Buntut Bentrokan Polisi vs Warga Dago Elos, 7 Orang Ditangkap
Empat orang yang terdiri dari warga dan mahasiswa yang terluka dalam kericuhan yang terjadi
Bentrokan terjadi antara polisi dan warga Dago Elos, Bandung. Buntut bentrokan tersebut, sejumlah warga ditangkap.
Buntut Bentrokan Polisi vs Warga Dago Elos, 7 Orang Ditangkap
7 Pelaku Lakukan Provokasi
Kapolrestabes Bandung, Kombes Budi Sartono menyatakan tujuh warga ditangkap. Empat di antaranya bukanlah warga setempat. "Pada saat pelaksanaan, kita ini menindak ke kelompok yang anarkis. Kita amankan pelaku tujuh orang, dan empat orang ini udah terbukti melakukan anarkis bukan dari sana. Empat orang sudah bisa dibuktikan dengan alat bukti dipegang mereka semua," kata Kapolrestabes Bandung (15/8).
- Duduk Perkara Bentrokan Polisi vs Warga di Banyuasin Berujung Warga Terkena Tembakan
- Penyebab Tangsel Terpolusi Kedua di Indonesia, Warga Doyan Bakar Sampah Termasuk Sisa Cabai
- Gara-Gara Hal Sepele, Lomba Panjat Pinang di Daerah Ini Telan Korban Jiwa
- Ini Pemicu Bentrok Polisi vs Warga Dago Elos hingga Meletus Gas Air Mata
Kapolrestabes Bandung menceritakan, kerusuhan berawal karena warga Dago Elos yang kesal laporan mereka soal kasus penipuan tanah dan pemalsuan data ditolak Mapolrestabes Bandung pada Senin (14/8). Tak terima upaya melapor ditanggapi, warga Dago Elos membuat aksi blokade Jalan Ir H Djuanda, Bandung jelang tengah malam.
Para pelaku yang ditangkap diduga kuat sebagia pihak yang sengaja melakukan provokasi untuk memperkeruh suasana.
Karena alasan itulah, polisi mengambil langkah tegas membubarkan massa dengan tembakan gas air mata.
Versi Warga
Kuasa hukum warga, Hery Pramono mengungkapkan terdapat empat orang yang terdiri dari warga dan mahasiswa yang terluka dalam kericuhan yang terjadi. Kemudian, ada tujuh orang yang diamankan polisi dari unsur warga, tim kuasa hukum, dan mahasiswa. "Warga yang luka itu ada empat, nanti mungkin temen-temen bisa klarifikasi lagi, tapi terakhir itu dini hari itu ada 4 orang dan sekitar tujuh orang yang masih ditahan termasuk satu dari tim kuasa hukum advokasi Dago," kata Hery Pramono.
Saat ini, kata Hery Pramono, pihaknya sedang mendampingi mereka yang ditangkap dan diupayakan untuk dikeluarkkan "Kita dampingi teman-teman yang tertangkap, terus ya ada beberapa langkah hukum yang kita mungkin belum bisa dikeluarkan hari ini. Tindakan polisi adalah tindakan yang brutal. Goals dari warga kan masih ingin laporan diterima. Tapi malah mendapatkan perlakuan seperti ini."
Diketahui, tuntutan warga ini merupakan permasalahan yang muncul pada sejak 2019. Tiga orang dari pihak yang mengaku keluarga Muller menggugat warga Dago Elos. Tiga orang tersebut bernama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller. Mereka mengaku keturunan dari George Hendrik Muller, seorang warga Jerman yang pernah tinggal di Bandung pada masa kolonial Belanda, dan mengklaim bahwa tanah seluas 6,3 hektare di Dago Elos sudah diwariskan kepada mereka.
Artinya, mereka menggugat tanah yang menjadi tempat tinggal ribuan warga selama puluhan tahun sebagai hak waris dengan menggunakan Eigendom Verponding. Padahal, Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), batas akhir untuk konversi tanah Eigendom Verponding menjadi hak kepemilikan sesuai hukum Indonesia adalah per September 1980. Muller bersaudara itu menggugat lebih dari empat puluh tahun dari tenggat waktu konversi. Hasilnya, pada tingkat Kasasi mereka kalah dengan putusan tanah tersebut sudah tidak bisa diklaim karena tenggat waktu konversi Eigendom Verponding sudah berakhir.
Namun, pengguggat kembali mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan berhasil memenangkan gugatan berdasarkan keputusan Peninjauan Kembali Nomor 109 PK/Pdt/2022 tanggal 29 Maret 2022. Warga yang sudah menempati tanah berpuluh tahun pun terancam digusur. Warga Dago Elos dibantu Lembaga bantuan hukum melaporkan Muller bersaudara atas dugaan pemalsuan dokumen.
"Makanya dilakukan pendorongan ada beberapa anggota dari jajaran Polda Jabar ini yang melakukan tembak gas air mata," kata Kapolrestabes. Ditulis Reporter Magang: Anisah Rahmawaty