Bupati Kutai Timur bantah terima Rp 3 M urus tambang Nazar
Isran hari ini diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi PT DGI dan pencucian uang Nazaruddin.
Bupati Kutai Timur Isran Noor mengaku dicecar soal perusahaan tambang batu bara milik Muhammad Nazaruddin, PT Arina Kota Jaya yang berdiri di wilayahnya. Dia mengatakan sudah membekukan izin tambang itu.
"Saya diundang untuk memberikan kesaksian untuk Pak Nazaruddin terkait dengan izin tambang di Kutai Timur. Izin tambang itu sudah saya bekukan atas rekomendasi dan permintaan dari KPK," kata Isran kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/12).
Isran hari ini diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi PT DGI dan pencucian uang Nazaruddin. Dia mengaku hanya tahu tambang itu milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Meski demikian, dia tidak paham kalau itu adalah salah satu bentuk pencucian uang Nazaruddin.
"Informasi bahwa itu milik Nazar. Yang saya tahu, yang datang ke saya adalah Lilur. Khalilur Rahman," ujar Isran.
Meski demikian, Isran tetap ngotot tidak pernah menerima komisi sebesar Rp 3 miliar buat mengurus izin perusahaan. Dia mengklaim masih sibuk mengurus keuangan daerah.
"Saya ndak ngurusi uang Rp 3 miliar. Yang saya urusin uang ratusan miliar, untuk membangun rakyat Kutai Timur," ucap Isran.
Nazaruddin diduga melakukan pencucian uang dengan membeli saham PT Garuda Indonesia menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet SEA Games pada 2011. Nazaruddin sebelumnya didakwa menerima suap terkait pemenangan PT DGI berupa cek senilai Rp 4,6 miliar.
Indikasi tindak pidana pencucian uang oleh Nazaruddin ini terungkap dalam persidangan kasus dugaan suap wisma atlet. Hal itu dipaparkan oleh mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis, saat bersaksi dalam persidangan Nazaruddin. Dia menyatakan Grup Permai memborong saham PT Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar pada 2010. Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan oleh lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Grup Permai.
Atas kasus itu, Nazaruddin disangka melanggar pasal 3 atau pasal 4 juncto pasal
6 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.