Buka rapim, Kapolri singgung kinerja anggota sampai Donald Trump
Buka rapim, Kapolri singgung kinerja anggota sampai Donald Trump. Pengamanan pilkada serentak, lanjut Tito, merupakan tantangan di internal polri sendiri. Sementara itu, untuk tantangan dari eksternal yakni public trust atau masih rendahnya kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian membuka Rapat Pimpinan Polri 2017. Dalam sambutannya, Kapolri menyinggung kinerja Polri hingga menyoroti kinerja Presiden Amerika Serikat terpilih Donal Trump.
"Kita dihadapkan tantangan mempersiapkan pilkada serentak 2017," ujar Tito di Auditorium PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (25/1).
Pengamanan pilkada serentak, lanjut Tito, merupakan tantangan di internal polri sendiri. Sementara itu, untuk tantangan dari eksternal yakni public trust atau masih rendahnya kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara.
"Makanya ada visi misi promoter untuk rebut kepercayaan publik dengan perbaikan kinerja. Alhamdulillah survei di akhir 2016 trust building meningkat 71,7 persen naik menjadi salah satu lembaga dipercaya publik nomor 4 satu KPK, dua TNI, tiga lembaga kepresidenan. Bertahan di empat sudah baik," ungkapnya.
Meski demikian, Tito mengakui hal itu belum terjadi merata di seluruh kepolisian daerah.
"Tapi belum merata di semua Polda apalagi perbaikan kultur belum banyak berubah. Ini tantangan ke depan," tuturnya.
Selain itu, kebijakan Donald Trump tak luput dari pembahasan Mantan Kapolda Metro Jaya ini. Ia menilai Trump effect sedikit banyak mempengaruhi peta politik dunia.
"Dampak konflik Timur Tengah dan sekaligus juga Donald Trump effect karena kebijakannya akan mempengaruhi peta politik dunia," ujarnya.
Salah satu kebijakan Trump yang memberikan dampak terhadap dunia yakni perdagangan bebas. Trump tidak suka akan hal itu.
"Kebijakan ekonomi yang mengutamakan perlindungan. Akan berdampak seperti masalah free trade. Dia tidak suka dengan perdagangan bebas," tuturnya.
Tito melanjutkan, Trump juga menyukai demokrasi terbatas. Hal itu dapat mempengaruhi gelombang demokrasi dunia yang sudah berjalan dari era 1990-an.
"Trump tidak terlalu suka liberal democracy. Ini membuat gelombang demokratisasi yang melanda tahun 90an bisa terhenti karena dia lebih suka demokrasi terbatas," pungkasnya.