Catatan Komnas HAM Potret Penanganan HAM di Papua Sepanjang 2024
Dampak dari konflik bersenjata dan kekerasan menimbulkan berbagai persoalan, baik korban jiwa maupun luka-luka,
Ketua Komnas HAM Republik Indonesia, Atnike Nova Sigiro menyampaikan potret situasi hak asasi manusia (HAM) di Papua sepanjang tahun 2024. Dia menjelaskan, potret disusun berdasarkan, penerimaan aduan diterima Komnas HAM di Jakarta maupun di Sekretariat Kantor Perwakilan Komnas HAM di Jayapura, kemudian penanganan kasus, pengamatan situasi ke lapangan, hingga media monitoring.
"Secara umum, situasi di Papua tahun 2024 masih kerap terjadi konflik bersenjata dan kekerasan, baik antara aparat TNI Polri dengan kelompok sipil bersenjata maupun kekerasan-kekerasan lain yang juga dialami oleh warga sipil," kata Atnike saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (18/12).
Atnike memastikan, dampak dari konflik bersenjata dan kekerasan menimbulkan berbagai persoalan, baik korban jiwa maupun luka-luka, terjadinya pengungsi internal, dan terhentinya berbagai layanan publik.
"Selama periode Januari hingga Desember 2024, ini data sampai dengan 16 Desember 2024, ditemukan 113 peristiwa hak asasi manusia, dimana 85 kasus diantaranya berdimensi konflik bersenjata dan kekerasan dan pada Desember baru berjalan 16 hari, angkanya sudah 10 kasus yang terjadi," ungkap Atnike.
Atnike merinci, berdasarkan potret peristiwa-peristiwa kekerasan dan konflik bersenjata, ditemukan sejumlah tipologi tindakan. Pertama, kontak tembak sebanyak 24 peristiwa, penyisiran sebanyak 4 peristiwa, serangan kelompok sipil bersenjata terhadap aparat sejumlah 23 peristiwa, 4 peristiwa pengungsian, perusakan sebanyak 8 peristiwa, penyerangan terhadap warga sipil sebanyak 34 peristiwa, dan kekerasan aparat penegak hukum sebanyak 6 peristiwa.
"Dari segi persebaran wilayah, sepanjang tahun 2024, peristiwa konflik bersenjata dan kekerasan yang tertinggi terjadi di Kabupaten Intan Jaya Papua Tengah, sebanyak 22 peristiwa, diikuti Kabupaten Puncak Jaya Papua Tengah sebanyak 13 peristiwa, Paniai ri Papua Tengah 12 peristiwa, Yahukimo Papua Pegunungan 10 peristiwa, Kabupaten Nduga Papua Pegunungan 7 peristiwa, dan Kabupaten Pegunungan Bintang Provinsi Papua Pegunungan sebanyak 7 peristiwa," jelas dia.
"Jadi daerah yang rentan, jadi konflik dan kekerasan adalah di Provinsi Papua Tengah. Kalau dari hasil monitor media, angkanya cukup ekstrim ya dibandingkan dengan provinsi atau wilayah lain di Papua," imbuh Atnike.
Atnike menambahkan, dari jumlah korban, akibat konflik bersenjata dan kekerasan, Komnas HAM mencatat, korban jiwa meninggal dunia total sebanyak 61 orang.
Terbanyak adalah warga sipil, sejumlah 32 orang, termasuk di dalamnya 2 orang anak, 1 orang warga negara asing. "Jadi terbanyak yang menjadi korban jiwa meninggal dunia adalah warga sipil. Lalu korban dari kelompok sipil bersenjata sebanyak 14 orang, TNI 8 orang, polisi sebanyak 7 orang. Sementara korban luka-luka, total ditemukan 39 orang, dengan masih terbanyak adalah warga sipil, TNI 10 orang, polisi 5 orang, kelompok sipil bersenjata 7 orang," beber dia.
Atnike mengurai, selain peristiwa korban meninggal dunia dan luka-luka, pada tahun 2024 juga terjadi penyanderaan di beberapa peristiwa, dengan total korban yang menjadi sandera itu sebanyak 17 orang."Mereka yang disandera umumnya ini adalah pekerjaan pembangunan konstruksi di wilayah Papua," Atnike menandasi.