Bikin malu Indonesia, ahli bahasa minta kasus Ongen tak dilanjutkan
"Jadi tidak ada tanda-tanda atau fenomena yang dapat dikonotasikan bahwa mereka seperti orang lagi kasmaran."
Pakar Semiotika Universitas Tadulako Palu, Dr Ferry Rita menilai seharusnya kasus pelanggaran UU Pornografi dan UU ITE dengan tersangka Yulian Paonganan alias Ongen untuk dihentikan. Pasalnya, jika semakin melebar malah akan membuat malu Indonesia.
"Bukan hanya Ongen atau orang Sulawesi, tapi malu Indonesia juga," ujar Ferry dalam keterangannya, Minggu (17/4).
Hal itu diutarakan Ferry setelah melakukan analisa dari sudut pandang semiotik. Secara simbolisasi, foto Nikita dan Jokowi tidak mengandung unsur porno, baik dari sisi unsur kinesik, karena dalam foto tersebut sorotan mata biasa tidak ada lirikan mesra, gerakan tanganjuga biasa, tidak ada raba-meraba, raut wajah sang artis tidak merona merah, gerakan tubuh normal tidak ada pelukan, atau rangkul-merangkul.
"Jadi tidak ada tanda-tanda atau fenomena yang dapat dikonotasikan bahwa mereka seperti orang lagi kasmaran, apalagi bersetubuh tidak terjadi," tuturnya.
Kode responsorial yang dishare Ongen di Twitter kepada followersnyahanyalah suatu frase respon spontanitas semata-mata. Bahkan, didalam kode-kode hashtag Yulian Paonganan terdapat decak kagum dan simpatik. Sementara dari sisi ikonisasi maka bisa ditarik ke paha. Menurutnya, itu sebuah validtas tanda. Ikon pada paha Nikita bertato tidak representative menimbulkan nafsu birahi. Bahkan sebaliknya, konteks kata ini memiliki nuansa pengertian semiosis yang jelas berbeda.
"Dalam pengertian ini terlalu gegabah untuk beranggapan bahwa‘Paha’ diakui sebagai sesuatu yang berhubungan dengan ‘nafsu’ yang sama, ketika melihat ‘mulus’ wanita, atau ketika melihat paha ayam yang ‘montok’ dan ‘gurih’. Karena itu, ‘Paha’ tidak selalu dapat didefinisikan sebagai pembangkit ‘nafsu birahi’ atau ‘menerbitkan air liur’," ujarnya.
Ferry menambahkan, terkait alat kelamin anak kecil yang turut diunggah Ongen, ia menilai hal itu tidak masuk dalam kategori porno. "Jadi tuduhan itu dari sisi terminology semiosis terbantahkan," ungkapnya.
Dari sisi Indeks yang menghubungkan jarak tempat duduk, tidak ada keakraban. Karena jarak antara papa dan Nikita sekitar 10 – 15 Cm. Di situ tidak ada keakraban, tidak ada kemesraan, apalagi yang untuk dikatakan bersetubuh.
"Ungkapan Ongen di retweet berulang-ulangkali dan dishare kepada followersnya menunjukkan rasa kaget dan malu (ma-siri’) yang sangat dalam, tidak bisa menerima perlakuan seseorang yang mendampingi Presiden hanya berpakaian seronok seperti itu dalam forum penonton bioskop," pungkasnya.