tersebut.
Uang pengawalan sebesar SGD 177,700 itu, kemudian diberikan pada 20 Oktober 2015 bertempat di Resto Baji Pamai, Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara, yang dihadiri Irenius, Setiadi dan Rinelda. Dalam kesempatan itu, Setiadi juga memberikan SGD 1.000 kepada Irenius dan Rinelda.
Pemberian uang dari Irenius kepada Dewie melalui Rinelda tersebut diduga bertentangan dengan kewajiban Dewie selaku penyelenggara negara. Atas perbuatannya, Rinelda, Dewie, Bambang, dijerat pidana dengan Pasal 12 juruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.