Cerita Dee Lestari Gudangkan 5 Ribu Novel Perdananya
Meski demikian, Dee sempat kecewa ketika Supernova 1 selesai dicetak. Pasalnya hasil cetakan buku perdananya itu tidak rapi. Bahkan karena itu, pengorbitan Supernova 1 terancam gagal.
Untuk mencapai satu titik kesuksesan dibutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh. Termasuk dalam hal menelurkan sebuah karya sastra yang kemudian bisa meledak dan bahkan diangkat menjadi film. Hal itu seperti yang diungkapkan oleh novelis Dee Lestari saat berbicara dalam talk show literasi di Jember.
"Saya memang dari sejak SD sudah hobi membaca dan menulis. Kalau tidak salah, ketika kelas 5 SD, saya sudah coba menulis novel dari hasil khayalan saya sendiri," tutur perempuan bernama asli Dewi Lestari Simangunsong di Jember, Sabtu (14/9).
-
Siapa Dewi Rengganis? Legenda Dewi Rengganis penjaga Gunung Argopuro Diceritakan bahwa Dewi Rengganis, putri dari Kerajaan Majapahit, diasingkan ke puncak gunung bersama enam dayangnya.
-
Siapa Naja Dewi? Berikut adalah gambar Naja Dewi Maulana, anak tunggal Armand Maulana dan Dewi Gita.
-
Siapa Mbak Dewi? Atha Dewi Prihantini (38) jadi salah satu pelestari adrem yang belakangan mulai terangkat ke permukaan.
-
Kenapa Dewi Perssik merantau ke Jakarta? Ia memulai kariernya dari nol setelah mengambil keputusan untuk merantau ke Jakarta demi mewujudkan impiannya sebagai penyanyi.
-
Kapan Dewi Sartika meninggal? Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947 di Cineam, Tasikmalaya, Jawa Barat.
-
Di mana Dewi Sartika meninggal? Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947 di Cineam, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Meski bisa menghasilkan buku perdana di usia SD, Dee saat itu belum terpikir sama sekali bahwa jalan hidupnya kelak akan menjadi seorang penulis buku profesional.
"Sama sekali tidak terpikir akan jadi penulis full-time. Kala itu saya hanya bermimpi bisa punya buku sendiri yang banyak di rak," kenangnya.
Jalan hidup sebagai penulis buku professional baru mulai dicobanya ketika usianya memasuki 24 tahun. Lantas tercetus ide, mengapa dirinya tidak menerbitkan buku dan merealisasikan angan sekilas sebagai penulis yang sempat terlintas di masa kecilnya.
Meski sempat mapan di blantika music tanah air, Dee mengaku mulai mengawali karir baru sebagai penulis dengan mengalir apa adanya. Tanpa rencana yang muluk-muluk.
"Bahkan saya tidak mengerti cara menyasar pasar pembaca buku. Karena harapannya ketika menulis hanya enak dibaca sendiri. Pokoknya saya ingin punya buku sendiri yang dicetak, gitu aja," terangnya.
Namun meski begitu, Dee tidak main-main kala itu. Meski baru mulai serius, dia sudah memiliki manuskrip berupa Supernova (Supernova 1: Kesatria, Putri, & Bintang Jatuh (2001)). Karena tidak mengerti strategi pasar, Dee mengemas karya perdananya dengan kemasan yang relatif sederhana. Bahkan, dia merogoh koceknya sendiri untuk membiayai ongkos cetak.
"Saat itu modalnya bisa buat cetak 5.000 eksemplar. Padahal, untuk menjadi buku best seller hanya perlu laku 3.000 eksemplar," ungkap perempuan kelahiran Bandung 43 tahun silam itu.
Meski demikian, Dee sempat kecewa ketika Supernova 1 selesai dicetak. Pasalnya hasil cetakan buku perdananya itu tidak rapi. Bahkan karena itu, pengorbitan Supernova 1 terancam gagal.
Kekecewaan Dee melihat sampul novel perdananya itu karena dirinya termasuk orang yang cukup perfeksionis. "Saya nggak mau dong hasil cetakan buku pertama saya itu nggak rapi. Akhirnya saya cetak lagi 2.000 eksemplar. Sedangkan 5.000 eksemplar yang nggak rapi tadi saya masukkan ke gudang. Jadi total saya cetak 7 ribu, meski yang diedarkan cuma 2 ribu eksemplar," ungkapnya.
Lantaran hal itu, Dee sempat disebut sebagai orang gila. Namun perfeksionisme Dee itu tidak sia-sia. Karya perdananya itu meledak di pasaran yang membuatnya kian semangat untuk terus berkarya.
"Dua ribu eksemplar perdana yang dilempar ke pasaran itu, langsung ludes. Jujur saya terkejut karena itu di luar perkiraan," katanya.
Karena cepat ludes, Dee lantas berubah pikiran terhadap 'nasib' lima ribu bukunya yang ia gudangkan. Akhirnya, dia memutuskan melempar 5 ribu eksemplar novel Supernova I itu ke masyarakat. Dee memilih segmen kampus sebagai sasaran utama. Tak heran, jika kemudian novel ini melejit dari kalangan kampus.
Seperti dua ribu eksemplar sebelumnya, lima ribu eksemplar buku yang semula dianggap 'berkemasan buruk' itu ternyata ludes dalam waktu singkat. "Total 7 ribu eksemplar habis terjual dalam waktu sekitar setengah bulan," kenang alumnus Universitas Katolik Parahyangan itu.
Baca juga:
Simak quote bijak dari 10 penulis kondang ini agar kamu siap move on
Dewi Lestari gamang dengan industri musik Indonesia
Dewi Lestari: takdir Glenn Fredly nyanyikan Malaikat Juga Tahu
Dewi Lestari pancing agen neptunus tonton 'Perahu Kertas Part 2'
Dewi Lestari anggap pro kontra 'Perahu Kertas' menarik