Busyro: Pemerintah aneh komit tapi permisif soal remisi koruptor
Busyro menilai langkah pemerintah tak masuk akal dan berbanding terbalik dengan upaya perang terhadap korupsi.
Wacana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 soal pengetatan pemberian remisi bagi terpidana korupsi, narkoba, dan terorisme dianggap tidak masuk akal. Yasonna menilai pengetatan pemberian pemotongan masa hukuman itu adalah bentuk pembedaan perlakuan (diskriminasi).
Namun, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas, menentang wacana itu. Dia merasa langkah pemerintah tak masuk akal dan berbanding terbalik dengan upaya perang terhadap korupsi.
"Maka aneh jika pemerintah komitmen memberantas korupsi tetap permisif dalam mengobral remisi untuk koruptor sebagai penjahat besar," tulis Busyro melalui pesan singkat, Jumat (13/3).
Menurut Busyro, diskriminasi buat sebuah kejahatan khusus wajar. Dia menyatakan hal itu diperlukan supaya bisa menjadi kebijakan sistemik dalam memberi efek jera salah satunya terhadap koruptor.
"Untuk kejahatan ini justru perlu didiskriminasi sebagai bentuk diskriminasi positif," sambung Busyro.
Busyro menilai sifat, karakter dan dampak kejahatan korupsi sebagai kejahatan khusus tidak layak disamakan dengan kriminal umum. Sebab menurut dia, efek korupsi adalah membunuh pelan-pelan dan melumpuhkan fungsi-fungsi lembaga negara.
"Justru tidak mencerminkan nalar keadilan jika disamakan dengan pelaku kejahatan umum. Pemerintah hendaknya berjiwa besar dan berhati-hati," sambung Busyro.