Ini Pemicu Bentrok Polisi vs Warga Dago Elos hingga Meletus Gas Air Mata
Tuntutan warga ini merupakan permasalahan yang muncul pada sejak 2019
Sebuah video merekam tindakan represif polisi pada warga Dago Elos, Bandung. Ini cerita lengkapnya.
Ini Pemicu Bentrok Polisi vs Warga Dago Elos hingga Meletus Gas Air Mata
Viral sebuah video merekam aksi demo sejumlah orang mengatasnamakan warga Dago Elos, Bandung. Mereka memblokade jalan Ir H Djuanda atau Dago dengan membakar kayu dan berorasi. Demo itu bermula saat sejumlah warga mendatangi Mapolrestabes Bandung pada Senin (14/8) jelang siang hari. Mereka hendak membuat laporan dugaan pemalsuan data dan penipuan tanah.
Tiga orang perempuan dan seorang lelaki dari pihak warga, ditambah perwakilan kuasa hukum diperbolehkan masuk. Namun, belakangan diketahui pihak kepolisian hanya melakukan berita acara wawancara (BAW), bukan berita acara pemeriksaan (BAP). Alasan polisi belum menerima laporan karena belum cukup bukti dan memenuhi syarat.
Foto: Instagram
Setelah proses laporan itu, sekelompk warga Dago Elos memblokade jalan di malam harinya. Aksi itu mulanya kondusif. Tetapi tiba-tiba pukul 22.00 WIB, terdengar suara letupan dari tembakan gas air mata. Gas air mata yang dilepaskan kepolisian memicu pecahnya bentrokan antara warga dan polisi yang berjaga. Warga melempari kerumunan polisi dengan benda tumpul seadanya. Sempat ada upaya negosiasi. Kemudian, kepolisian menggunakan kendaraan water canon coba membubarkan massa. Mereka berlarian ke wilayah pemukiman di belakang Terminal Dago pada pukul 23.50 WIB. Suasana terus memanas hingga jelang dini hari.Video mencekam malam itu beredar di media sosial. Warganet menyorot tindakan represif polisi di Kota Bandung saat menghadapi warga Dago Elos yang berdemo.
Tak sekadar itu, di media sosial juga disebut, setelah melepaskan tembakan, informasi beredar anggota berseragam juga menyisir rumah.
Dalam sebuah rekaman video yang terekam CCTV, diduga anggota kepolisian masuk ke dalam rumah warga dan melakukan perusakan. Tampak dalam rekaman tersebut, seorang anak yang sedang tertidur, kaget dan terbangun. Salah seorang warga RT 2 RW 2, Handika (33) mengatakan rumahnya didatangi polisi sekira pukul 23.30 WIB untuk mencari massa aksi.
"Dia pikir massa (yang ricuh) ada yang ngumpet, dia memaksa 'woy buka woy buka brengsek. Yang bukan warga asli keluar',"
Kata Handika, Selasa (15/8).
@merdeka.com
Kuasa hukum warga, Hery Pramono mengungkapkan terdapat empat orang yang terdiri dari warga dan mahasiswa yang terluka dalam kericuhan yang terjadi. Kemudian, ada tujuh orang yang diamankan polisi dari unsur warga, tim kuasa hukum, dan mahasiswa. "Warga yang luka itu ada empat, nanti mungkin temen-temen bisa klarifikasi lagi, tapi terakhir itu dini hari itu ada 4 orang dan sekitar tujuh orang yang masih ditahan termasuk satu dari tim kuasa hukum advokasi Dago," kata Hery Pramono.
Saat ini, kata Hery Pramono, kita sedang mendampingi mereka yang ditangkap dan diupayakan untuk dikeluarkkan "Kita dampingi teman-teman yang tertangkap, terus ya ada beberapa langkah hukum yang kita mungkin belum bisa dikeluarkan hari ini. Tindakan polisi adalah tindakan yang brutal. Goals dari warga kan masih ingin laporan diterima. Tapi malah mendapatkan perlakuan seperti ini."
Diketahui, tuntutan warga ini merupakan permasalahan yang muncul pada sejak 2019. Tiga orang dari pihak yang mengaku keluarga Muller menggugat warga Dago Elos. Tiga orang tersebut bernama Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller. Mereka mengaku keturunan dari George Hendrik Muller, seorang warga Jerman yang pernah tinggal di Bandung pada masa kolonial Belanda, dan mengklaim bahwa tanah seluas 6,3 hektare di Dago Elos sudah diwariskan kepada mereka.
Artinya, mereka menggugat tanah yang menjadi tempat tinggal ribuan warga selama puluhan tahun sebagai hak waris dengan menggunakan Eigendom Verponding. Padahal, Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), batas akhir untuk konversi tanah Eigendom Verponding menjadi hak kepemilikan sesuai hukum Indonesia adalah per September 1980. Muller bersaudara itu menggugat lebih dari empat puluh tahun dari tenggat waktu konversi. Hasilnya, pada tingkat Kasasi mereka kalah dengan putusan tanah tersebut sudah tidak bisa diklaim karena tenggat waktu konversi Eigendom Verponding sudah berakhir.
Namun, pengguggat kembali mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan berhasil memenangkan gugatan berdasarkan keputusan Peninjauan Kembali Nomor 109 PK/Pdt/2022 tanggal 29 Maret 2022. Warga yang sudah menempati tanah berpuluh tahun pun terancam digusur. Warga Dago Elos dibantu Lembaga bantuan hukum melaporkan Muller bersaudara atas dugaan pemalsuan dokumen.