Buruh tuntut maaf, Fahri Hamzah bilang 'jangan mau diadu domba'
Fahri sebut perbedaan anggota DPR dan buruh pabrik bukan untuk saling menghina.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kembali mengeluarkan komentar kontroversial yang dinilai menyakiti perasaan buruh. Aktivis dan buruh pun menuntut agar Fahri segera melakukan klarifikasi dan meminta maaf secara terbuka kepada buruh diseluruh Indonesia.
Awalnya, Fahri menyebut anggota DPR hanya wajib hadir untuk mengambil keputusan. Bukan absen untuk datang dan gajian seperti buruh pabrik.
"Teori kehadiran di parlemen berbeda dengan di pabrik, Kehadiran di parlemen adalah voting right, hadir untuk mengambil keputusan, bukan seperti buruh pabrik yang hadir untuk menerima gaji," kata Fahri Hamzah 3 Juli lalu.
Hal ini mengundang kemarahan bagi sejumlah buruh. Nur Hayati membuat petisi di change.org berjudul:
'Fahri Hamzah, Tarik penyataan anda dan Minta maaf atas pernyataan anda tentang buruh pabrik yang menyakiti kami.'
Namun Fahri menilai pernyataan tersebut bukanlah sebuah hal yang harus di polemikan. Wasekjen PKS ini menyatakan bahwa kehadiran anggota DPR untuk mengambil keputusan, bukan seperti pekerja jenis lainnya.
"Kehadiran dalam legislatif berbeda dasarnya dengan lembaga eksekutif, siswa, buruh atau pekerja. #TeoriAbsensi," tulis Fahri dalam akun Twitternya, @fahrihamzah dikutip merdeka.com, Senin (6/7).
"Di lembaga legislatif, kehadiran adalah pertanda kesediaan mengambil keputusan. #TeoriAbsensi," imbuhnya.
Dia menegaskan, legislatif dan buruh pabrik memang berbeda dalam hal pekerjaan. Akan tetapi dia menekankan, perbedaan ini bukan untuk saling menghina.
"Legislatif dan pabrik punya perbedaan bukan untuk saling menghina atau melecehkan. #TeoriAbsensi," terang dia.
"Jangan mau diadu domba oleh serigala. Niat mereka memangsa kita. #TeoriAbsensi," tambah dia.
Sebelumnya, tak terima dengan perkataan Fahri Hamzah, Nur Hayati membuat petisi di change.org. Dalam dua hari, sudah lebih dari 2.700 orang mendukung petisi ini. Mereka mengaku marah dengan pernyataan Fahri.
Berikut isi petisi tersebut:
"Fahri Hamzah, apakah kau tahu, pengusaha tidak memberikan ke kami secara cuma-cuma upah ke kami, tetapi kami harus bekerja penuh, minimal 40 jam satu minggu bahkan bisa 70 jam satu minggu, dan sering tidak bisa menikmati matahari di rumah, bekerja dengan bercucuran keringat, berdesakan-desakan di angkutan umum dengan keselamatan yang rendah, bergulat dengan debu dan kehujanan untuk sampai di pabrik, dan kadang dimaki-maki seperti binatang oleh atasan karena mereka juga ditekan demi tuntutan mengejar target produksi dan upah yang kami terima jauh dari kata layak dan dengan upah yang masih minimum, upah kami juga masih harus di potong untuk jaminan-jaminan sosial yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara dan jika kami tidak hadir kerja, maka kami buruh pabrik akan di PHK, dan walaupun kami rajin hadir, kami juga akan tetap terkena PHK jika pengusaha sudah tidak menginginkan kami bekerja kepada mereka."